BAB : KE ENAM BELAS :
MA’RIFAT DAN MASALH MELIHAT TUHAN
Ketahuilah bahwa baik
pada masa dahulu maupun sekarang sering terdengar pernyataan :
Dapatkah kita melihat Tuhan ?
Terlebih
dahulu marilah kita tilik pada suatu riwayat, bahwa suatu ketika datang seorang
laki-laki, kehadapan syekh junaedi al-baghdadi r.a dan langsung bertanya :
wahai abu qosim,
Apakah tuan melihat Allah sewaktu tuan menyembahnya ?
Maka
imam junaed menjawab : tuan penanya yang terhormat memang kami tidak menyembah
tuhan yang tidak kami lihat, dan kami tidak mewajibkan apa-apa yang tidak
jelas. Maka bertanya pula orang itu.
Bagaimanakah tuan caranya melihat tuhan ?
Jawab imam junaed r.a :
Alkaiiyyatu
ma’lumatun fiihaqqil basyari majmulatun fiihaqqirobbi, lantarohul asroru
fiihadzihidduri bimusyahadatil ‘ayani walakin ta’rifuhul qulubu bihaqoiqil
imani tsumma tatarotta minal ma’rifati ilalruuyati bimusyahadati
nuurul istinani.
Jawab
Imam Juned Rodhiyallahu ‘Anhum :
Artinya
: bahwasanya ketentuan –ketentuan pema’luman yang terang itu dalam hal haqeaqat
keinsanan (raga kasar) sedang dalam haqeqat ketuhanan tiada berpengetahuan
tegasnya : Mata kasar tidak dapat melihat Tuhan ditempat ini dengan mata
kepala, melainkam dikenalnya Tuhan itu dengan kekuatan kebenaran Iman.
Selanjutnya
kita berjalan / berlanjut dari pertolongan Ma’rifat kearah penglihatan.(ru’uyati) dengan kesaksian pandangan nur karunia tuhan,
Selanjutnya
aljunaed .r.a berkata : bahwa maha suci Allah yang dilihat dengan Haqeqat
qudusnya maha suci Allah dari shifat-shifst yang baru maha suci Allah dengan
shifat maha gungnya yang maha sempurna, termulya dalam hati kita atas segala
pemberian atas belas kasihnya, terkenal dengan keadilannya yang diliputi oleh
shifat-shifat maha agungnya. Setelah
orang itu memperhatikan keterangan keterangan shekh junaed .r.a maka dia
berdiri lalu mencium tangan beliau serta orang itu pun bertaobat dan tetap
mengikuti bersama shekh junaed sampai beliau
wafat
yang seperti itu terjadi pula di masa shekh ‘Abdulqodir jaelani dengan kedatangan
seorang laki-laki yang bertanya perihal beliau.
Dapat melihat Tuhan dengan matanya.
Shekh abdul qodir jaelani membenarkannya
dengan berkata =Na’am= yang sedemikian
itu sebenarnya bahwa Beliau melihat Allah. dengan mata hatinya (Albashiru)
nur cahya yang maha agung lalu tembus dari penglihatan hatinya itu
kepenglihatan matanya ( Berlawanan
dengan kebiasaan umum) maka melihatlah matanya itu dengan matahatinya yang
berupa dua sinarnya dengan nur cahya penglihatan matanya maka menyangkallah dia
bahwa matanya itu melihatnya, karena yang sebenarnya ia telah melihat dengan hatinya (Albashiroh)
yang dikiranya ia melihat dengan matanya (Albashor)
Para ahli tashauf mengambil
kesimpulan diantaranya :
Waidzastaulair ruhaniyatu ‘alal basyariyyatin ‘akasa
nazhorul bashoru ilal basyiroti falal yaraul basharu ilal ma’anillati kaanat
tarohal bashirohu.
Artinya : apabila ruhaniyah telah menuruti /
berkuasa atas indra raga (Albasyariyah) maka baiklah mata (Albashor)
kedalam penglihatan hati sanubari (Albashoriyah) maka tetkala itu
tiadalah penglihatan mata kecuali yang dipahami (Alma’ani) yang menjadi
langan penglihatan mata adalah sesuatu yang nampak - nampak saja,
Adapun dimasa saidina ‘ali r.a
adapun orang yang datang bertanya :
Tentang dimana tuhan ?
Pertanyaan yang mengandung setengah ejekan itu
menimbulkan berubah mukanya Saidina ‘ali yang sangat beliau terdiam, lalu
berkata kepada orang penanya itu : ada menanyakan Dimana Allah itu berarti petanyaan tentang hal
tempat, dengarkanlah :
Wakanallahu
wala makanu . tsumma kholaqozzamani walmakana ana kama
kana duna makanin walazamanin .
Artinya : adalah Allah itu tidak bertempat,
kemudian Allah menciptakan waktu = masa=zaman=dan ruang=tempat.
Bahwa itu tetap itu juga sebagai keadaannya yang kekal tiada oleh dikuasai
segala ruang dan waktu.
Didalam alquranul kariim terdapat firman Allah ta’ala :
Bismillahirrohmanirrohiim : Arrohmanu ‘alal ‘arsyisy tawa (
thoha .5 )
Artinya : yaitu tuhan yang maha pemurah bersemaam diatas
‘arsy sama dengan nada ayat lain :
bismillahirrohmanirrohiim : Tsummas tawa ‘alal ‘arsyi
Artinya : lalu tuhan bersemayam diatas ‘arsy
Maka perihal bersemayamnya Allah diatas ‘arsy tersebut
imam maliki berkata yang dimaksud garis besarnya bahwa bersemayam diatas
arsy ialah suatu Shifat Allah yang wajib kita imani mengingat kemaha
besaran Allah dan kemaha sucian .
Alistiwau ma;lumun walkaifu majhulun walimanu bihi
wajibun wassualun ‘anil kaifiyyati bid’atun idzlaya’lamu kaifiyyatu ustiwaituhi
illa hwua.
Artinya : bahwa istiwau / persemayaman tuhan itu fositif
sedangkan selukbeluknya adalah negatif. dan mengimaninya wajib
sedangkan mempersoalkannya / memperbincangkannya tentang selukbeluknya adalah bid’ah,
karena tidak ada yang mengetahui selukbeluk tempat persemayamannya tuhan itu
melainkan hanya Allah jua.
Beberapa pendapat : qaum
mutazilah dan zahimiyah. berpendapat bahwa tuhan tidak bisa dilihat baik
didunia maupun diakhirat berpegang pada penafsiran mereka atas .ayat Alquran.
Latudrikuhul Abshoru (Al’an’Am 103)
Artinya : tuhan tidak dapat dicapai oleh penglihatan (mata)
Kedua :
pendapat ahli sunah beberapa pendapat bahwa tuhan hanya dapat dilihat diakhirat
berpegang pada penafsiran mereka atas Alquran.
Wujuhu yaumaidhin nadhiroti. Nadhirotun (Alqiamah .
22)
Artinya : wajah orang mu’min pada hari itu
berseri-seri . kepada tuhannya mereka melihat.
Ketiga : pendapat qaom shufi dan ahli sunah
waljama’ah. Bahwa tuhan dapat dilihat didunia dan diakhirat. dan mereka membagi
pengertian mata penglihatan itu dengan
Mata jasad = Mata hati = Mata nyawa,
Maka mereka berkata :
Allah dapat dilihat baik dengan Mata terbuka maupun dengan Mata dipejamkan dikala Berdiri atau Duduk atau Berbaring
Perhatikan beberapa hadits diantaranya :
‘Anibni abbsin qola : Kama
roa muhammadun robbahu .
Artinya : dari pada ini abbas berkata : Nabi muhammad
melihat tuhan.
Wakanal khasanu yahlifu billahilladzi
lailaha illa hwua laqod roa muhammadun robbahu.
Artinya : dan adalah hasan mengangkat sumpah demi Allah
yang tida tuhan melainkan dia, sesungguhnya Nabi Muhammad s.a.w. telah
melihat Tuhan. berdasarkan hadit tersebut.
wa ila hadza idzahabasy syaikhuna abulkhasanil
as’ari wajama’atun min ashhabihi .anna Muhammadan .s.a.w Roallahu bibashorihi wa’Aina ro’sihi .
Artinya
: dan kepada hadits tersebut telah menjadi pegangan shekh abu hasan ‘asy’ari
dan jama’ah dari pada shohabatnya bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad.s.a.w. itu
telah melihat Allah dengan
penglihatan jiwanya dan
penglihatan kedua mata
kepalanya.
Selanjutnya
shekh kurtubi berkata :
Idzru’tuhu ta’ala fiddunya jaezatun ‘aqlan. idzlaolam
jaezatunlakan sualu musa mustajilan wamuhalun anyajhala nabiyyu mayajuzu
‘alallahi wama layajizu ballam yas alun illa jaizu ghoiro musta’iin
Artinya : sesungguhnya tentang seolah-olah melihat tuhan
dudunia adalah ( jaiz ) wenang / boleh diterima oleh aqal karena
sekiranya tidak boleh maka sesungguhnya permintaan Nabiyyullah Musa a.s.
untuk melihat tuhan itu mustahil dan adalah mustahil bahwa sesungguhnya Nabi
mengetahui apa-apa yang boleh / Jaiz : bahkan tentunya Nabiyullahu
Musa a.s. tidak akan memintai kepada Allah kecuali apa-apa yang boleh Jaiz
bukannya yang Mustahil.
Pon ibnu qosim berkata : Inna suala
musa ru’yata yadullu ‘ala
imkaniha annal ‘aqili fadhlun
‘aninnabiyyi layatlubal mahala.
Artinya : bahwa sesungguhnya perintah Nabi Musa untuk Melihat
Allah itu menunjukan akan
mungkinnya hal yang demikian
itu, karena sesungguhnya siapapun
orang yang ber’aqal
terlebih2 ini salaseorang Nabiyullah tidak akan memintai hal-hal yang mustahil.
Kemudian saidina shekh ‘abdul kariim aljaelani
memberikan penafsiran atas firman Allah yang berbunyi :
bismillahirrohmanirrohiim
. Lan Taroonii
Artinya : tiadalah
engkau dapat melihat Aku wahai Musa (al’araf 43)
Dengan
penafsiran seolah-olah firman itu maksudnya :
Yaa musa liannaka innakunta maujudan faanna mafquudun
‘anka wain wajadtani faanta mafquudun haditsi anyasbuta ‘inda zhuhuril qodiim
Artinya : wahai Musa.
Selama engkau dalam wujud keinsananmu
maka Aku
(Allah) tiada dari padamu. dan
manakala Kamu dapati Aku (Allah)
maka ketika itu Kamu tiada, dan tiada
mungkin bagi yang baru
tetap adanya ketika terbitnya Maha
qodiim.
Dan
adalah diriwayatkan dari pada Jabiribni ‘abdillahi aljabli, katanya :
Kunna
julusan ‘indannabiyyi s.a.w. fanadhoro ilal qomari lailata arba’ata yasyaro
faqola : innakum sataruuna robbakum ‘ayanan kama
tarona hadza.
Artinya
: kami sedang duduk bersama Rasulullah .s.a.w maka ketika itu beliau melihat
kearah bulan purnama empat belas suro beliau bersabda : bahwa sesungguhnya kamu
sekalian akan melihat tuhan secara kenyataan sebagai mana yang engkau lihat ini bulan
furnama.
Dan lagi diriwayatkan dari a‘dibni haatim,
bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda.
Maminkum min akhadin illa sayukalimuhu
robbuhu laisa bainahu wabainahu tarjumaanu wala hijabun wahjubuhu,
Artinya
: tiada seorangpun dari kamu melainkan akan berkata-kata dengan tuhan dalam
keadaan tiada batas antara dirinya dengan tuhan sebagai penterjemah dan tiada
pula hijab / tabir yang menutupinya,
Maka ibnu tamiyah menetapkan kesimpulannya
dal;am bentuk qoidah :
Wamin haisun nadhoru anna kulla maujudin yashihun
anyuro.
Artinya
: dan dari hal persoalan melihat sesungguhnya tiap-tiap yang maijud adalah Shah
dilihat berdasarkan qoidah ini apalagi Allah adalah (
Dzat wajibil wujud ) adanya wajib, wajib iman adanya, dengan
sendirinya memberi kemungkinan akan dapat dilihat. Allah itu Dzat yang Maha
Besar tiada yang menyerupai dalam kemahaesaan maka mustahil kenyataan dzatnya
dan ditutupi oleh suatu hijab karena segala macam hijab itu hanyalah makhluq
belaka,
Karena berkata ahli-ahli shufi Allah itu maha
nampak yang menampakan segala sesuatu yang ternampak, sebagai mana digariskan
oleh syekh ahmad bin muhammad al-iskandar didalam kitabnya Al-hakiim
Kaifa yatashowwaru an
yahjibuhu syaiun wahuwa wahidulladzi laisa ma’ahu syaiin
Artinya
: bagaimana mungkin akan dihijab oleh
sesuatu padahal Dzat Allah adalah
Esa (tunggal) dan tidak ada besertanya dari segala sesuatu
apapun.
Kaefa yatashowwaru
an yahjubuhu syaiin
wahuwa adhiru min
kulli syaiin.
Artinya
: bagaimana mungkin dihijab
oleh sesuatu padahal Dzat
Allah itu justru lebih jelas nampak termbanding segala sesuatu,
bismllahirrohmanirrohiim : Wahuwalladzi zhoharu bikulli syaii
Artinya
: dan Dzat Allah yang nampak nyata / pada segala sesuatu. Maka dengan kefahaman
inilah qaom ahli tashauf senantiasa dirinya beserta Allah,
karena mengenal Allah – melihat Allah – mencintai Allah.
tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar