Sabtu, 10 Oktober 2015

BAB : 13 : PERIHAL NAMA-NAMA (HATI)....LATIN....



           BAB : 13 KETERANGAN  PERIHAL
        NAMA-NAMA HATI   

Bahwasanya nama – nama Hati itu bermacam2, diantaranya yang tersebut didalam firman Allah ta’ala, Shodru–Qolbu– fu’adu–Syaghofi–Lubbun – (Albab) sirr

Afaman syarohallahu shodrohu lil islami fahuwa ‘ala nuurin mirrobbihi, fawaelun lilqosyati Qulubuhum mindzikrillahi, ulaaika fii dholaalimmubiin.

Artinya : adalah orang yang telah dilapangkan oleh Allah dadanya (Hatinya) untuk islam maka orang itu diatas cahya dari tuhannya, maka neraka wel bagi segala mereka yang kusut hatinya daripada mengingat Allah, mereka inilah dalam kesesatan.

Dan lagi firmannya : ulaaika kataba fii qulubihimul imaanu waayyadahum biruuhi minhu ( al-mujadalah .22 )

Artinya : mereka itu disuratkan oleh Allah di dalam hati mereka keimanan dan diteguhkan mereka dengan ruuh (‘ilmu) dari Allah. dan hati itu dinamakan juga : (fu’ad )  sebagai mana di dalam firman Allah ta’ala :  

Makadzabal fu’adu maroaa (annajmu. 11)

Artinya : tiadalah berdusta Fu’ad itu ( Hati Muhammad ) mengenai apa yang dilihatnya.

Dan Hati itu dinamakn juga : (syaghofi,) seperti dalam firman Allah ta’ala :

Qod saghofaha hubban.

Artinya : sesungguhnya sangat mendalam Hatinya mencintainya. Juga hati itu dinamakan pula : Lubbun (Albab) seperti dalam ayat

Inna fii kholqissamaawaati wal ardi wakhtilafillaili wannahar laayatil liuulil albab (al–‘imran. 190)

Artinya : sesungguhnya pada kejadian langit dan bumi dan pada pergantian malam dengan siang benar – benar terdapat bukti wujudullah dan kekuasaannya bagi mereka yang ber’akal quat dan jernih.
Dan setengah dari pada itu Hati dimengenakan ( sirr ), dalilnya firman Allah ta’ala dalam hadits qudsi : 

Al insanu sirri wa ana sirruhu

Artinya : bahwa manusia yang kamil almukamil itu rahasia kami dan kami rahasia mereka. Maksudnya : manusia itu rahasia kami – ‘ilmu laduni dan ‘ilmu ma;rifat – dan bahwa : kami rahasia mereka – kamilah pandangan hati mereka, dan pendengarannya dan penglihatannya dan wujudnya dengan kami dari pada kami kepada kami tiada beserta dengan mereka hanyalah kami.
Diantara mahabbah utama yang telah mendapat rahasia tersebut adalah saidina Abubakar .r.a karena Nabi .s.a.w  telah bersabda :

Maafadhollakum abubakrin bikasroti sholatin washiyamin bal bisirri waqri fii shodrihi.

Artinya :  tiadalah melebihi kamu abubakar itu dengan banyaknya shalat dan berpuasa tetapi dengan sebab Rahasia yang amat berat / kokoh di dalam dadanya.

Dan telah pula berkata abubakar shidiq .r.a. :

Fii kulli kitabun sirrun. Wasirrullahi fiil quraani awaila suwari.

Artinya : didalam tiap–tiap kitab itu ada beberapa Rahasia. Dan Rahasia Allah di dalam Al – Quran itu adalah segala permulaan surat.
Maka di dalam kaitan ini telah barkata syekh albu’buul asroriyah :

Huruful fawatihi fii awailissuri hiya hurufun nuri.

Adapun segala hurup fawatih pada segala permulaan sirat itu adalah huruf nuur selain daripada itu, bahwa Hati disebut juga :                    (Insan) dalilnya firman Allah ta’ala :

Laqod kholaqnal insana fii akhsani taqwiim. (attiini. 4)

Artinya : demi sesungguhnya kami jadikan Insan itu pada sebagus – bagus rupa / bentuk / pendirian. Maqshudnya : sedemikian bagus rupa insan itu hingga tidak dapat dipandang dengan mata kepala dan tidak dapat diraba dengan anggota tubuh kasar. Terbanding dengan tubuh halus, maka tubuh dhohir itu belum sesempurna tubuh halus karena tubuh dhohir itu tersusun daripada – darah – daging – dan sebagainya, bahkan mengandunga najis dalam perut lagi pila terkena rusak – sakit – tua – dan binasa.
Bagaimana rupa insan diri yang halus yang bathin itu telah diterangkan dalam hadits qudsi :

Wakhuliqol insanu ‘ala shurotirrahmani

Artinya : dan dijadikan insan itu diatas rupa rahman ( yakni : ‘ala shurati ismirrahmaan )
Siapakah rupa nama Rahman ? yaitulah nama kalimat (Allah–Allah–Allah) yaitulah seolah–olah tinta penulis (Nuur Muhammad) yang menyinarkan kalimat (Allah–Allah–Allah) itu pada sekalian tubuh, maka kalimat itu bergeraq dengan sendirinya–berbunyi dengan sendirinya–berkekalan–berkepanjangan–tiada berkeputusan.

Yaitulah Seolah-olah Tinta Penulis Nuur Muhammad Yang Menyinarkan Kalimat: Allah.Allah.Allah.Itu Pada Sekalian Tubuh, Maka Kalimat Itu Bergerak Dengan Sendirinya-Berbunyi Dengan Sendirinya-Berkekalan-Berkepanjangan-Tiada Berkeputusan.

Manakala nur muhammad itu bercahya – cahya pada sekalian tubuh yang zhohir beserta bathin, maka dikatakan insan itu juga               (tidak tidur hatinya) dan manakala Nur Muhammad itu tiada bercahya diluar tubuh pun juga tidak didalam tubuh batin, maka insan itu (mati hatinya) lagi pula hati itu dikatakan juga : ‘aqal , dalillnya ialah sabda rasulullalah :

Awalu makholaqollahul ‘aqlu

Artinya : mula – mula yang dijadikan oleh alah itu ‘aqal.

Al’aqlu nuurul fii qolbi.

Artinya : ‘aqal itu adalah cahya didalam hati.

Dan menurut ahli tashauf  daripada ahli thoreqat naqsabandiyah bahwa itu ada dikatakan  : (lathifah) dan terperinci dengan nama :
1.                        lathifatul qolbi
2.                        lathifatul ruuh
3.                        lathifatul siir
4.                        lathifatul khofi
5.                        lathifatul akhfa
6.                        lathifatulnnafsi anathiqoh
7.                        lathifatul kullijasadi
didalam bahasa kita suka disebut Sukma  firman Allah ta’ala

alaa lahulkholqu wal amru, tabarokallahu robbul ‘alamiin, (al – imran . 54)

artinya : ketahuilah : bagi allah segala makhluq ini dan segala urusan itu milik allah maha agung allah seru sekalian alam.
 
 Telah berkata syaihuna : ‘ilam annal insana murokabu min’asyroti lathoifi wahiya ‘alaqismaini

   Artinya : ketahuilah oleh kamu bahwa manusia tersusun dari sepuluh lathoif dan terdiri dari 

   Dua bagian
1 . ‘Alamul Amri :
      Lathifatul Qolbu…Lathifatur Ruuh…Lathifatus Sirr…Lathifatul Khofi…Lathifatul Akhfa
2 .  ‘Alamul Kholqo
Lathifatun Nafsi Annathiqoh
‘Anashir Maun-------( Air )‘Anashir Narun ---( Api )‘Anashir Rihun-----( Angin )‘Anashir Turobun-----( Tanah ).
Maka yang empat ini terhimpun dan dinamakan : lathifatul kulli jasadi

KETERANGAN TENTANG NUUR MUHAMMAD

Dikala ‘alam adam sharofi yang dinamakan alam ghoib (al-ghuyubu) belum ada sesuatu makhluqpun, maka dzatullah dikatakan adalah perbendaharaan yang tersembunyi belum ada yang mengenalnya, kemudian dzatullah berkenan menciptakan makhluq pertamanya yang dibangsakan (Nuur) dan disebut (Nuur Muhammad), lalu diciptakan ‘arsyi yang juga disebut sajarotul yaqin (Pohon yang diyakini) yang tumbuhnya diantara alam (Adam)  dan alam (wujud) maka Nuur Muhammad bercahya gilang–gemilang kemudian tetkala Nuur Muhammad akan dimasukkan kedalam Qondillullah–tiba–tiba terjadi gelap gulita dan setelah Nuur Muhammad masuk didalam Qondillullah–terjadi terang kembali. Dengan cahya yang gilang-gemilang dan karena shifat takutnya kekhadirat ilahi maka senantiasa Nuur Muhammad munajat kekhadirat ilahi subhanahu wata’ala, oleh sebab itulah ‘Azza wajalla.- menjadikan waqtu dengan peredaran hari berganti ada siang dan ada malam, maka dengan Nuur Muhammad inilah Allah menjadikan semesta Alam.
 Oleh karena Nuur Muhammad sangat takutnya kekhadirat allah ta’ala hingga kata ibarat : bercucuran peluh / uap, maka allah ta’ala menjadikan segala ruuh – ruuh. Begitu bergeraknya Nuur Muhammad itulah ruuh ilafi namanya, dan bergesernya ruuh ilafi maka Allah jadikan ruuh idhofi, dan ruuh idhofi itulah yang meliputi (menyelulup) keseluruh tubuh kasar (kesemua badan jasmani)

Adapun Qondillullah dida;am alam shaghir pada tubuh kita berada kedudukannya didalam Hati sanubari (didalam hati jantung ada  bentuk seperti bunga teratai : itulah Qondillullah)
Dan rupa hati sanubari itulah jantung dinamai (Musajada)  yakni tempat (sujud) yakni tempat berhubungan antara  (Kholiq) dengan (Makhluq) itulah yang disebut dengan nama (Syahiro)
Adapun arti ( Syahiro ) adalah tersiar maksud maknanya ( suatu ruangan ) paseban dan didalam alam ( Syahiro itu ) diduduki oleh ( Muhammad ) yakni ( Qondillullah ) yaitu tempat wasilah hubungan antara ( Kholiq ) dengan ( Makhluq ), oleh karena lafazh aljalalah ( Allah – Allah – Allah ) itu cahya yang gilang – gemilang.

KEJADIAN LEMBAGA ADAM
Adapun kejadian lembaga adam itu daripada anashir yang empat
1 . Air
2 . Api
3 . Angin
4 . Tanah
yang terjadinya dari shifattullah (Muhammad) kemudian Allah jadikan  Asma Allah itulah (Adam), maka dimasukanlah disitu ( Shodda ) atau darah ada lima, yaitu
1 . Nuur
2 . Rasa
3 . Ruuh
4 . Nafas
5 .Budi
demikianlah yang menjadi keadaan Shifatullah yang suci. bahwasanya darah itu  (Jisim Lathif) dan mulai dimasukan kedalam rongga jasmani Insan pertama – tama pada :
Demikianlah Yang Menjadi Keadaan Shifattullah Yang Suci.
1 . Rupa
2 . Lalu Hidung
3 . Lalu Mata
4 . Lalu Pada Telinga
5 . Lalu Pada Mulut
6 . Lalu Pada Seluruh Otaq Kepala
Kemudian Seterusnya Pada Yang Lain.

KETERANGAN TENTANG SIR / RAHASIA.

Adapun rahasia itu diturunkan kepada kepada Otaq, dan Otaq itu tempatnya pada (Baital Ma’mur) setelah itu ditempatkan kepada sulbi ( Tulang belakang ),

Sebelum itu rahasianya pada alam Ghaib (Nuthfah) namanya  
Sesudah turun rahasianya itu dari Qolam (Mudhghoh),
Setelah kumpul rahasianya itu (Alaqoh), namanya
Maka berupa rahasianya itu (Kholqoh) namanya
Tetkala pecah rahasianya kepada Adam ( Wujud idhofi ) namanya
Tetkala bernafas rahasianya itu (insanul kamil) namanya
Tetkala samar rahasianya itu (Ghoibul hawiyah) namanya 
Tetkala keluar rahasianya itu (dzattullah) namanya
Tetkala ghoib rahasianya itu (Ghoibul ghuyub) namanya
Maka benama (Ahadiyah) yaitu  dzat muthlaq namanya,
Artinya : yang ada dengan sendirinya yakni Esa, tiada kecampuran sekalian Adam, 
Maksudnya : itiqod kita kepada Allah ta’ala (tetapi kata itu benar-benar) karena menilik kepada diri dan tiada adam kepada ilmunya, yaitu (‘Asyiqun) artinya birahi allah ta’ala itu akan kenyataan dengan (Dzatnya) sebagaimana yang dikatakan ulama :

al’ilmu huwadz–dzatu kasyifati,

artinya : ilmu itu Dzat seperti shifat, maka berdiri allah ta’ala itu dengan birahinya.
Adapun birahinya itu ‘ilmunya lagi pula menilik pada segala ‘ilmunya, maka: kelihatanlah….’ilmunya….yaitu : haqeqat (Muhamad SAW) adapun kehadirannya Dzat itu pada ‘ilmunya, yaitu : empat perkara :
1.      Wujud
2.      ‘Ilmu
3.      Nuur
4.      Syahud
Yakni yang dikatakan……………………….
1.      Huwal awwalu
2.      Huwal Akhiru
3.      Huwazh-zhahiru
4.      Huwal bathinu.
Artinya : yang permulaan-yang kesudahan-yang zhahir-yang bathin.
Demikianlah kata ahli alshufiyah.

Keterangan tentang wasilah dalam thareqat dzikir : menuju pada (dawamu ma’allahi).

Sebagaimana telah diterangkan bahwasanya tujuan aripada thareqat naqthajami itu telah di tegaskan dalam hadits atau ta’rifnya, iiyalah ù
Dawamu ‘ubuudiyyati zhahiran wabathinan ma’a dawami hizhuril qalbi ma’allahi.
Artinya : senantiasa berkekalan mengabdi (beribadat) menghambakan diri kepada Allah zhahirnya dan bathinnya serta senantiasa berkekalan hadhir hatinya serta Allah.

Didalam kehidupan sehari-hari tampak sunatullah (hukum ketetapan Allah) bahwa mencapai sesuatu atau menuju pada sesuatu itu mesti dengan mempergunakan tatacara atau disebut dengan kata : sistem, dan setiap tatacara itu mesti terikat dengan aturan tertentu umpamanya mengandung urutan dan susunan (tertib dan terikat) alat2, sarana2, dan perasarana2, dayaguna untuk mencapai tujuan.
Adapun tujuan kita hidup ini sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah ta’ala tiada lain melainkan untuk berkekalan semata2 beribadah kepada Allah. Yaitu ditegaskan dan ditugaskan oleh Allah ta’ala tersurat didalam firmannya:

Wamaa khalaqtul jinna wal-insa illaa liya’buduuna. (adz-dza riyati-52)

Artinya : tiyada aku jadikan (jin) dan (manusia). Melainkan untuk mereka menyembah Aku (memperhambakan diri mereka kepada Aku dengan berkekalan).
Bahwasanya memperhambakan diri kepada Allah di syaratkan dan di rukunkan.
pertama-tama beriman kepada Allah, dan manakala sudah ada iman lalu menyusul kejiban menegakkan ‘ibadat kepada Allah meliputi segala segi zhahirnya maupun bathinnya, yang segala undang-undang dasar itu termaktub dalam Al-quranul karim dan sunnatur rasul SAW, dan cara persahabatan dan siyasat atau hikmah taktik pelaksanannya itu pada (jama’ dan kias) hikmai dan ‘ulama dan istilah thareqat.
Maka dikehendaki dalam hukum Allah bahwa manakala sudah ada iman langsung kita di wajibkan menjalankan dzikrullah (mengingati Allah) dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya, sedangkan arti banyak itu menurut para ahlinya yaitu sampai melampoi batas hitungan atau bilangan maksudnya tiada berbilang lagi, hal mana ditegaskan dan ditegaskan dalam . dalm firman Allah :

Yaa ayyuhal-ladziina amanuudz-kurullaha dzikran katsiran, wasabbihuhu bukratan wa-ashiilaa, 9al-ahzab 41-43)

Artinya: wahai sekalian orang yang telah beriman, sebutlah oleh kalian akan Allah dengan sebutan yang sebanyak-banyaknya, dan tasbihkanlah oleh kalian akan Allah di pagi dan petang hari (maksudnya: siang malam).

Nyatalah dari ayat-ayat tersebut bahwa : iman saja tanpa menjalankan (dzikrullah) tidaklah memenuhi kewajiban ‘ubudiyah dan bahwa setelah kalimah ….Alladzina amanuu….di iringi dengan kalimah perintah:…..udzkurullaha…….menunjukkan betapa hukum menjalankan (dzikrullah) aitu adalah : fardhu ‘ain dan lagi pula bahwa orang yang beriman itu ialah orang yang  benar-benar mengikuti Rasulullah SAW, dengan mengambil contoh tauladan daripada banyak berdzikir mengingati Allah, sebagaimana dinyatakan  dalam firman allah ta’ala :
Laqad kaana lakum fii rasuulillahi aswatun hasanah liman kana yarjullahu walyaumal akhira wadzakarallahi katsiiran (al-ahzab-31)

Artinya : sesungguhnya pada diri rasulullah ada suri tauladan yang baik bagi kalian, yaitu barangsiapa yang mengharap ridha Allah dan kebahagiaan hari yang kemudian serta banyak mengikuti Allah. Yaitu menurut apa yang dijelaskan didalam sabdanya rasulullah SAW :

Ta’arraf illallahi fiir-rakha-i yu’arrifuka fiisy-syidati,

Artinya : kenali kepada Allah (ingatlah kepada Allah) dimasa kesenangan niscaya Allah mengingati akan engkau di masa kesusahan.
Kini jelaslah bahwa thareqat dzikir kita tetap merupakan tatalaksana dari apa yang diwajibkan oleh (syara’) berdasarkan (al-Quran) dan (Hadits nabi saw). Maka selanjutnya diperlakukan adanya sarana penghantar kepada tujuan yaitu yang disebut (wasilah), maksudnya : tali penghubung / pengikat atau disebut perantara yang bershifat penghantar pemersatu bagi menyampaikan kita berwahdah kehadhirat Allah ‘azza wa jalla sebagaimana diperintahkan dalam firman Allah ta’ala :

Yaa ayyuhalladziina amanuut-taqullaha wabtaghu ilaihil wasilatu wajahidu fii sabiilillahi la’allakum  tuflihuuna (alma-idah-35)
Artinya : wahai segala orang yang beriman takutlah kalian kepada Allah dan carilah jalan penghantar / perantara kepadanya dan berjuanglah pada jalannya, agar kalian mendapat keberhasilan.

Dan lagi perlunya adanya sarana penghantar dipujikan dalam firman Allah ta’ala pula :

U-laaikal-ladziina yad’uuna ilaa rabbihimul wasilata ayyuhum qurabu wayarjuuna rahmatahu wayakhafuuna ‘adzabahu, inna ‘adzaaba rabbaka kana mahduuran. (al-isra-57).

Artinya : orang yang menyembah / berdo’a, mereka mencari dan penghubung kepada tuhannya, mana yang lebih dekat kepadanya (thareqat muraqabatul ma’iyyah) dan mengharapkan rahmat tuhan serta takut akan siksanya, yang sesungguhnya ‘adzab tuhanmu itu adalah sangat menakutkan.

Bagaimana hukumnya mengambil atau menjalankan wasilah itu? Jawabannya ialah menurut qaidah yang berlaku :

Inna lilwasaa ili hukmul maqasidi

Artinya : bahwasanya bagi segala sesuatu wasilah itu hukumnya menurut hukumnya apa-apa yang maksudnya, maksudnya :

jikalau apa-apa yang dimaksud kan itu hukumnya wajib, seumpama ‘ibadah haji atau shalat jumah, maka mengambil wasilah penghantar / penghubung yang menyampaikan paa tujuan ‘ibadatnya itupun wajib pula, seumpama : berkendaraan dan / atau berbekal atau sepertinya. Maka dalam hal berwasilah  untuk maksud tujuan yang haram segala bentuk penghantarnya pun haram, demikian pula dalam hal yang sunnah atau makruh. Ingat-ingatlah  jangan sampai kita salah mengambil wasilah, maka hendaknya, nuruti apa yang telah itunjukkan / digariskan idalam sabda rasulullah saw. :

kun ma’allahi. Wa inlam takun ma’allahi fakun ma’a kana ma’allahi. Fainnahu yuusiluka ilallahi

artinya : jadilah dirimu beserta allah (hendaklah kamu beserta Allah) dan apabila kamu tidak bisa beserta Allah, maka jadikanlah dirimu beserta orang yang telah apat dirinya beserta Allah, maka sesungguhnya diyalah (orang itu) yang menghubungkan engkau menghantar menyampaikan engkau kepada Allah.  

Timbul tentunya pertanyaan : siyapakah orang tersebut, dimana dan bagaimana orang itu dan apa ciri-cirinya orang yang sudah dapat beserta Allah itu? Jawabannya : bukankah Allah berfirman menjelaskan ddengan orang yang bagaimana Allah itu beserta? Tilik oleh kita ayat2 yang seumpama bunyinya :

Inna llaha ma’ash-shabirina-inna llaha ma’almuttaqiina.

Maka dapat kita kesimpulan, bahwa orang yang (taqwa dan shabar) adalah orang-orang yang dapat beserta Allah, maka mereka itu dapatlah kita dekati, semoga mereka pun berilmu sehingga kiranya dapat kita jadikan mereka itu sebagai wasilah untuk (muqarabah ke khadhirat allah yang maha Esa, karena walaupun benar bahwa : seseorang nampak (taqwa dan bershifat shabar0 belum tentu mustahaq dijadikan wasilah, tetapi tiap seseorang yang sudah dapat beserta Allah lagi mustahaq dijadikan wasilah, tentu mereka itu bershifat shabar lagi taqwa, dan dengan mereka mudah mudahan kita dapat terpimpin  menjalankan :

Dawamul’ubudiyyah zhahiran wabathinan ma’a dawami hudhuril qalbi ma’allahi.
Artinya : senantiasa berkekalan memperhambakan diri kepada Allah zhahirnya dan bathinnya beserta senantiasa berkekalan hadhir hatinya beserta Allah subhanahu wata’ala-yakni sesuai firman Allah ta’ala :

Alladziina hum fii shalatihim khaa syi’uuna (al-mukminun-3)

Artinya : yaitu mereka yang dalam shalatnya khusyu’.

Dan lagi firman Allah ta’ala : alladziina hum ‘alaa shalatihim daa i-muuna  (al-mu’araj-23)

Artinya : yaitu mereka yang atas shalat mereka berkekalan.

Bagaimana telah kita ketahui (khusyu’) itu pertanda bahwa benar-benar iya telah mengingati Allah dengan sempurna dan berkekalan dan bahwa dia tiada lebih banyak mengingati (dunia) atau yang selain Allah. 

Firman Allah ta’ala : wadzkuru rabbaka fii nafsika tadharru’an wakhiifatan waduunal jahri minal qauli bilghuduwwi wal-ashali wala takun minal ghaafiliina (al-anfal-305)

Artinya : dan dzikirkan olehmu tuhanmu (allah) didalam jiwamu dengan merendahkan diri dan rasa takut, lagi pula tidak dengan suara yang nyaring / keras di waktu pagi dan petang (siang malam) dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang (lali).

Dan lagi firmannya : Wadzkur rabbaka katsiiran wa sabbih bil’asyiyyi wal-atskari (al-‘imran -41)

Artinya : dan dzikirkanlah tuhanmu sebanyak-banyaknya dan tasbihkanlah pada waktu petang dan pagi.

Dan lagi firmannya : Wadzkurisma rabbika watabattal ilaihi tabtiila (al_muzamil -8)

Artinya dan sebut-sebutlah asma tuhanmu (Allah) dan berbaktilah kepadanya dengan.

Dan lagi firmannya : fa-idz qadhaitumu sh-shalata fadzkurullaha qiyamaan waqu’uudan wa’alaa junuubikum (annisa-103)
Artinya : maka apabila kamu telah selesai mengerjakan sembahyang. Hendaklah kamu ingat akan Allah sewaktu berdiri dan duduk dan berbaring.


-Quran yang menunjukkan betapa kita diwajibkan mengingati Allah dengan menyebut-menyebut nama Allah ayat-ayat serta dengan berkekalan dalam keadaan dan kedudukan yang bagaimana pun. Sebagaimana telah diterangkan pada bab-bab yang terdahulunya atas kewajiban berdzikir (mengingati dan menyebut-nyebut nama Allah) tiada suatu ‘udzur (halangan) yang dapat dibenarkan, kecuali hilang ‘aqal atau gila. demikian pentingnya menjalankan dzikrullah!

Rasulullah saw, bersabda : inna fii jasadi mudhghatan, idza shalihat shalhul jasadu kulluhu, wa idza fasadat fasadal jasadu kulluhu, alaa wa hiyal qalbu.
Artinya : bahwa sesungguhnya di dalam tubuh / jasad manusia itu ada segumpal daging- apabila itu baik niscaya baiklah seluruh jasad itu, dan apabila segumpal daging itu rusak niscaya rusaklah jasad itu seluruhnya, ketahuilah : itulah (hati).
Dan lagi sabdanya : Inna llaha laa yanzhuru ilaa shuwarikum walaa ilaa a’malikum walakinna llaha  yanzhuru ilaa quluubikum.
Artinya : bahwasanya Allah itu tidak memandang akan rupa kamu dan juga tidak pada ‘amal-‘amal kamu, melainkan Allah itu memandang kepada segala (hati) kamu sekalian.

 Jelasnya adalah bahwasanya dibawah susu kiri kita terdapat segumpal / sekepalan daging yang di sebut jantung dan dapat dilihat dengan mata kepala apabila dada kita dibagian situ dibedah, itulah yang di dalam ilmu thareqat disebut (hati) yang zhahir, daerah perhubungannya sukma (hati) yang disebut (lathifatul qabu).

Hati zhahir atau jantung itu didalamnya terdiri dari (dua) ruangan atau bilik, yaitu :
1.      bilik yang sebelah kanan didalam jantung itu adalah tempat iman,tauhid, ma’rifat, islam, ‘aqal, malaikat,
2.      bilik yang sebelah kiri berisi darah hitam, ialah tempat kendaraan syaithan, iblis, dunia, hawa nafsu,  
kedua lubuk itu atau sama berlawanan / bertentangan, maka dalam diri kita bersarang pengaruh syaithan iblis yang selalu mengajak manusia kepada syirik dan segala macam ma’shiat. Justru itu maka kita diperingatkan oleh allah ta’ala dengan firmannya :

alam ‘ahad ilaikum yaabanii adama an lata’buduusy-syaithana, innahu lakum ‘aduw-wummubiina (yaa siin-60)

tiadakah bukankah telah kami janjikan kepada kamu sekalian, wahai anak2 adam. Bahwa janganlah kalian sembah syaithan, karena dia itu musuh yang nyata bagimu.

Telah berkata rasulullah saw, ‘adaa ‘aduwwika fii nafsika baina janbaika,.

Artinya : yang paling sesat menjadi musuhmu itu berada di dalam diri engkau di antara (dua 

 (dua sisi engkau) atau antara (dua lambung engkau di dalam dua lubuk hatimu) .

Dan lagi sabdanya : innasy-syaithana yajrii minibni adama majraddami,

Artinya : bahwa sesungguhnya syaithan itu berjalan pada diri manusia di tempat jalannya darah (pembuluh darah).
Itulah syaithan / iblis di dalam diri kita menyebar keseluruh tubuh kita hendak menguasai jiwa raga manusia untuk dibawa kepada berbuat segala macam kejahatan dan kekejian, maka dinamakan dia (hawa nafsu), selama ada darah mengalir di tubuh kita selama itu tetap ada (hawa nafsu), maka bukannya (hawa nafsu) itu dapat dimusnahkan melainkan mesti jangan di ikuti bahkan mesti dilumpuhkn ditundukkan pada (iman, tauhid, ma’rifat, islam), berarti timbul selalu di dalam diri kita adu kekuatan antara (iman) dibilik lubuk (hati) yang satu berlawanan dengan (hawa nafsu syaithanniah) yang maqamnya di dalam bilik lubuk (hati) yang sebelahnya

Firman Allah ta’ala : Wa amma man khafa maqama rabbihi wanahan-nafsa ‘anil hawaa, fainnal jannata hial ma’wa (anna zi’at-40-41).

Artinya : dan adapun orang yang takut akan kebenaran tuhannya dan manakala dirinya dari aliran (hawa nafsunya) maka sesungguhnya syurgalah tempat kediaman baginya.

Rasulullah saw, telah bersabda :  Laa yukminu ahadukum hattaa yakuunu hawahu tab’an lima ji’atu bihi.

Artinya : tiadalah sempurna iman seseorang dari kalian sampai adalah (hawa nafsunya) menjadi mengikuti atas ajaran-ajaran yang telah daku sampaikan,

Firman Allah ta’ala :Innannafsa la-amaratu bisy-syu-i illaa marahima rabbii (yusuf-53).
Artinya : sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyuruh untuk kejahatan, kecuali siapa-siapa yang dikasihi (dilindungi tuhannya).
Maka daya pancaran kejahatan itu yang beredar ddengan gerakan (hawa nafsu) meliputi seluruh aliran aran (darah) itu berpusat dalam gelapnya (hati), yang manakala (hati) itu (lathiifatul qalbu) tidak dipalu dengan (dzikrullah) yaitu yang memancarkan nuur ketuhanan yang terang benderang, maka jiwa seeorang itu akan diliputioleh  kegelapan asap dan kebutnya api neraka, maka itu menyelamatkan diri daripada kegelapan tersebut mestilah kita berpegang pada petunjuk dari rasulullah saw, dengan sabdanya :

Inna likulli syai-in shiqalatan, wa inna shiqalatal qalbi dzikrullahi.

Artinya : sesungguhnya untuk segala sesuatu itu ada sunar cahya yang menerangi, dan bahwasanya sinar cahya yang menerangi (hati) itu adalah (dzikrullah).

Maka justru itu pada pan ilmu thareqat sangat dipentingan bermaca-macam kifayah (dzikrullah biqalbu0, ada kalanya dengan membanyakkan zikir kalimat nafi isbat / kalimat tauhid / kalimatul husna / kalimatul tahliil : (laa ilaha illallah) dan ada kalanya dengan dzikir kalimatul ‘ulya / isimudz-dzat / lafazh aljalalah (allah, allah, allah)  pun biqalbi, yang mulai bab berikut ini kita mulai secara bertahap.
Tamat