Rabu, 17 November 2010

Bab (1 ) Tharecat

Thoreqat

Telah berkata empunya thoreqat :
Thoreqatuna ‘alaa ‘adadi harfi naqthijamin, faman lam ya’tina fii zamanina labudda yandim ,

Artinya : thoreqat kami ini atas bilangan huruf ………………….
Maka barang siapa tidak mendatangi pada kami dan tiada pula mengambil pada sesama kami, tidak bisa tentu menyesal.

Bermula hikmah thoreqat naqthojami yaitu : ( Dawamul ‘ubudiyyati zhohiron wabathinan ma’a dawami hudhuril qolbi ma’allahi.

Artinya : berkekalan senantiasa berkepanjangan tiada berkeputusan memperhambakan diri zhohir

dan bathin beserta berkekalan tiada berkeputusan hudhur hati serta Allah.

Firman Allah ta’ala :

Wadzkurullaha katsiron la’allakum tuflihuun ( aljum’ah – 10 )

Artinya : dan ingatlah kepada Allah sebanyak-banyaknya agar kamu mendapat kemenangan / keberuntungan .

Dan didalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh ( Asysyaikhonii dan atturmudi dari saidina abu hurairah r.a telah berfirman Allah ta’ala :

Anaa indadhonni ‘abdiibii wa anaa ma’ahu hiina yadzkurunii faindzakaronii fiina dzakartuhu fiinafsii waindzakaronii fiimalain dzakartuhu fii malain khoirin minhu wainiqtaroba ilayya syibron iqtarobtu ilaihi dziro’an wainiq taroba ilayya dziro’an iqtarobtu ilaihi ba’aan wainatanii yamtsi ataituhu harwalatan .

Artinya : aku sesuai dengan persangkaan hambaku dan aku bersama hambaku ketika dia Ingat kepadaku, jika ia mengingati akan daku didalam dirinya ( Hatinya ), akupun ingat pula kepadanya didalam diriku dan jika ia ingat kepadaku dalam lingkungan “ Kholiq “ rame-rame niscaya akupun ingat kepadanya dalam Kholiq rame-rame yang lebih baik, jika ia mendekat kepadaku sejengkal akupun mendekat pula kepadanya sehasta , dan jika ia mendekat kepadaku sehasta niscaya ia mendekati kepadaku sedepa, dan jika ia datang kepadaku berjalan maka aku mendatanginya dengan berlari.
Maka ta’rif thoreqat “ Naqthojami “ yakni berkekalan memperhambakan diri zhohir dan bathin kepada Allah serta berkekalan hudhur Hati beserta Allah itu membuahkan hikmahtentram Hati – Bersih Hati – terbuka Hati untuk menerima limpah karunia Allah tiada terlepas dari petunjuk Allah maka mendapatkan “ Mukasyafah “ dalam arti yang luas dan barang siapa mendapatkannya “ Hilmah Thoreqat Naqthjami “ dia tentu mendapat keberuntungan yang besar sekali, sebagaimana firman Allah ta’ala :

Yu’til hikmata man yasyaau, waman yu’tal hikata faqod autiya khairon kasyiiron ( albaqarah – 296 )

Artinya : allah memberikan hikmah (‘ilmu yang berguna) kepada siapa yang dikehendakinya,barang siapa mendapat hikmah itu maka sungguh orang itu telah mendapat kebajikan yang banyak.

Adapun ( Man yasyaau ) maksudnya : mereka yang dikehendaki Allah, itu jelas adalah mereka selalu mengingati Allah dan berhamfiri diri kepada Allah (Taqarrub) dengan berkekalan tiada berkeputusan hudhur hati serta Allah, sebagaimana dijelaskan antara lain didalam hadits qudsi tersebut diatas maka itu jelasnya yang dituju oleh ( Fan ilmu thoreqat naqthojami ) adalah meningkatkan maqom Iman dan Taqwa yang sempurna disisi Allah karena ditegaskan oleh Allah ta’ala didalam firmannya :

Inna akromakum ‘indallahi atqokum innallaha ‘aliimun khobiir ( alhajarat – 13

Artinya : sesungguhnya yang paling mulia menurut pandangan Allah ialah orang yang lebih taqwa, sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui dan Mha Mengerti.

Adapun taqwa kepada Allah berarti juga berakhlaq kemuliaan dan berakhlaq yang baik / kepunyaan itu berperangai Ihsan dan untuk itu berlakulah Thoreqat, maksud dan arti Thoreqat menurut ilmu tashauf ilah jalan atau petunjuk dalam menjalankan ( ‘Amal Ibadat ) sesuai dengan ajaran contoh yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, yang dituruti oleh para shahabat2 beliau lalu para tabi’in-tabi’ina secara turun-temurun sampaikepada guru-guru / ‘Ulama-‘ulama dari masa kemasa sambung menyambung hingga pada masa kita sekarang ini.

Perhatikanlah seperti dalam hal : wajib mendirikan shalat yang berwaktu dalam Qur’an di nyatakan perintah mendirikan shalat, tetapi tidak terdapat ( Penjelasan ) umpamanya :
Zhuhur ………………. 4 ……raka’at
‘Ashar ………………………….4 …raka’at
Maghrib ……………………………………3 ………… raka’at
‘Isya …………………………………………………..4 ………..raka’at
Shubuh ……………………………………………2 ………..raka’at
Begitupun mengenai,
Rukun shalat yang 13 ( takbiratul ihram – fatihah – ruku’ – I’tidal – sujud - duduk – dan seterusnya hingga salam ) . hanya saja itu semua adalahpekerjaan yang terdiri dari apa-apa yang ( Di Contohkan ) / diajarkan oleh Nabi SAW, kepada para sahabat yang meneruskannya kepada para pengikutnya dan terus menerus sambung menyambung rantai berantai sampai kepada masa selanjutnya.

Bukannya sekali kali bahwa “ Qur’an “ itu tidak lengkap, akan tetapi justru karena sangat padatnya ilmu yang terkandung didalamnya, maka peraturan-peraturan Allah itu pelaksanaannya ( Di Contohkan ) dan “ Dijelaskan “ oleh Nabi Besar Muhammad SAW., agar tidak menuruti penangkapan otak orang yang hanya ( Dari Membaca ) sekilas saja lalu melakukannya sesuka hatinya.
Memang Qur’an itu menjadi sumber pokok, sedangkan sunah Rasul / Hadits merupakan penjelasannya yang “ Penting “ dan pelaksanannya berurat nadi “ Perbuatan “ ya’ni “ Thoreqat “ yaitu sebagaimana dimaksud dalam sabda Nabi SAW :

Syare’at itu perkataanku ( Peraturan )
Thoreqat itu ( perbuatanku ) cara pelaksanaannya
Haqeqat itu ( Akhlaqku ) kenyataannya

Dikatakan juga bahwa thoreqat itu adalah pelaksanaan ‘Ilmu Tashauf, bersumber dari pokok pangkal Thoreqat Nabi Besar Muhammad SAW. Ya’ni ‘amal ‘imabadat kita yang kita lalukan ( Thoreqat yang kita lakukan ) adalah petunjuk yang kita terima dari guru kita, dan guru kita menerima dari ‘Ulama pendahulunya, dan ini dari para tabi’in – tabi’ina dan ini dari para tabi’ina dan beliau-beliau menerimanya dari Shahabat yang menerimanya dari Rasulullah SAW.

Dan junjunan kita itu menerimanya dari saidina “ Jabrail ‘alihissalam “ dari Haqqullah subhanahu wata’ala, maka itu mempelajari pan ilmu thoreqat mestilah dengan adanya bingbingan guru yang jelas2 silsilah nisbanya dan tidak boleh hanya mengambil dari membaca buku / kitab2 karangan saja sebab telah bersabda Nabi SAW.

Man lasyaikho lahu fasyaikhuhusy syaithonu,

Artinya : barang siapa yang tiada berguru baginya maka gurunya itulah Syethan.

Telah berkata pula syekh ‘abdul wahab asysya’roni r.a. ketahuilah oleh kamu wahai para murid ! sesungguhnya barang sipa yang tiada mengetahui akan turunan leluhurnya Thoreqat Dzikir itu tentu buta mata hatinya, terkadang nanti mengaku-ngaku keturunan dari lain leluhur yaitu margakan diri pada lain bangsa, maka tentu dila’nat. dimurkai oleh Allah ta’la, padahal leluhur2 thoreqat itu lebih luhur lebih bangsawan dan lebih mulia daripada leluhur “ shalib “ dari bapak dan ibu lebih tinggi daripada seratus tingkat kelebihan, maka barang siapa yang tidak mengetahui akan tingkat2 nya turun temurunnya thoreqat sejak dari Rasul SAW. Sampai kepada dirinya itu kosong lagi bingung dan dapat saja tersesat ditengah jalan.

Begitulah para shufiyah menjalankan thoreqat ( sistim2 ) dan latihan-latuhan / riyadhoh membersihkan jiwa dari segala shifat yang tecela “ Mdzmumah “ dan menanamkan segala shifat terpuji, menggemarkan kegiyatan-kegiyatan ‘ibadah dan kebajikan – memperbanyak dzikirullah dengan tulus ikhlash semata-mata untuk memperoleh keadaan “ Tajalli “ yaitu = bertemu = dengan Allah ‘Aza wajala,

Justru itu para ahli tashauf / thoreqat lebih banyak berusaha sungguh-sungguh untuk membaikan “ Akhlaq nya “ terbanding membaca / mempelajari banyak buku2 yang dikarang orang karena memperhatikan hadits2 Nabi SAW. Seperti antara lain :

Akmalul mukminiina imaanan ahsanuhum khuluqon ( rowahu ahmad ‘an abi hurairah )

Artiinya : orang mukmin yang paling sempurna Imannya ialah orang yang paling baik Akhlqnya.

Hubungan Iman dengan Akhlaq adalah laksana hubungan pohon dengan buahnya, pohon yang sempurna menghasilkan buah yang banyak manfaatnya bagi lingkungan sekelilingnya, begitulah orang yang sempurna Imannya, tentu membuahkan perangai terpuji yaitu “ Budhi pekerti “ yang luhur yang meni’matkan ‘alam sekitarnya, terutama lingkungan hidup manusia , sebaliknya orang yang buruk Akhlaqnya itu membuktikan bahwa Imannya masih tipis / kurang atau tiada sama sekali Iman tanpa Akhlaq kemuliaan adalah Lumpuh, sebaliknya Akhlaq tanpa Iman adalah Buta.

Dan lagi sabda Rasulullah SAW. :

Afdholul iiman anta’lama annallaha ma’aka haitsu makunta ( rowahu thabroni )

Artinya : Iman yang paling utama ialah engkau mengetahui bahwa Allah senantiasa menyertai kamu dimana saja kamu berada.

Iman yang utama ialah percaya dan yaqiin kepada Allah dengan segala shifat kesempurnaannya, senantiasa ingat dan sadar bahwa allah Maha Mendengar dan Maha Melihat akan dia dimana dan dalam keadaan bagaimanapun sepenjang waktu / masa , orang yang selalu menyadari ini tentu selalu terhindar dari perbuatan yang buruk.

Allah AWT. Sumber dan pencipta segala kebaikan dan kesempurnaan yang telah mengutus Saidna Muhammad Rasulullah SAW. Sebagai orang yang paling baik.( Akhlaqnya ) lantaran senantiasa dalam bingbingan Allah ta’ala, sebagaimana diakui oloeh Nabi SAW. Dalam sabdanya :

Addabanii – robbii faahsana takdiibii ( rowahul ma’ani ‘an abi sa’auri )

Artiny : dituntun Akhlaqku oleh tuhanku maka menjadi baguslah adabku.

Dlam hal berperilaku dan berbudi pekerti luhur dan terpuji, hendaknya kita bercermin kepada manusia agung ya’ni Saidina Muhammad SAW. Dan bukan kepada lain, dan itulah thoreqat yang benar.

Firman Allah ta’ala : waan lawistaqo muu’alaa thoreeqoti laasqoinahum maain ghodaqon ( al-jin – 16 ),

Artinya : dan bahwasanya jikalau mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu ( thoreqat ) tentu kamu akan memberi kepada mereka minuman air yang segar ( rizqinya yang banyak ).

Memperbaikan dan menyempurnakan Akhlaq adalah membersihkan dan meluruskan jiwa, barangsiapa yang baik jiwanya tentu baik pula perbuatan zhohirnya, maka itu ilmu thoreqat sebagai ilmu tashauf disebut pula sebagai ‘ilmu Keruhanian, adapun keruhanian adalah pusaka keagamaan islam yang dimulai Nabi SAW. Sampai kepada para sahabatnya terus kepada para tabi’ina lalu tabi’ittabi’ina dan seterusnya sampai kepada masa kita ini.

Kadang-kadang orang keliru menanggapi “‘Ilmu Thoreqat “ adalah ilmu kebathinan yang disejajarkan dengan aliran kepercayaan yang tidak bersumber pada kitab Allah, pendapat itu tidak betul, pan ilmu thoreqat bukan aliran kebatinan dan bukan aliran kepercayaan, yang benar adalah thoreqat adalah ilmu pelaksanaan ‘Ibadat kepada Allah yang bertitik tolak dari kesadaran keruhanian mengaku wujudullah Ahad sebagai dasar pokok kebenaran dan beragama, menepati ajaran dan contoh dari Rasulullah saw.

Sesungguhnya pengakuan dan kesadaran penyaksian Tuhan itu sudah sejak manusia berada di’alam Ruuh, oleh karena itu tiap manusia sebenarnya didalam batnn kesadarannya ada mendengar pertanyaan sebagaimana firman Allah ta’ala :

Alastu birobbikum, qoluu balaa syahidna ( al a’raf - 172 )

Artnya : bukankah inku ini Tuhanmu ? mereka menjawab : bhkan , sebenarnyalah ( Engkau tuhan kami ) kami menyaksi.

Artianpun menunjukkan, bahwa sebenarnya manusia itu mempunyai Naluri bertuhan, akan tetapi naluri bertuhan yang terdapat menurut kejadian dalam diri setiap orang beroleh jadi akan hilang lenyap apabila tidak dipupuk dan dipelihara selalu apalagi manakala sengaja dihilangkan atau dimatikan dengan jalan melepaskan diri dari pengaruh keruhanian dan rasa ketuhanan karena tetarik diri kepada pengaruh2 keduniaan / kebandaan sehingga menjadi sikap hidup menjauhi agama.
Apabila pengaruh / keduniaan / kebandaan sudah menguasai sikaf hidup manusia ruhani maupun jasmani, tentulah manusia itu secara siri sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dalam melaksanakan pemenuhan kebutuhan hidupnya tiada lagi memperdulikan “ Hala Haram “ karena dorongan hawanfsu belaka , asal tercapai maksidnya , lalu merajalelalah segala bentuk kema’shiatan – kejahatan – pencurian – perampokan – kecurangan – pelacuran – pembunuhan – dan segala rupa perbuatan-perbuatan keji lainnya membelunggu jiwa kemanusiaan serta m3njerumuskannya kedalam jurang kealfaan – Kegelapan – Kesusahan – Kekecewaan , yang mensuburkan kezholiman dan aniaya diberbagai bidang, sampaisampai sedemikian meratanya perbuatan-perbuatan kotor itu sehingga berangsur-sngsur tidak lagi dipandang sebagai perbuatan hina atau dosa : Rusaklah kehidupan manusia .

Oleh karena itu kalau suatu masyarakat hendak diperbaiki mestilah terlebih dahulu Ruhani manusialah yang terutama dibangun dan dibina, karena Ruhanilah yang menguasai jasmani dalam segala perbuatannya.

Untuk pilihan banding mari kita perhatikan :

1. Kebandaan membawa kepada lupa dan anti tuhan, sedangkan keruhanian membawa kepada Ingat dan cinta tuhan.
2. Kebandaan membawa pitnahan dan penghianatan, sedangkan Keruhanian membawa kepada keikhlasan dan kesyukuran.
3. Kebandaan membawa permusuhan dan kebencian, sedangkan Keruhanian membawa perdamaian dan kecintaan / kasih sayang.
4. Kebandaan membawa kezholiman dan kecurangan, sedangkan keruhanian membawa ke’adilan dan kejujuran.
5. Kebandaan bershifat merusak dan meruntuhkan, sedangkan keruhanian bershifat memperbaiki dan membangun.
6. Kebandaan membawa kepincangan hidup dan penderitaan, sedangkan keruhanian membawa kehidupan merata dan kesejahteraan.
Oleh karena itu tiliklah, bahwasanya Nabi besar Muhammad SAW. Dalam memulai pembangunan dan penyebaran Islam selalu bersandikan dengan hidup keruhanian,

Ilmu keruhanian itu adalah kunci untuk Ma’rifatullah ( mengenal tuhan ) sebagaimana berkata Imam Ghazali : bahwa ilmu keruhanian dengan shifat-shifatnya itulah merupakan kunci ( Kaidah ) mengenal tuhan.
Bahwasanya Nabi besar Muhammad SAW. Hidup sebagai seorang shufi dikala sebelum dan sesudah menjadi Rasul : beliau menyukai menyendiri tafakur dan berkholawat di ( Ghuha hira ).disitulah beliau melatih diri dan mengasih jiwa bermujahadah, memperhatikan keadaan alam dan susunannya dan memperhatikan segala-galanya dengan mata hatinya yang dengan demikian maka pandangan lahir dan bathin menjadi sangat bersih dan suci, sekalipun betul junjunan kita Muhammad SAW. Itu adalah juga manusia seperti kita juga, tetapi qolbu beliau sangat istimewa suci bersihnya sehingga dapat lekas menerima dan merasa apa-apa yang bershifat suci karena itu maka layaqlah beliau menerima ( Wahyu ) dari Allah yang Maha Suci.
Firman Allah ta’ala :

Wakadzalika auhaina ruuhan min amrina makunta tadri malkitabu walal imanu walakin ja’alnahu nuuron nahdibihi mannastaau min ‘abadina, wainnaka latahdii ilaa sshiroyhim mustaqiim ( surat asyara – 53 )

Artinya : dan demikianlah kami wahyukan kepadamu (Muhammad) wahyu (Ruuh) dengan perintah kami, sebelumnya kamu tiadalah mengetahui apakah alkitab / Qur’an dan tidak pula mengetahui apakah Iman itu, akan tetapi kami jadikan Al-Qur’an itu cahya yang kami beri petunjuk dengan dia siapa saja yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami, dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Begitulah Wahyu yang Pertama-tama beliau terima di Ghuha Hira dari mulai ….IQROA…(bacalah) sampai-sampai diakhir surat…..AL’LAQ….wasjud waqtarib….. dan sujudlah dan katakanlah dirimu kepada tuhan tiada lain istinya daripada ajaran-ajaran / didikkan ruhani yang diperoleh Nabi SAW. Dalam hidup keruhaniannya.

Setelah junjunan kita Muhammad SAW. Menjadi Rasul – setelah beliau sering mengasingkan diri, Kholawat / Zuhud diGuha Hira tetapi beliau meneruskan Mujahadah mendekatkan diri ( Muroqobah ) dengan ( Kholaqnya ), berdzikir – bertaubat / istighfar – shalat-shalat tahajud – bermunajat kepada Allah dalam tingkat “ Musyadah “ dan “ Mukasyafah “ yang dengan jalan ini beliau mencapai Haqeqat ketuhanan.
Nabi SAW. Memperkuat batnin dengan hidup keruhanian, maka beliau menjadi seorang yang quat keyaqinan dan keimanannya menguasai segenap jiwanya dengan kekuatan batnin kuat dalam menderita kesukaran dan aniaya musuh-musuhnya, kuat menahan lapar dan dahaga, kuat dalam kekuarangan sandang atau pangan atau alat-alat perlengkapan hidup kuat menahan segala bentuk kesakitan, kuat dalam menguasai diri, menjadilah seseorang yang paling mulya dalam tindakan, perbuatan dan ucapan, shabar dan berani dalam segala sifat-sifat yang paling terpuji.

Semenjaka beliau dimadinah, dengan sengaja beliau mendirikan disamping mesjid madinah suatu ruangan khushush ( Majlis ) sebagai tempat tinggal dan tempat didik ilmu agama bagi para shabat-shahabatnya yang mengikutinya dalam perjuangan , dan pembangunan Islam, tempat itu dinamakan: ( sufah ) ( Zawiyah ), mula-mulanya ada empat ratus orang pengikut dan lambat laun menjadi berlipat ganda.

Mereka itu dinamakan ahli sufah, berbudhi akhlaq halus, sangat kuat Iman keyaqinannya, tawakal dan ikhlash, hebat kekuatan batninnya.

Rasulullah pernah berkata kepada abu hurairah r.a . ahli sufah itu adalah tamu-tamu orang Islam, mereka tidak mempunyai keluarga, tidak mencintai harta banda dan tidak terikat kepada seorang manusiapun hatinya kecuali kepada Allah dan Rasulnya.

Jaminan Allah ta’ala adalah bahwa (Rizqi dan Melimpah) kebandaan pasti di anugrahkan oleh Allah kepada setiap ( Mukmin ) yang berpegang pada Thoreqat sunat rasuul tercermin dalam firmannya :

Wa anlawis taqomu ‘alaa thoreqoti laasqainahum maa an ghodaqon ( al-jin – 16 )

Artinya : dan bahwasanya jika mereka tetap berjalan lurus diatas thoreqat ( jalan Allah ) tentu kami memberi kepada mereka minum air segara ( Rizqi yang berlimpah ).

Memang pada zaman permulaan Islam yaitu dimana kunci kekuasaan sudah ditangan Nabi SAW. Dan qaum muslimin kekayaan datang berlimpah, dan melihat kekayaan yang melimpah-limpah ketangan qaum muslimin yang datangnya itu banyak tersangka-sangka maka saidina ‘Umar r.a . sendiri tercengang keheranan, banyak para shahabat yang dahulunya hidup sederhana atau miskin kini hidup menjadi orang2 kaya raya seperti : saidina ‘Usman bin ‘Afan, saidina ‘Ash zubair bin ‘awam, ‘Abdurrohman bin ‘Auf dan lain-lain, jelas itu adalah bukti kenyataan dari firman Allah ta’ala :

Waman yattaqillaha yaj’allahu makhrojan wayarzuqhu min haitsy layahtasib ( aththolaq – 2 - 3 )

Artinya : barang siapa yang bertaqwa kepada Allah tentu diberikan jalan keluar dari kesusahan dan Allah. Tetap memberikan Rizqi / kekayaan tanpa dapat disangka-sangka / diperkirakan datangnya.

Tetapi ditengah-tengah kekayaan Umat Islam yang melimpah itu, Nabi Besar Muhammad SAW. Tetap hidup sederhana sebagai hidupnya seorang shufi dalam hidup keruhanian, suatu hari saidina ‘Umar r.a menemui Nabi SAW. Dikamarnya : tidak didapat perhiasan – tidak ada perabotan selain satu buah bangku yang alasnya terbuat dari jalinan daun kurma dan didinding yang tergantung hanyalah sebuah guriban tempat air persediaan untuk berwudhu bagi Nabi SAW.

Maka terharulah saidina ‘Umar .r.a sampai-sampai bercucuran air matanya,
Lalu Rasulullah SAW. Menegurnya : mengapa kira air matamu bercucuran wahai ‘Umar ?
Saidina ‘Umar .ra. menjawab :, bagaimana saya tidak terharu Ya Rasulullah, hanya begini ini yang kudapati dikamar tuan ! tidak ada perabotan tidak ada kekayaan padahal sekarang kunci “ Maysriq dan Maghrib “ telah tergenggam ditangan tuan ! dan kekayaan Negara dan Bangsa telah berlimpah, lalu beliau menjawab : daku ini adalah pesuruh Allah, wahai ‘Umar, bukankah aku ni seorang maha raja dari Roma atau seorang kaisar dari Persia, mereka menuntut dunia dan aku menuntut akhirat.

Diriwayatkan bahwa pada suatu hari datanglah saidina jabrail . a.s. kepada Nabi Muhammad SAW. Menyampaikan salam tuhan dan bertanya :, manakah yang anda suka. Ya Muhammad ! menjadi Nabi yang kuasa dan kaya raya seperti Nabi Sulaiman atau menjadi seorang Nabi fafa lagi miskin seperti Nabi Ayub ? Rasulullah SAW. Menjawab : aku lebih senang dengan kenyang sehari lalu lapar sehari, jika kenyang aku bersyukur pada tuhan dan jika lapar aku Shabar atas cobaan tuhanku.

Demikianlah hidup keruhanian dalam Islam telah dimulai dari peri kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW. Dan para shahabatnya yang utama dan pun terdapat dalam kehidupan para Nabi-nabi yang terdahulu.

Para shahabat-shahabat Nabi yang utama dengan mencontoh kehidupan Nani Besar Muhammad SAW. Telah dapat menggabungkan kehidupan lahir ( Duniawi ) dengan hidup keruhanian didalam hidupnya sehari-hari, meskipun beliau-beliau menjadi Kholifah yang utama seperti : Saidina Abubakar – ‘Umar – ‘Utsman – ‘Alii r.a. dimana segala warna kehidupan itu telah mereka pandangi , dari hidup keruhanian Hati : memperkuat Iman yakni hidup yang ditegakkan atas kemurnian jiwa, dan kesucian Hati : seperti memperkokoh Iman – Keyaqinan dan kekuatan batnin.

Berkat kehidupan qaum Muslimin mencontoh dari Nabi Besar Muhammad SAW. Mereka berjuang menegakkan masyarakat dan negara untuk dan dari ketinggian “ Agama Allah “ sampai jatuhlah kekuasan-kekuasan penantang-penantang Islam seperti : “ hancurnya singgasana Kaisar Roma “ – runtuhnya Mahligai Kaisar dari Persia, lalu terpeganglah anak kunci Barat dan Timur. Harta kekayaan melimpah, harta banda bertimbun2 – tetapi itu semua bukanlah tujuan seolah-olah hanya yang secara kebetulan saja jumpa ditengah perjalanan, sebab tujuan utama dan yang paling Besar adalah : Ma’rifatullah.

Rasulullah SAW. Bersabda : Zuhudlah terhadap dunia supaya Tuhan mencintai engkau dan Zuhudlah pada apa yang ditangan manusia supaya siapapun cinta akan engkau ( diriwayatkan oleh ibnu maja – Thabroni dan Baihaqi ).

Imam Ghazali berpendapat : bahwa daku yaqiin benar-benar bahwa qaum shufiyah itulah benar-benar menempuh jalan yang yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan yang dikehendaki oleh Allah, lagi beliau berpendapat : bahwa berhampiri diri kepada Tuhan – merasakan wujudnya Tuhan dan mengenal Tuhan hanya dapat dicapai dengan menempuh satu Jalan yaitu jalan yang ditempauh oleh Qaum Shufiyah.

Sejarah mulai ramainya : Thoreqat .

Melemahnya semangat keruhanian dan jiwa shufi telah menyalakan fitnah yang paling hebat lantaran harta dan kekayaan yaitu sesudah Khulafai rrosidiin / Shahabat yang ( Empat ) dimana terjadi perang saudara dikalangan qaum musliminn sendiri.
Kemudian kholifah “ mu’awiyah “ berbentuk kerajaan sudah jauh berbeda dan menyimpang dari ! cara shahabat / kholifah yang empat, kerajaan bani ‘umayah lalu meniru kebiasaan –kebiasaan kebandaan seperti yang dipake oleh Raja-raja Persi dan Romawi dan berangsur-angsur hidup keruhanian ditinggalkan kerajaan Islam telah bertambah diliputi kekayaan harta yang melimpah dan berdirilah orang-orang kaya yang berkuasa atau orang-orang berkuasa yang kaya raya, maka lalu dapat perbedaan hidup dan kehidupan yang sangat menyoliok dimasyarakat warga negara, kekuasaan pemerintah kholifah telah tidak ada batasannya dan kekuasaannya hanya untuk membela pihak yang berkuasa, sedang kepentingan masyarakat / rakyat menjadi diabaykan, pada masa itu timbullah pula perlawanan yang digerakkan oleh tiga kekuatan yakni “ Qaum khawarij “ Qaum Syi’ah “ Qaum Zahid “ kedua golongan yang pertama semata-mata ingin merebut pemerintahan dari bani ‘Umayah tersebut, tetapi golongan Zahid bukan karena menginginkan tahta kekuasaan, tetapi mengingini agar kembali meratanya hidup keruhanian yang dengan itu dapat tercipta keadilan kesejahtraan yang merata, mereka yakin bahwa dengan hidup keruhanian itlah akan dapat padam api pitnahan, mengembalikannya perpecahan dan permusuhan serta terbina perdamaian yang abadii, karena keruhanianlah dapat menjalin baiknya hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan

Pada masa itu daulat bani ‘Umayah adalah suatu kerajaan yang paling luas kekuasaannya terbentang dari sebelah Timur mulai daratan Asia sampai kebarat yaitu, daratan Erifah di Sepanyol, paling kuat, kaya dan maju, sayang justru dikala begitu hidup keruhanian Umat Islam tertindih dengan hidup kebandaan dan kemewahan, kehidupan bertashauf ditinggalkan sehingga akhirnya jatuh dan hancur juga dalam kekuatan dan kekayaan kemegahan kebandaan, dengan pengalaman dan nashib yang sama juga daulat Bani ‘Abas / ‘Abasuyah dibaghdad, memang benar sekali apa yang pernah diramalkan oleh Nabi SAW. Bahwa kamu akan hancur lebur laksana hancurnya kayu dimakan api-api disebabkan hatimu telah terpaut oleh dunia / kebandaan : maka pangkal keruntuhanmu ialah karena fitnah yang timbul dari dalam kalanganmu sendiri.Jatuhnya kerajaan Bani ‘Umayah di Erifah / Sepanyol dihancurka oleh “ Keristen Katholik “ di erofah dimana umat islam disan dibasmi habis-habisan, sampai sekarang hampir tidak ada lagi bekasnya seolah-olah orang tidak dapat percaya bahwa disepanyol itu pernah berpusat Negara Islam yang tekuat, terkaya dan termaju itu, kehancurannya bukannya karena lemahnya persenjataan atau lemahnya ekonomi akan tetapi karena lemahnya jiwa keruhanian maka kekuatan batin mereka pada waktu itu telah pudar hanyut ditelan arus kebandaan, meskipun dikala itu ada juga ahli tashauf dan filsafat seperti “ Ibnu Rasyid , Ibnu ‘Arobi dan lain-lain tetapi disitu tidak terdapat semacam kelompok zawiyah ( Majlis pendidikan ) bagi mendidik orang keruhanian gina kekuatan batin semacam ( Suffah ) yang diadakan oleh Rasulullah SAW. Padamasanya.
Lain halnya dengan kehancuran kerajaan Islam, ‘Abasiyah dibaghdad oleh “ Hulaqu “ juga dari kekuasaan keristen katolik dibagian timur dimana seolah rata menjadi tanah Hulaqu berdiri menepuk dada dengan congkaknya diatas ratusan ribu mata qaum Muslimin seolah-olah bahwa Islam itu telah dibasmi sampai keakar-akarnya dan tindakan kekejaman Hulaqu itu menurut pandang zhohir Islam disitu sukar dapat bangkit lagi, yerutama jika dipandang dari segi kekuatan yang tampak zhohir, akan tetapi kenyataannya tidaklah demikian, mengapa ?

Kekuatan senjata dapat dilumpuhkan, kekayaan harta banda dapat dirampas sedangkan kitab-kitab Agama dan Ilmu pengetahuan dapat dibasmi dan dibakar oleh manusia, tetapi keyakinan Iman yang kuat dalam bathin orang Mukmin tidak dapat dilumpuhkan, tidak dapat dirampas oleh manusia, inilah satu-satunya yang masih tesisa : Iman , Keyakinan , dan kekuatan bathin yang masih tertinggal di dada qaum Muslimin baghdad, terutama para Shufinya, Iman mereka yang masih menyala didalam Hati mereka di tengah-tengah reruntuhan kehidupan, dapat membangkitkan kembali sinar kejayaan Islam yang anadi.

Pada masa itulah thoreqat berkembang dimana-mana negri yang ada pemduduknya Islam, oleh karenanya berkembang pulalah tempat-tempat pendidikan, tempat-tempat Ta’lim dan tempat-tempat melakukan latihan-latihan thoreqat pada umumnya bershifat sederhana tempatnya dan terasing dari keramaian lomba dunia / kebandaan, seumpama Zawiyah dimasa Nabi SAW. Yang justru tidak terdapat disepenyol pada zaman Bani ‘Umayah.

Demikianlah thoreqat pada waktu itu seperti jamur dimusim hujan, pada waktu itulah tokih-tokoh shufi banyak sekali, mereka bersatu dalam tujuan yakni hendak manunggal dengan tuhan walaupun dengan cara dan jalan yang bermacam-macam dan cara dan jalan yang ditempujnya itulah dinakan “ Thoreqat “ yang namanya dibangsakanlah kepada penemunya.

Sisa-sia kekuatan itulah masih dimiliki oleh qaum Muslimin yang kemudian bangkit kembali dengan kekuatan dengan keyakinan Islam sebagaimana bukti-bukti yang masih dapat kita saksikan di negara-negara Muslim pada masa sekarang termasuk mendunia, sejarah tidak boleh melupakan jasa-jasanya para Syekh-syekh Mursyid, Guru-guru thoreqat dan para muridnya, yang berkat penganut-penganut thoreqat itu kini Islam masih dapat memancarkan sinarnya.

Kekuatan Iman dan keyakinan yang menguasai jiwa mereka itu dimana Agama Allah dan rasa ketuhanan benar-benar telah berpungsi didalam bathinnya, mereka berdu’a dengan selalu beserta tuhannya, sehingga mereka merasa berkekalan khudhur hatinya serta Allah, maka hatinya selalu damai dan tenang, sebagaimana tersebut dalam firman Allah ta’ala :

Ala inna auliallahi lakhaupun ‘alihim walahum yahzanuun ( yunus –2 ).
Artinya : bahwa sesungguhnya wali-wali Allah itu tiada takut atas mereka dan tiada pula rasa ragu duka cita.

Tashauf = Thoreqat adalah pusaka terpenting keimanan islam.

Acapkali terdengan ejekan atau cemoohan : apa itu tashauf, apa itu thoreqat, apakah itu sudah ada pada masa Rasulullah SAW ?. apa itu mukan bid’ah ? dan yang semacam itu pula ada yang menganggap thoreqat itu sesuatu yang katanya ; diada adakan dan sebagainya.

Terhadap mereka yang melontarkan ejekan demikian sepetutnyalah kita mengangkat kedua belah tangan berdo’a :

Allahummagh firlirlahum fainnahum laya’lamuuna.

Artinya : Ya Allah, ampunilah mereka itu karena sesungguhnya jelas bahwa mereka itu tiada berpengetahuan.

Sebagaimana telah kita jelaskan bahwa hidup keruhanian itu adalah jiwa perikehidupan yang mulya Nabi Besar Muhammad SAW. Baik dimasa beliau sebelum menjadi Nabi maupun setelah menjadi Nabi dan Rasul,

Demikian perikehidupan para shahabatnya yang utama mengikuti beliau

Lalu perata yakni dan seterusnya sampai pada masa kita ini, bahwa hidup keruhanian itulah yang menjadi ilmu tashauf dan thoreqat.
Untuk mengetahui Iman / rukun Iman pelajarilah ilmu ushuludin,
Untuk mengetahui Islam / rukun Islam pelajarilah ilmu fiqiih,
Untik mengetahui Ihsan / rukun Ihsan pelajarilah ilmu tashauf
Untuk melaksanakan Ihsan pelajarilah ilmu thoreqat,
Perlu dihilangkan sementara anggapan yang mengira seolah-olah ilmu tashauf / thoreqat itu tidak berasal dari Islam, padahal ilmu tashauf / thoreqat itu adalah pusaka keagamaan Islam.

Keruhanian itu mengukuhkan iman dodalam hati membina kekuatan batin sehingga menjadi alat kekuatan bagi perjuangan Agama Islam sepanjang masa dan suasana, lihatlah junjunan kita Nabi Besar Muhammad SAW, disamping beliau sebagai Rasulullah – pendiri Negara ( Negarawan ) – Panglima Perang – Imam peribadatan, manusia Suritauladan – pemberi smangat dan kasih sayang – Rahmat bagi seluruh ‘Alam, tiada lain sendi-sendi kekuatannya adalah hidup keruhanian sebagai sendi kekuatan batin yaitu kekuatan penentu bagi segala ihwal kezhohiran.

Firman Allah ta’ala :

Ulaaika kataba fii quluubihimul imana waayyadahum biruuhi minhum wayudkhiluhum jannatin tajrii min tahtihal anharukholidinafiiha rodhiyallahu’anhum warodhu’anhu ulaaika hizbullahi alaa innahizbullahi humul muflihuun ( almujadakah – 22 ).

Artinya : mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan Allah menguatkan mereka dengan Ruuh ( Kekuatan dan keimanan hati ) yang datang daripada Allah, dan dimasukkannya mereka itu kedalam syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai mereka kekal didalamnya, Allah ridho atas mereka dan merekapun puas atas limpahan rahmat Allah, mereka itulah golongan / pasukan Allah, ketahuilah bahwa golongan Allah itulah golongan yang untung, sebagaimana telah diuraikan bahwa hidup keruhaniannya Nabi Besar Muhammad SAW. Itulah kemudian menjadi : ‘Ilmu tashauf, tetpai memang di zaman Nabi SAW, belumlah dimasyhurkan nama : tashuf sebagai cabang ilmu pengetahuan yang khushush, pada masa itu belum lagi diuraikan cabang ilmu seperti : Ilmu fiqiih – ilmu Kalam – Ilmu Hadits – Ilmu Tafsir – dan lain-lain, setelah kemajuan umat mulai berkembang bersamaan perkembangan zaman dimana perkembangan ilmupun tumbuh dengan berbagai cabangnya, maka pada abad “ Kedua Hijriyah “ atau abad kedelapan “ Masehi “ barulah keruhanian itu dilaksanakan dengan tatacara menjadilah suatu ilmu dinamakan ilmu tashauf, perhatikanlah suatu hadits yang diriwayatkan dari saidina Abu Hurairah r.a :

‘An abi hurairah r.a qola : kanan nabiyyu SAW. Barizan yauman linnasi fa atahu rojulun faqola : malimanu ? qola : alimaanu antukmina billahi wamalaikatihi wabiliqoihi warusulihi watukmina bilba’si qola : malislamu ? qola : al islam anta’budallahu walatuysrika bihi syaiian watiqiimashsholata watuaddiyazzakatal mafrudhota watashuuma romadhona, qola : mal Ihsanu ?
qola : anta’budallaha kannaka tarohu fain lam takun tarohu fainnahu yaroka ( rowahul bukhari ) .

artinya : dari abu hurairah r.a berkata : pada suatu hari adalah Rasulullah berada di tengah-tengah kelompok orang-orang banyak, tiba-tiba seorang laki-laki ( Malaikat Jabrail a.s ) datang lantas bertanya, apakah Iman itu ? dijawab oleh Nabi SAW. Iman ialah bahwasanya : engkau percaya adanya Tuhan , percaya akan Malaikatnya – Percaya Firman-firmannya Allah – Percaya akan Rasul-rasul Allah – Percaya akan Hari Kebangkitan , bertanya lagi laki-laki itu : apakah Islam itu ? Nabi SAW, menjawab Islam ialah Menyembah Allah dan tidak mempersekutukannya, menegakkan Shalat, menunaikan Zakat yang dipardhukan, berpuasa dalam bulan Ramadhan, kemudian laki-laki itu bertanya lagi : apakah Ihsan itu ? Nabi SAW, menjawab : bahwasanya Ihsan itu ialah keadaan engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melaihat Allah, sekiranya engkau tidak dapat melihatnya, maka Allah melihat akan engkau.

Maka dapat dipahami kesempurnaan agama adalah atas tiga kesimpulan : yakni : Iman –Islam –Ihsan.

Tentang Iman :
Kita pelajari ilmu ushuludiin atau ilmu kalam, yakni ilmu pokok kepercayaan dalam Agama, setelah ilmu ushuludiin berkembang menjadilah suatu cabang ilmu yang dinamakan ilmu Kalam, didalam ilmu kalam ini dibahas mengenai shifat-shifat Tuhan, dibicarakannya dengan alasan-alasan secara ‘aqal sehat yang berpancar dari otaq. Maka Imam “ Asy’ari “ seorang ulama besar mengambil kesimpulan dalam “ shifat duapuluh “, sebelum itu beliau pada mulanya berpaham “ Mu’tazilah “, dan setelah beliau meninggalkan paham “ Mu’tazilah “ maka beliau menyusun pula “ ‘Aqoid ketuhanan ” menentang paham Mu’tazilah tersebut, sehingga kemudian pahamnya Imam Asy’ari ini menjadi maqom ahli sunah waljama’ah , pelajaran shifat duapuluh itulah yang selama ini merupakan pula pelajaran ketuhanan kita dan menjadi ‘Aqidah / kepercayaan beragama, yang secara beraqidah atau dalam cara kita berupaya mengenal Tuhan dengan jalan penyelidikan ‘Aqal Fikiran semata-mata, tetapi ilmu untuk mencapai Haqeqat ketuhanan ialah ilmu yang terpancar dalam Hati, tegasnya : ilmu adalah “ Pelita “ diatas otaq dan “ Agama “ adalah Pelita didalam Hati.

Tentang Islam :

Kita pelajari ilmu fiqiih sebagai ilmu ketho’atan, ialah suatu cabang ‘ilmu untuk memfahamkan syare’at atau peratura-peraturan berupa perintah atau larangan atas dasar Al Qur’an dan sunah Rasul yang merupakan sumber-sumber hukum dalam Islam, didalamnya terdapat ketentuan-ketentuan hukum ‘Ibadat, hukum Mu’amalah ( Perdata ), hukum Janayat ( Pidana ), hukum Rumahtangga ( Nikah – Tholaq – Ruju’ ), hukum Faraid, hukum wajib – Haram – Makruh – Sunah – Mubah – dan lain-lain yang semuanya itu merupakan ‘Amalan zhohir, maka ‘Ilmu fiqih digolongkan sebagai ‘Ilmu Zhohir.

Tentang ihsan :

Yaitu kunci daripada semuanya kita pelajari ‘Ilmu tashauf sebagai ‘Ilmu Bathin, maka golongan tashauf dengan ‘ilmu ……. .bermusyahadah atau menyaksikan tuhan, tidak dengan jalan penyelidikan ‘Aqal Fikiran tetapi dengan jalan merasakan atau menyaksikan mata dan sir rahasia hati, bagi mereka pengetahuan tentang tuhan dan ‘Alam wujud ini adalah suatu pengetahuan atau Ilham yang dilimpah karuniakan oleh Allah ‘Aza wajala kedalam jiwa kita sebagai rahmat Allah ta’ala dikala dan manakala manusia terlepas dari godaan hawa nafsu dan memusatkan ingatan semata-mata kepada “ Dzat “ – terangkanlah tabir rahasia dengan karunia rahmat Allah – Dzat yang wajib wujud – terangkan;ah tabir rahasia malakut dan tetkala itu jelaslah Haqeqat ketuhanan yang selama ini terrahasia dengan idzin Allah , tetkala itu ‘Aqal pikliran tiada berjalan lagi melainkan tiba-tiba derajat yang paling tinggi : jauh di atas ukuran kata-kata.

Maka batas pengertian ‘ilmu filsafat ( ‘ilmu kalam ) dengan ‘ilmu tashauf kiranya dapat dipahamkan dari suatu kisah pertemuan antara Abu ‘Ali Ibnu Sina, seorang tokoh filsafat ( ‘ilmu kalam ) disatu pihak, dengan Abu Sa’id seorang tokoh ‘ilmu tashaauf dilain pihak, lalu setelah mereka satu dengan lain sudah berpisah, adalah orang yang bertanya kepada Ibnu Sinaa : bagaimana kesan tuan tentang Abu Sa’id ? jawabnya : saya ketahui apa yang Abu Sa’id saksikan / rasakan. – setelah itu pergi bertanya pula orang itu kepada Abu Sa’id : bagaimana kesan tuan tentang ibnu Sinaa ? jawabnya : saya merasakan apa yang ibnu Sina ketahui.

Berlainan sekali dengan mereka dari kalangan ahli-ahli ‘ilmu kalam dan filsafat juga ahli-ahli ‘ilmu fiqih yang acapkali berbantahan berselisih antara mereka, maka rata-rata qaum shufi itu bersikap damai dan tidak ada pertengkaran memperebutkan faham pengertian di kalangannya, karena qaum shufi itu lebih menyibukkan dirinya dengan dzikirullah / mengingat Allah, terpaut hatinya hanya kepada Allah, begitulah jaminan Allah memberi ketentraman hati bagi orang-orang yang selalu mengingat Allah sebagaimana firmannya :

Alladziina amanuu watathma’inna quluubuhum bidzikrillai, alabidzikrillahi tathma’inul qoluub, alladziina amanuu wa’amilushsholihati thuubaa lahu wahusnulma’aab ( arra’du – 28 – 29 ).

Artinya : yaitu orang-orang yang beriman menjadi tentramlah hati-hati mereka dengan mengingat Allah, camkanlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram, orang-orang yang beriman dan beramal shalih ( banyak beramal yang sunat ) bagi mereka itu kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.
Dengan berkata ketentraman hati itulah golongan shufi tidak kecil hati tidak penakut, tetap pendirian tiada ragu-ragu dan tiada pula duka cita berkesusahan, hidupnya sederhana – tidak mengejar-ngejar kebutuhan, tidak berlebih-lebihan, mereka selalu bersyukur kepada Allah, senang dalam hidup apa adanya, shabar kuat menahan kesakitan dalam menjalankan perintah –perintah Agama dan dalam hal menerima berbagai cobaan dan ujian dari Allah ta’ala mengutamakan keikhlashan ber’amal dan ber’ibadat kepada Allah karena bukan karena mengharap imbalan pahala / syorga meskipun dikalangan qaum shufi ini dapat bermacam-macam thoreqat ( sistem ) dzikrullah dan kifayah-kifayah ‘amal tidaklah terdapat pertikaian menyolok antara thoreqat yang satu dengan yang lainnya, oleh karena mereka sama ( satu ) dalam upaya mensuci bersihkan hati, hingga mereka yang bermacam-macam thoreqat itu sama-sama hatinya selalu tentram tidak ada rasa dimusuhi atau memusuhi dan yang ada hanyalah kesatuan satunya tujuan mereka yakni : dengan thoreqat masing-masingnya hendak mencapai Haqeqat ketuhanan.

Maka sungguh tiadalah wajar kalau golongan shufiyah / thoreqat ini sampai dicurigai : orang-orang yang membahayakan keamanan atau yang mematikan semangat kerja atau dihembus-hembuskan sebagai golongan sesat atau apakah lagi sebutan-sebutan yang buruk.
Syekh junaid .k.s tokoh ‘ilmu tashauf berkata : bahwa semua thoreqat / tashauf itu akan tidak berhasil jika tidak menuruti sepanjang ajaran Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai sumber thoreqat.

Pada waktu menerangkan tujuan shufi maka syekh junaid al-baghdadi berkata : kami tidak mengambil tashauf / thoreqat ini dari pikiran atau pendapat orang, tetapi kami ambil dari menahan lapar dan meninggalkan terpautnya kecintaan kepada dunia, meninggalkan kebiasaan kami sehari-hari untuk mengikuti segala yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang,

penjelasan arti tashauf oleh para ahlinya dalam arti pada bahasa ( Lughoh ) dan pada arti ta’rif ( Difinisi ). Arti pada bahasa Shufa – Shofwan – Shufwu - yang artinya : bersih dan jernih dan keikhlashan berkasih sayang, maka arti tashauf menurut kata bahasa adalah Membersihkan Menjertihkan Hati dari segala budi pekerti dan shifat-shifat yang kotor menggemarkan Akhlash ber’amal dan perangai kasih sayang .

maka albasyir salaseorang ali shufi memberi arti :

Ashshufi man shafa qolbuhu.

Artinya : orang shufi itu orang yang bersih suci hatinya.

Dan arti thashauf / thoreqat pada ta’rif adalah :

Dawamul’ubudiyyati zhohiron wabathinan ma’a dawami hudhurilqolbi ma’allahi.

Artinya : berkekalan memperhambakan diri zhohir bathin kepada Allah serta berkekalan tiada berkeputusan hudhur hati ( Ingat ) beserta Allah.

Abu Muhammad Jurairi berkata : tashauf adalah masuk kedalam budi dengan menuruti contoh yang ditinggalkan oleh Nabi SAW, dan dengan meninggalkan budi yang rendah.

Syekh Jakariya Al-anshorri berkata : tashauf adalah ‘ilmu yang menerangkan ha-hal tentang cara-cara mensucibersihkan jiwa, tentang cara memperbaikkan Akhlaq dan tentang cara pembinaan kesejahtraan zhohir batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.

Ada juga yang berkata : tashauf / thoreqat ialah membersihkan jiwa dari pengaruh benda atau ‘ilmu supaya mudah menuju pada Allah ‘aza wajala,

Dan masih ada beberapa pendapat lagi yang maksudnya serupa atas dasar tujuan itulah lahirlah suatu tatacara dalam bentuk pendidikan budi pekerti yang tersusun atas dasar pendidikan tiga tingkat.

Pertama :

Takholli yakni membersihkan diri zhohir batin dari shifat-shifat yang tercela dan menjauhi ma’shiat zhohir batin,

Kedua :

Tahalli yakni mengisi dan mehiasi diri zhohir bathin dengan shifat-shifat yang terpuji dan dengan tho’at dan taqwa zhohir dan bathin,

Ketiga :

Tajalli yakni tiada berputus meresakan akan rasa ketuhanan yang sampai mencapai haqeqat kenyataan Allah wahdah, tiada pandang hanya tunggal pandangnya kepada Allah dzat alwajibul wujud, tiada ingat akan segala sesuatu melainkan hanya ingat kepada Allah jua, tiada dirasakan sesuatunya hanya rasa akan Esanya Allah ta’ala jua.

Dalam hubungan inilah maka ‘ Dzunnuuni q.s . seorang ahli tashauf yang terkemuka, ketika ditanyakan kepadanya : dengan jalan apakah tuan mengenal Tuhan ? maka dijawab oleh beliau dengan suatu hadits :

‘Aroftu robbii birobbii.

Artinya :Aku mengenal tuhanku dengan tuhanku, kalaulah bukan dengan tuhanku tidaklah aku akan mengenal tuhanku, dan pada lain kesempatan belaiau berkata :

Man lam yadzuq lam ya’rif.

Artinya : barangsiapa yang belum pernah merasainya tentu belumlah dia mengenalnya.

Kiranya dapat disimpulkan bahwa ‘ilmu untuk mencapai haqeqat ketuhanan bukanlah dengan jalan ‘ilmu yang dipikirkan oleh otaq semata-mata melainkan adalah ‘ilmu yang terpancar dalam lubuk hati.

Perhatikan oleh kita , bahwa :

1. seseorang mungkin belajar rukun iman dengan ushuludiin atau ‘ilmu kalam sehingga dia tahu dan percaya bahwa Allah itu ada ( Wujud ) akan tetapi mengetahui saja Shifat Wujud wajib bagi Allah tiada cukup untuk menerbitkan rasa takut kepada Allah, apabila dia belum dapat membuktikan keimanannya itu dengan mengetahui kewajiban apakah yang dia mesti perbuat selaku hamba Allah.
2.‘Ilmu yang mempelajrkan kewajiban-kewajiban dalam membuktikan keimanan kepada Allah itu ialah : ‘Ilmu fiqih yang membentangkan hukum –hukum dalam Islam, utamanya rukun islam, tetapi mengetahui saja kewajiban dan hukum tidaklah cukup untuk dapat menerbitkan rasa takut / taqwa kepada Allah dan patuh mengerjakan segala suruhan serta meninggalkan segala larangan bila tidak adanya pengawasan atas jiwa.
3.‘Ilmu yang mempelajarkan pengawasan atas jiwa itu ialah tashauf / thoreqat, rasa takut kepada Allah terbit dari hati yang bersih dari kotoran-kotoran hawa nafsu, karena tashauf bekerja mengawasi jiwa dan membersihkannya dari kotoran-kotoran hawa nafsu sehingga rasa taqwa terbitlah dari hati yang suci dan selalu merasa dekat kepada Allah, karenanya terbitlah cinta kepada Allah, lalu dawam / berkekalan mengingat Allah yang dicintainya, seolah-olah manunggal hamba dengan tuhannya, berarti : ushuludin – fiqih – dan tashauf adalah kesatuan ‘ilmu bagi mencapai kesempurnaan yang dikehendaki oleh Agama yaitu : Iman, Islam, Ihsan, dan sepertinya Iman dan Islam, itu dengan ‘amal Ihsan.
Berarti : huikum ditentukan dengan fiqih dan pengawasan atas jiwa dengan tashauf, perpaduan fiqih dan tashauf adalah perangkat terpadunya “ otaq dan hati “ yang merupakan derajat dalam islam.

Maka ‘ilmu itu selalu bertumbuh, berkembang dan bercabang-cabang seiring kemajuan zaman, dimana ‘ilmu pengetahuan dari abad keabad berkembang semakin banyak cabang-cabangnya. Hanyalah mereka yang membeku otaqnya masih tidak dapat mengerti tentang timbulnya cabang-cabang ‘ilmu itu, sebab dewasa ini masih acapkali terdengar suara sumbang mengejek : bagaimana mesti ada itu tashauf ? bagaimana itu mesti ada thoreqat ? bukanlah cukup Qur’an dan Hadits saja ? bahkan ada yang lebih sengit lagi katanya : apa yang selain Qur’an dan Hadits itulah bid’ah, khurfata dan sesat. Pendapat demikian adalah pendapat mereka-mereka yang mempersempit keluasan ‘ilmu yang terkandung dalam Qur’an dan Hadits sebagai sumber dari segala cabang-cabang ‘ilmu dan ‘ilmu-‘ilmu cabang. Mereka itu tidak mengerti, bahwa bahkan bukan saja ‘ilmu fiqih – ‘ilmu ushuludin – ‘ilmu tafsir – dan ‘ilmu tashauf / thoreqat itu dilahirkan dari Qur’an dan Hadits, bahkan segala ‘ilmu seperti : ‘ilmu pasti – ‘ilmu mekanik dan lain-lain ‘ilmupun terlahir dari Qur’an dan Hadits, misalnya saja : ilmu alam sebagai pokok ilmu bercabanglah ilmu kimia – ilmu pertanian – ilmu pertambangan dan banyak lagi, kalau di ibaratkan ada peraturan ilmu alam, bahwa manakala “ Shoda Kustik “ dilarutkan dengan minyak kelapa maka jadilah dia sabun, itulah ilmu yang melaksanakan peraturan ilmu alam adalah ilmu kimia sebagai suatu cabang dari ilmu alam dan dia tidak keluar dari pokok / induknya.

Begitulah gambaran untuk menjelaskan ‘ilmu tashauf atau threqat sebagai ilmu pelaksanaan dari ajaran Qur’an dan hadits itu adalah pokok / sumber ‘ilmu agama islam dan qaum muslimin dalam menghadapi arus kemajuan yang pesat itu semakin dihadapkan pada persolah–persoalan baru dan tiap persoalan baru selalu dapat dipecahkan dengan cabang-cabang dan ranting-ranting ‘ilmu yang dapat dipetik dari penafsiran ayat-ayat Qur’an yang luas.

Bukankah jangan dilupakan penegasan Allah subhanahu wata’ala didalam firmannya :

Qul laukanalbahru midadan likalimaati robbii lanafidalbahru qobla antanfada kalimatu robbii walauji’na bimitslihi madadan ( Kahfi – 109 ).

Artinya : katakanlah ! jikalau sekiranya seluruh lautan menjadi tinta untuk dipakai menuliskan kalimah-kalimah ( ‘Ilmu2 ) tuhanku sesungguhnya habislah lautan tinta itu sebelum selesai habislah ditulis kalimah-kalimah tuhanku, meskipun Allah datangkan tambahan lautan tinta sebanyak itu lagi.

Maka janganlah orang yang mengaku dirinya islam terlalu lantang mengatakan : ini tidak ada di Qur’an , itu tidak terdapat di Qur’an , kasihan mereka yang tidak percaya akan Luasnya Qur’an, karena tidak tahu sudah banyak bicara, orang-orang beginilah yang akan bingung manakala dikatakan : jangankan ‘ilmu thoreqat, bahkan ‘ilmu membuat sambalpun ada induknya didalam Qur’an.

Firman Allah ta’ala :

Alam taro annallaha anzala minasysyamaai maa an faahrojna bihi tsamarotin mukhtalifan alwanuha waminaljibali judadubidhun wahumrun mukhtalipun alwanuha wafarobiibu sudun , waminannasi waddawabi walan’am mukhtalifun alwanuhu kadzalika , innamaa ykhysllaha min’ibadihl ‘ulamauu innallaha ‘aziizun ghofuur.( alfathor – 27-28 )

Artinya : tidakkah kalian memperhatikan bahwa Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah buahan yang beraneka macam jenisnya – dan diantara gunung –gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya – dan adapula yang hitam pekat, dan demikian pula diantara manusia, binatang –binatang lepas dan binatang ternak adalah bermacam-macam jenis dan warnanya, sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambanya hanyalah ‘Ulama ( Ahli ‘Ilmu ) sesungguhnya Allah maha kuasa lagi maha pengampun.

Lihatlah betapa didalam ayat tersebut terpendam ‘ilmu Cuaca–‘ilmu pengairan – Pertanian –( bertani ) –‘ilmu Pegunungan / Kehutanan – ilmu Cahya dan Angkasa – ‘ilmu Hayati – ‘ilmu Hewan – ‘ilmu Peternakan dan lain-lain yang terus berkembang,

Dan adapun ‘Ulama yang dimaksud dalam ayat tersebut ….. hanya yang takut ….. kepada Allah diantara mereka ( Hamba-hambanya ) hanyalah ‘Ulama, kiranya itulah ulama-ulama ahli muqorrob ( berhampiri diri ) kepada Allah, karena mereka melihat segala sesuatu itu berkata :

Maroaitu syaian illa roaitu fiihi robban.

Artinya : daku tidak melihat pada sesuatu melainkan daku melihat tihan pada sesuatu itu,

Para muqarrobiin itu menempuh jalan thoreqat dengan menjalankan latihan-latihan jiwa / riadhoh , membersihkan jiwanya dari shifat-shifat yang tercela ( Madzmumah ) dan mengisi jiwanya dengan segala shifat-shifat Mahmudah ( yang terpuji ), menjalankan “ Mulazamatudzdzikri “ yaitu terus menerus berada dalam berkekalan Dzikrullah ( Mengingat Allah ) sambil terus menerus menghindarkan diri dari segala sesuatu yang dapat melupakan diri pada Allah ( Mukholafah ) dengan penuh Ikhlash semata-mata untuk memperoleh keadaan ( Tajallai ) yakni bertemu dengan tuhannya sebagaimana berada daripada firman Allah ta’ala :

Nahnu aqrobu ilaihi min hablilwarid ( Q – 16 )

Artinya : kami ( Allah ) lebih dekat kepadanya terbanding urat lehernya.

Salasatu dasar perhatian mereka ialah firman Allah ta’ala dalam hadits qudsi :

kunta khoziinatan, khofiyatan, ahbabtu anu’rofa fakholaqtul kholqo fata’aroftu ilaihim fa’arofuunii.

Artinya : adalah kami satu perbendaharaan yang tersembunyi, kami kehendaki supaya kami dikenal, maka aku jadikan makhluq maka dengan pengenalanku kepada para makhluq itu lalu mereka mengenal kami.
Para ahli shufiyah memperhatikan bahwa kehidupan dan alam penuhlah dengan Rahasia-rahasia yang tersembunyi yang tertutup oleh hijab atau dinding aling-aling yang diantara dinding aling-aling itu ialah Hawa Nafsu kita sendiri, tetapi rahasia itu mungkin terbuka dan hijab mungkin tersingkap sehingga kita dapat melihat dan merasai atau berhubungan langsung dengan yang Maha Rahasia asal kita sudi menempuh jalannya dan jalan itulah yang dinamakan thoreqat, oleh karena itu maka thoreqat termasuk ‘Ilmu Mukasyafah, yang memancarkan nur cahaya kedalam hati murid-muridnya sehingga dengan nur itulah terbuka baginya segala sesuatu yang ghoib daripada ucapan0ucapan Nabinya SAW, ( Hadits )langsung ) dan rahasia-rahasianya tuhannya, ‘ilmu Mukasyafah tidak dapat dipelajari tetapi diperoleh dengan “ Riyadhoh dan Mujahadah “ sebagai kunci pembuka bagasi petunjuk Hidayatullah, sesuai dengan firman Allah ta’ala :

Walladziina jahaduu fiiha lanuhdiyannahum subulana, wainnallah lama’almukhsiniin ( al’ankabut – 69 )

Artinya : dan mereka yang berjihad ( bersungguh-sungguh berjuang ) untuk Allah, sungguh akan Allah tunjukkan kepada mereka jalan-jalan ( thoreqat ) kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang yang memperbuat kebajikan .

Bab (2) Pembinaan Pribadi


Sebagai mana telah diuraikan, bahwasanya tashauf adalah merupakan dasar pokok kekuatan bathin, pembersih jiwa, pemupuk iman, penyubur ‘amal shalih, semata-mata mencari keridhoan Allah memperkuat daya juang dalam latihan jiwa, untuk Ma’rifatullah. ( Mengenal Allah ), setingkat demi setingkat hingga sampai pada maqom fana yaitu lebur peribadi pada kebaqoan Allah, dalam keadaan mana semua rahasia yang membatasi diri dengan Allah tersingkap, kasyfa, ahadiyah, wahidiyah, wahdah, dalam baqonya satu pada ‘abid dan ma’bud, yang menyembah dan yang disembah dimana seorang itu sampai pada Haqeqat sebagai ujung dari semua perjalanan.

Dengan jalan tashauf / thoreqat seseorang dapat mengenal Tuhannya, dan dia merasakan wujudnya, tidak sekedar mengetahui bahwa Allah itu bershifat Wujud maka Fana dapat diartikan dengan bahasa falsafah : ( Mentiadakan Diri Supaya Ada ), maka mencapai ma’rifat diperlukan melalui : Syare’at ( Peraturan ), thoreqat  ( pelaksanaan ), Haqeqat ( Kenyataan ).

Adapun tatacara urusannya mesti ditempuh untuk mencapai tujuan itu pada pokoknya ialah: ( Takhalli ) , Membersihkan diri Zhohir dan Bathin dari segala shifat2 dan perangai yang tercela, menjauhi Ma’siat Zhohir dan Bathin, lalu              ( Tahalli ) mengisi diri dengan shifat2 yang terpuji, tho’at zhohir dan tho’at bathin, barulah ( Tajalli ) memperoleh kenyataan.

Maka pintu yang menghantarkan pada ( Fana ) adalah ( Dawamudz dzikri ), artinya : tetap berkekalan mengingati Allah, dan ( Dawamun nitsani ), artinya : tetap berkekalan lupa pada selain Allah, lalu dzikirnya meliputi  ( Dzikrul lisaani ) artinya : Dzikir dengan lisan, ( Dzikrul qolbi ) artinya : Dzikir hati , ( Dzikru ssirri aodzikrruuhi ) artinya : Dzikir rahasia atau Dzikir nyawa.

Adapun dinding atau hijab yang seolah-olah membatasi diri dengan Allah dzat yang wajib wujudnya itu ialah ( Hawa Nafsu ) kita sendiri, maka dalam usaha mengangkatkan hijab itulah maka, dilaksanakan latihan-latihan / riyadhoh / mujahadah menempuh tatacara ( Takholli , Tahalli , Tajalli ), tersebut, maka tiada lain mendahulukan pembinaan peribadi dalam mengutamakan perbaikan ( Akhlaq ) yang merupakan titik tolak beragama, karena demikian itu telah disyare’atkan sabda Rasulullah SAW.

Innamaa bu’itstu liutammima makarimal akhlaq

Artinya : sesungguhnya daku ini diutus oleh Allah untuk mengutamakan penyempurnanya akhlaq.

Imam Ghazali r.a. berkata : bahwa tujuan perbaikan ( Akhlaq ) itu ialah dengan membersihkan hati dari kotoran-kotoran ( Hawa Nafsu ) dan amarah, agar hati menjadi bersih, suci bagaikan cermin, siapa menerima Nur cahya Tuhan.

Firman Allah ta’ala :
Faman kana yarjuu liqooa robbihi falya’mal ‘amalan sholihan wala yusrik bi’ibadati robbihi ahadan ( al-kahfi – 11 )

Artinya : maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Allah hendaknya dia mengerjakan ‘amala yang shalih. Dan jangan ia mempersekutukan sesuatu apapun dalam ber’ibadat kepadanya,

Perhatikan pula firman Allah ta’ala :

Wa’bud robbaka hatta ya’tiyakal yaqiin ( al-hajar – 99 )

Artinya : dan sembahlah tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini ( Ajal )

Maka berarti untuk mencapai perjumpaan dengan Allah mestilah mengemarkan ‘amal-‘amal shalih / segala kewajiban yaitulah berakhlaq baik berperangai ikhsan, dan landasan untuk itu pertama-tama shifat Shabar, sebab tiada sahifat shalih manakala tiada shabar dan shifat shalih itu pun bertandakan shifat syukur dan shifat ridho atau ikhlash.

1.      Shabar :
Menurut Imam Ghazali : bahwa yang  dinamakan shabar itu ialah meninggalkan hal pekerjaan yang digerakkan oleh “ Hawa Nafsu “ dan tetap pada pendirian Agama yang mungkin bertentangan dengan “ Hawa Nafsu “ , lantaran semata-mata menghendaki kebahagiaan dunia dan akhirat.

Memang shabar itulah merupakan ( jihad  / perjuangan ) besar untuk menghadapi ( Hawa Nafsu ) bagi kembali pulang kepada tuhan.

Firman Allah ta’ala :

Wasta’iinu bishshobri washshalat, wainnaha lakabiirotun illa ‘alalkhosi’iin , alladziina yadzunnuna annahum malaquu robbihim wainnahum ilaihi roji’uun ( al-baqarah – 45 )

Artinya : jadikanlah shabar dan shalat itu penolak dan sesungguhnya yang demikian itu
berat kecuali bagi orang yang khusyu’ yaitu orang yang meyaqini bahwa mereka itu akan menemui tuhan dan bahwa mereka akan kembali pada Allah.

Sifat shobar diakui sebagai suatu yang ( Berat ) yang demikian istimewanya karena hanya dapat dipikul oleh orang-orang yang khusyu’, yaitu orang-orang yang selalu pandangannya kepada Allah semata-mata baik ‘itiqadnya dan bener tujuannya, kuat menahan dan memikul segala kesakitan dan keberatan dalam mentho’ati peraturan Agama, baik itu berupa perintah atau yang berupa larangan.

Ahli filsafat mengatakan bahwa : dengan Ilmu saja tidaklah cukup melakukan dasar yang utama bagi suatu kesempurnaan, tiada tho’at jika tiada shabar,

Qaum shufi memberi perincian tentang shabar sebagai berikut :

1. shabar pada tho’at :
manusia mempunyai kekhushushan tersendiri : menghadapi banyak pengawasan atas dirinya dalam suatu tugas kewajiban dalam rangka Tho’at, maka shifat shabar adalah menjadi penolong dan pengawasannya dalam tiga keadaan :
pertama :
shabar sebelum tho’at : ialah niyat yang ( Ikhlah ), tujuan yang shaheh serta dengan keyakinan Agama merasa berkewajiban menerima peraturan berupa perintah atau larangan.
Kedua :
Shabar melaksanakan Tho’at ialah melaksanakan segala kewajiban Agama, sampai selesai baik berkala maupun yang terus menerus dengan penuh kesungguhan dan rasa tanggung jawab.
Ketiga :
Shabar setelah Tho’at ialah tidak merasa bangga dengan selesainya tugas pekerjaan, tidak menghitung-hitung jasa, tidak iri hati atas kelebihan atau kekurangan orang lain, tidak riya untuk dikagumi hasil usahanya, tidak pamrih.
2.      Shabar pada kewajiban :
Mengetahui sesuatu kewajiban saja tidak cukup untuk dapat mengerjakannya tampa adanya keshabaran, sama halnya dengan mengetahui sesuatu larangan itu belum tentu dapat meninggalkannya manakala tampa adanya keshabaran, misalnya dalam menunaikan Shalat – Zakat – Puasa – ‘Ibadah haji – Dzikrullah – Wirid – wirid itu sangat memerlukan keshabaran, seumpama mengerjakan Shalat pardhu lima kali sehari semalam saja adalah mendidik diri peribadi untuk membiyasakan shabar menjadi Thobe’at sehari-hari dalam mengharap ridho Allah, begitupun dengan puasa, apalagi dengan membanyakan ‘amal-‘amalan yang sunat-sunat maka shabar dan shalat betul-betul banyak mengandung Hikmah dan mengundang shifat-shifat yang terpuji seperti antara lain : Tho’at – Patuh – Setia – Tanggung jawab – Lurus – Menepati Janji – Menghargai Waktu – Taqwa – Lembut – Berbudi Halus – Cinta damai dan Kerukunan – tenang dan yang seperti itu yakni semua shifat-shifat yang terpuji.
3.      Shabar dalam beberapa bagian :
Yaitu pada terbaginya menurut hukum :
·        Shabar dilakukan untuk menjauhkan diri dari pada segala yang haram, hukumnya itu : Wajib, sama dalam hal untuk melaksanakan yang : Pardhu,
·        Shabar dilakukan untuk melaksanakan yang sunat-sunat atau untuk menjauhi yang makruh, itu hukumnya : Sunat.
·        Shabar dalam menjalankan hukuman diri sebab pelanggaran hukumnya : Mubah.
·        Shabar dalam dalam menegakkan kehormatan peribadi dan / haq memiliki peribadi, maka hukumnya itu : Haram.  
Itulah namanya shabar menjalankan dan mentho’ati hukum Allah adalah segi berjuang diatas jalan Allah, mati dalam perjuangan diatas jalan Allah itu mati Syahid yakni berjuangan pada yang bersifat Amar Ma’aruf dan Nahii Munkar. Melakukan shabar pada yang demikian dinamakan ( Shabar Suja’ah ) Shabar berani, memang shabar demikian semakin tambah Berat, tetapai mulya.
Panglima perang dimasa Rasulullah SAW,yaitu Kholid bin Walid berkata : wahai keluarga Islam, shabar itu kemulyaan dan kalah itu sesuatu kehinaan, kemenangan adalah keshabaran.

Firman Allah ta’ala :
Washbiruu, innallaha ma’ashshobiriin ( al-anfal – 46 )

Artinya : dan bershabarlah kamu sekalian, sesuangguhnya Allah besrta orang-orang yang shabar, satu-satunya kekuatan daya ketahanan itulah shabar baik segi duniawi maupun segi Akhirat.

Firman Allah ta’ala :
Ulaaika yujzaonal ghurfata bimaa shobaruu wayulaqqoona fiiha tahiyyatan wasalaaman            ( al-furqon – 75 )

Artinya : mereka itulah orang-orang yang dianugrahi Allah dengan martabat yang mulya                         ( dalam syurga ) karena kesabarannya dan mereka disebut dengan kehormatan dan upacara selamat.

2. Sykur :
syukur itu adalah suatu shifat yang terpuji dan dipuji oleh Allahdan adalah dia salasatu tiang utama pada perbaikan Akhlaq dan pembinaan peribadi manusia, orang yang tidak tahu bersukur / berterima kasih atas Ni’mat –ni’mat yang diperolehnya maka kesusahanlah yang akan menyertainya, dan shifat tidak mensyukuri ni’mat Allah itu adalah Kufur yang tiada disukai oleh Allah dan tentu dibalas dengan ‘Azab yang pedih.

Adapun termasuk dalam arti syukur ialah keadaan seseorang mempergunakan ni’mat yang dilimpahkan oleh Allah kepadanya itu kepada kebajikan melulu seperti          ( Tangan ) digunakan untuk bekerja dan berusaha mencari Rizqi yang Halal dan pada perbuatan menolong sesama manusia yang menderita kesusahan, ( ‘Aqal ) dimanfaatkan bagi menambah ilmu pengetahuan yang berguna bagi sesama Makhluq, dan dirinya di’abdikan untuk beribadat kepada Allah ta’ala dan berbakti kepada masyarakat dan yang seperti itu pula.

3.Taubat :
taubat adalah suatu shifat yang terpuji dan dipuji oleh allah ta’ala,
sebagaimana firmannya :

Innallaha yuhibbuttawabiina wayuhibbulmutathohiriina ( al-baqarah – 222 )

Artinya : sesungguhnya Allah mensukai orang-orang yang taubat dan mensukai orang-orang yang mensucikan diri.
Syukur dan taubat mestinya selalu berdampingan, karena keduanya itu sebenarnya dalam satu “ Kandungan “ Dzikrullah, maksudnya tiada dapat dianggap adanya Dzikirllah manakala tiada mengandung Syukur dan Taubat, sebagaimana sebaliknya tiada dapat dianggap ada Syukur dan Taubat manakala tiada Dzikrullah     ( Mengingat Allah ) didalamnya.

Taubat berarti dua jurusan, yaitu :

Pertama :
segera berhenti mengerjakan Ma’siat – Kejahatan – Pelanggaran menyesali karana Allah dan berhasrat kuat untuk tidak memperbuat lagi Ma’shiat / Pelanggaran itu yang semata-mata karena Allah bukan karena takut atau malu pada Makhluq, sambil memohon kepada Allah limpah karunia ampunannya,
Kedua :
Sadari karena Allah ( Mengingat Allah ) tidak mempergunakan segala ni’mat dari Allah pada jalan Ma’shiat / Pelanggaran walaupun masih memiliki kemampuan diri tidak mampuh atau bukan karena takut atau malu pada sesama Makhluq melainkan karena memandang pada Wujudullah ta’ala jua.
Lihatlah umpamanya hikmah rahasia pada wudhu ; tangan dibasuh sambil taubat ya’ni , memohon ampunannya dan berjanji diri untuk tidak mempergunakan tangan itu pada perbuatan yang terlarang oleh Allah, begitu juga mulut berkumur ya’ni bersuci dari pada kejahatan mulut pada ucapan dan minum, wajah muka dobasuh ya’ni taubat dan bersuci dari segala kejahatan muka, penglihatan Mata, Hidung – Kuping – Kaki  dibasuh maksudnya taubat dan bersuci dari segala kejahatan kesalahan berpikir, demikian pun dengan hikmah mandi ( Junub ) mengandung maksud taubat dan bersuci dari segala Dosa bahkan sampai pada Dosa anga-angan dan Siir perasaan, maka taubat adalah juga sokoguru ( tiang utama ) menunjng tegaknya Akhlaq yang baik.
4. Radhoa bilqodho : 
pada umumnya manusia itu sukar menerima keadaan-kedaan yang biasa menimpah dirinya seperti : Kemiskinan / Kekurangan – Kerugian – Kehilangan barang atau harta banda atau pangkat kedudukan – Sakit – Kematian keluarga – dan lain-lain sebagainya yang dapat mengurangi kesenangannya.

Yang dapat bertahan dalam kesukaran dan cobaan-cobaan seperti itu hanyalah orang-orang yang telah mempunyai shifat ( Ridho ) artinya : Rela menerima Allah dengan apa yang dilimpahkan dan ditakdirkan oleh Allah kepadanya dan tetap Rela berjuang atas jalan Allah, Rela menghadapi segala kesukaran, Rela membela kebenaran, Rela berkorban harta – tenaga – pikiran bahkan nyawa raga sekalipun bagi Agama Islam karena Allah semata-mata.

Telah diceritakan oleh Rasulullah SAW. Sebuah hadits qudsi  :

Qolallahu ta’ala : Innani anallahu laailaaha illa anaa , man lam yashbir ‘alaa balaaii walam yasykur lina’maaii walam yardho biqodhooii, falyakhruj min tahti samaaii walyathlub robban siwaya.
Artinya : bahwasanya Allah ta’ala berfirman : sesungguhnya kami inilah Allah, tiada ada tuhan sebenarnya selain kami, maka barang siapa yang tidak bershobar atas cobaanku , tidak bersyukur atas ni’mat daripada kami dan tidak Rela terhadap ketentuanku maka hendaklah dia keluar dari langit ketinggian kami dan carilah tuhan yang lain daripada kami.
Demikianlah sesuai dengan sunah Nabi SAW. Maka mendidik orang seorang itu pertama-tama dengan perbaikan Akhlaq, yaitu lebih dahulu membekali peribadi dengan shifat : Shabar – Syukur – Taubat – Radho , agar tercapai peningkatan dari Muslim biasa ketingkat Mukminin baik ketingkat Mukhsiniin lalu ketingkat Muttaqiin sampai ketingkat Muqarrobiin dan ‘Arifiin,

Seseorang baru dapat bershifat dan ber’amal shaleh yang dengan itu tentu Af’al perbuatannya Shaleh maka dia adalah seorang hamba Allah yang baik ( ‘Abid ) dan manakala dia sudah menjadi demikian, tentu dia dianugrahi Allah dengan Ilmu yang terpancar dalam hatinya, jadilah dia seorang berilmu ( ‘Aliim ) dengan ilmu-ilmu yang murni, sebagaimana firman Allah :

Wainnahu ladu’ilmin limaa’alamnahu walakinna aksyaronnaasi laya’lamuun ( yusuf – 68 )

Artinya : dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan karena kami ( Allah ) telah mengajarkan kepadanya akan tetapi ( walaupun ) kebanyakkan manusia tiada mengetahui.

Dan lagi firmannya :
Wa’alamnahu min ladunnaa ‘ilman ( kahfi – 66 )

Artinya : dan kami ajarkan kepadanya dari sisi kami ( langsung ) ilmu pengetahuan.

Dan lagi firmannya :
Wayu’allimuhul kitaba walhikmata wattaurota walinjila, ( al-imran – 48 ),

Artinya : dan Allah mengajarkan kepadanya alkitab ( ….. al-qur’an ) dan ilmu hikmah ( pengetahuan umum keduniaan dan keakhiratan beserta taurot dan injiil.

Dan lagi firmannya :

Wattaqullaha, wayu’allimakumullahu, wallalu bukulli syaiin ‘aliim, ( al-baqarah – 282

Artinya : dan bertakwalah kalian kepada allah, nanti Allah mengajarknn ilmu pada kalian dan Allah Maha mengetahui atas tiap-tiap sesuatu.

Sebagaimana telah kita terangkan seperti apa yang dikatakan oleh Khodimii, bahwa Thoreqat itu sebenarnya sebenarnya sudah termasuk kedalam ilmu Mukasyafah, yang membicarakan nur cahya kedalam hati pengamalannya sehingga dengan itu terbukalah baginya segala sesuatu yang ( Ghoib ) dari ucapan-ucapan Nabinya dan Rahasia-rahasia Tuhannya, ‘Ilmu Mukasyafah itu tidak dapat ( dipelajari ) tidak ada sekolahnya tetapi dapat diperoleh dengan ( Riyadhoh dan Mujahadah ) ketekunan melatih diri dengan sungguh-sungguh dengan ( Shabar- Shaleh – Ridho ) yang merupakan pendahuluan bagi limpah petunjuk Tuhan, sesuai dengan firmannya.

Walladziina jahadu fiinaa lanahdi yannahum subulana, wainnallaha lama’al khosiniin                 ( al-ankabut – 69 )

Artinya : bahwa mereka yang bersunguh-sungguh untuk mencapai ( Kami ) akan kami beri petunjuk kepada mereka itu akan jalan-jalan kami, dan sesungguhnyalah Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat kebajikan               ( Ihsan ).

Maka orang-orang yang sudah sampai kepada tingkat suci bersih, setelah melalui segala ujian Mujahadah dan lalu mendapat ( Kasyfa ) maka tidak mustahil sampailah dia kedalam pangkat ( Waliyullah ), mendapat kebenaran dan ketinggian bartabat jiwa menghampiri Nabi SA.

Walaupun mereka itu manusia-manusia seperti kita juga, tetapi mereka itu mempunyai Hati dan Ruuhani yang suci bersih daripada segala sifat yang tercela lagi selalu khudhur Hatinya serta Allah, maka dengan mudah Hatinya menerima pancaran Nur Cahya dari Ilmu yang tidak terjangkau oleh Pancaindra , sehingga beliau- beliau itu dapatlah mengerjakan pekerjaan-pkerjaan yang besar lagi Berat karena jiwanya yang besar  dengan idzin Allah, begitulah para Rasul-rasul dipakaikan oleh Allah ta’ala kepadanya dengan ( Mu’jizat ) dan adapun kepada para Aulia Allah
dipakekan oleh Allah apa-apa yang disebut ( Karomah ), artinya : Tingkat kemulyaan .
 Bahwasanya sesungguhnya mencapai martabat ( Waliyullah ) itu dengan Iman dan Taqwa, maka tiang-tiang Taqwa itu adalah ‘amal Shaleh yang diterima oleh Allah, tiadalah kewalian Allah tampa Iman dan Taqwa.
 Pokok tangkal Iman dan Taqwa itu ialah Iman kepada para Rasulullah a.s. dan Iman kepada semua Rasul-rasul itu tercamtum didalamnya kepada Rasulullah, yang penutup ya’ni Saidina Muhammad SAW. Maka Iman kepada Nabi Muhammad SAW. Sudah mencakup pula kepada Kitab-kitab Allah dan utusan-utusan adapun manusia dalam hal Iman dan Taqwa ada lebih kurangnya, maka para waliyullah pun juga ada lebih kurang kewaliannya menurut qadar Iman dan Taqwa.

Ada dikalangan manusia yang beriman kepada Rasulullah SAW. Itu secara umum serta menyeluruh, tetapi ada juga yang beriman yang menyangkut secara terperinci, yaitu secara umum menyeluruh dia berpokok Yaqiin kepada apa yang datang kepada para Rasul itu adalah dari Allah, bahwasanya dengan Taqwanya itu dan inilah Maqomnya Waliyullah, bahwasanya para waliyllah itu
tidak berbeda dengan manusia banyak dalam hal berpakaian, berumah tangga, makan minum dan hal-hal zhohiriyah yang diperbolehkan Agama, tetapi berbeda dengan Rasulullah SAW. Maka waliyullah itu tidak mesti ma’shum ( terpelihara dari segala dosa ), boleh jadi sekali , ada salah atau

keliru , bahkan mungkin saja waliyullah itu sampai dari sebagian ilmu Syare’at dan boleh jadi pula sebagian salah-salah fiqih aysyare’ati karena lebih mempertuhankannya pada urusan-urusan itu
pada bagian perintah allah atau larangan Allah terpuji atau tercela.

Firman Allah ta’ala :
Alaa inna auliallahi lakhaufa ‘alaihim walahum yahzanuun , alladzina amanuu wakanuu yattaquun, lahumuilbutsroo fiilhayatiddunya wafiil akhiroti, latasdiila likalimatillahi,dzalika huwalfauzul’azhiim ( yunus – 63 – 64 ).

Artinya : ingatlah, sesungguhnya wali-wali allah itu  tidak ada kehawatiran          ( Takut ) terhadap mereka dan tiada pula mereka berkecil hati ( …….) yaitu mereka adalah orang-orang yang beriman dan selalu bertaqwa, bagi mereka dianugrahkan berita-berita gembira didalam kehidupan didunia dan di dalam kehidupan akhirat, tiadalah perubahan bagi kalimat-kalimat ( Janji ) Allah, yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.
Dapatlah diketahui bahwa dunianya para waliyullah itu sebagai berikut ;

Pertama : Rijalullah – dzatul mushthofa : saidina Rasulullah Muhammad bin ‘abdullah SAW.
1. Pengganti rijalullah, yaitu wali qutub namanya, ada ………………… 1
Yaitulah Nabiyullah Khidhir ismu balyan bin Malkan  a.s .
Yaitu penghulunya sekalian para waliyullah

2. wazairun daripada wali quthub adalah wali ( Amaman ) namanya ada …………………… 3
satu : dikanan dan satu dikiri, apabila Amaman yang dikanan itu kosong, maka bergeser wali Amaman yang dikiri.
Menempati kekosongan yang dikanan menggantikan wali Amaman yang dikanan itu, sedangkan kekosongan wali Amaman yang dikiri dicukupi oleh penggantinya dari …
3. Wali Autad namanya ada …………………… 4
seorang dimasyriq, seorang dimaghrib, seorang disyam.
Seorang diyaman, bahwasanya wali Autad ini dapat bergeser,
Antara Masyrik dan Maghrib hanya waktu ( 7 . menit  15 detik  ).
Maka para wali Autad ini adalah pekerjaannya menjalankan tugas yang paling berat, dan manakala ada kekosongan salaseorang dari pada wali Autad yang ( 4 ) ini maka dicukupilah oleh pengganti dari ……………………………..
4.      Wali Abdal namanya ada ………………………….40
Dan manakala ada kekosongan salaseorang daripadanya, maka dicukupi dengan penggantinya dari
5.      Wali Akhyar namanya ada …………………………………..70
Disebut juga wali nujabau yang manakala ada kekosongan salaseorang  dari padanya , maka dicukupi  dengan penggantinya dari ……………………….

6.      Wali Nuqobau namanya ada ………………………………………….300
Dan manakala ada kekosongan salasatu dari padanya, maka dicukupi dengan penggantinya dari

7.      Wali’Ashoib namanya ada………… 500 …………….jumlah …. 917…..
‘Ashoib disebut juga ( Almufariduun ), yaitu mereka min ahli Thoreqat yang dengan bersungguh-sungguh menjalankan tugas dari pada pemimpin ( shekh almursyid ) untuk menjalankan ( Dzikrullah ) daripada sekalian Lathoif dengan memenuhi segala syarat-syaratnya peraturan-peraturannya, adab-adabnya meliputi ‘Ilmiyahnya maupun ‘amaliyahnya ,
telah berkata Rasulullah SAW. :

Asysyaikhu fii qaumihi kannabiyyu fii ummatihi,
Artiny : bermula seorang syekh pada qaumnya ( pemimpin dengan pengikutnya ) adalah seperti Nabi pada Umatnya.

Firman Allah ta’ala :
Allahu waliyulladziina amanuu yuhzijuhum min zhulumati ilannuur, walladziina kafaruu waauliuhumuththoghutu yuhrijunahum minannuuri ilazhzhulumati, ulaaika ashhabunnari hum fiha kholiduun ( albaqarah - 257 )

Artinya : Allah itulah wali pemimpin orang-orang yang mukmin, Allah mengeluarkan mereka itu dikegelapan dikekafiran kepada cahya Iman, sedangkan orang – orang kafir itu para walinya
( pemimpinnya ) adalah Syetan ( Thoghuta ) yang mengeluarkan mereka dari cahya terang kepada kegelapankekafiran, mereka itulah penghuni neraka, kekal mereka didalamnya [].

Rahmat Mulyadi Taman Bima Permai Blok A 11 Cirebon Jabar