Sabtu, 10 Oktober 2015

BAB : 16 : MA’RIFAT DAN MASALH MELIHAT TUHAN ..LATIN...



BAB : KE ENAM BELAS :
MA’RIFAT DAN MASALH MELIHAT TUHAN

Ketahuilah bahwa baik pada masa dahulu maupun sekarang sering terdengar pernyataan :

Dapatkah kita melihat Tuhan ?

Terlebih dahulu marilah kita tilik pada suatu riwayat, bahwa suatu ketika datang seorang laki-laki, kehadapan syekh junaedi al-baghdadi r.a dan langsung bertanya : wahai abu qosim,

Apakah tuan melihat Allah sewaktu tuan menyembahnya ?

Maka imam junaed menjawab : tuan penanya yang terhormat memang kami tidak menyembah tuhan yang tidak kami lihat, dan kami tidak mewajibkan apa-apa yang tidak jelas. Maka bertanya pula orang itu.

Bagaimanakah tuan caranya melihat tuhan ?
Jawab imam junaed r.a  :
Alkaiiyyatu ma’lumatun fiihaqqil basyari majmulatun fiihaqqirobbi, lantarohul asroru fiihadzihidduri bimusyahadatil ‘ayani walakin ta’rifuhul qulubu bihaqoiqil imani  tsumma  tatarotta minal ma’rifati ilalruuyati  bimusyahadati  nuurul  istinani.

Jawab Imam Juned Rodhiyallahu ‘Anhum :
Artinya : bahwasanya ketentuan –ketentuan pema’luman yang terang itu dalam hal haqeaqat keinsanan (raga kasar) sedang dalam haqeqat ketuhanan tiada berpengetahuan tegasnya : Mata kasar tidak dapat melihat Tuhan ditempat ini dengan mata kepala, melainkam dikenalnya Tuhan itu dengan kekuatan kebenaran Iman.

Selanjutnya kita berjalan / berlanjut dari pertolongan Ma’rifat kearah penglihatan.(ru’uyati)  dengan kesaksian pandangan nur karunia tuhan,

Selanjutnya aljunaed .r.a berkata : bahwa maha suci Allah yang dilihat dengan Haqeqat qudusnya maha suci Allah dari shifat-shifst yang baru maha suci Allah dengan shifat maha gungnya yang maha sempurna, termulya dalam hati kita atas segala pemberian atas belas kasihnya, terkenal dengan keadilannya yang diliputi oleh shifat-shifat maha  agungnya. Setelah orang itu memperhatikan keterangan keterangan shekh junaed .r.a maka dia berdiri lalu mencium tangan beliau serta orang itu pun bertaobat dan tetap mengikuti bersama shekh junaed sampai beliau

wafat yang seperti itu terjadi pula di masa shekh ‘Abdulqodir jaelani dengan kedatangan seorang laki-laki yang bertanya perihal beliau.
Dapat melihat Tuhan dengan matanya.
                                                                                                    
 Shekh abdul qodir jaelani membenarkannya dengan berkata =Na’am= yang sedemikian itu sebenarnya bahwa Beliau melihat Allah. dengan mata hatinya (Albashiru) nur cahya yang maha agung lalu tembus dari penglihatan hatinya itu kepenglihatan matanya  ( Berlawanan dengan kebiasaan umum) maka melihatlah matanya itu dengan matahatinya yang berupa dua sinarnya dengan nur cahya penglihatan matanya maka menyangkallah dia bahwa matanya itu melihatnya, karena yang sebenarnya ia telah melihat dengan hatinya  (Albashiroh) yang dikiranya ia melihat dengan matanya (Albashor)

Para ahli tashauf mengambil kesimpulan diantaranya :

Waidzastaulair ruhaniyatu ‘alal basyariyyatin ‘akasa nazhorul bashoru ilal basyiroti falal yaraul basharu ilal ma’anillati kaanat tarohal bashirohu.

Artinya : apabila ruhaniyah telah menuruti / berkuasa atas indra raga (Albasyariyah) maka baiklah mata (Albashor) kedalam penglihatan hati sanubari (Albashoriyah) maka tetkala itu tiadalah penglihatan mata kecuali yang dipahami (Alma’ani) yang menjadi langan penglihatan mata adalah sesuatu yang nampak - nampak saja,

Adapun dimasa saidina ‘ali r.a adapun orang yang datang bertanya :

Tentang dimana tuhan ?

Pertanyaan yang mengandung setengah ejekan itu menimbulkan berubah mukanya Saidina ‘ali yang sangat beliau terdiam, lalu berkata kepada orang penanya itu : ada menanyakan Dimana Allah itu berarti petanyaan tentang hal tempat, dengarkanlah :

Wakanallahu wala makanu . tsumma kholaqozzamani walmakana ana kama kana duna makanin walazamanin .

Artinya : adalah Allah itu tidak bertempat, kemudian Allah menciptakan waktu = masa=zaman=dan ruang=tempat. Bahwa itu tetap itu juga sebagai keadaannya yang kekal tiada oleh dikuasai segala ruang dan waktu.

Didalam alquranul kariim terdapat firman Allah ta’ala :

Bismillahirrohmanirrohiim : Arrohmanu ‘alal ‘arsyisy tawa ( thoha .5 )

Artinya : yaitu tuhan yang maha pemurah bersemaam diatas ‘arsy sama dengan nada ayat lain :
bismillahirrohmanirrohiim : Tsummas tawa ‘alal ‘arsyi

Artinya : lalu tuhan bersemayam diatas ‘arsy

Maka perihal bersemayamnya Allah diatas ‘arsy tersebut imam maliki berkata yang dimaksud garis besarnya bahwa bersemayam diatas arsy ialah suatu Shifat Allah yang wajib kita imani mengingat kemaha besaran Allah dan kemaha sucian .

Alistiwau ma;lumun walkaifu majhulun walimanu bihi wajibun wassualun ‘anil kaifiyyati bid’atun idzlaya’lamu kaifiyyatu ustiwaituhi illa hwua.

Artinya : bahwa istiwau / persemayaman tuhan itu fositif sedangkan selukbeluknya adalah negatif. dan mengimaninya wajib sedangkan mempersoalkannya / memperbincangkannya tentang selukbeluknya adalah bid’ah, karena tidak ada yang mengetahui selukbeluk tempat persemayamannya tuhan itu melainkan hanya Allah jua.

Beberapa pendapat : qaum  mutazilah dan zahimiyah. berpendapat bahwa tuhan tidak bisa dilihat baik didunia maupun diakhirat berpegang pada penafsiran mereka atas .ayat Alquran.

Latudrikuhul Abshoru (Al’an’Am 103)

Artinya : tuhan tidak dapat dicapai oleh penglihatan (mata)

Kedua  : pendapat ahli sunah beberapa pendapat bahwa tuhan hanya dapat dilihat diakhirat berpegang pada penafsiran mereka atas Alquran.
Wujuhu yaumaidhin nadhiroti. Nadhirotun (Alqiamah . 22)

Artinya : wajah orang mu’min pada hari itu berseri-seri . kepada tuhannya mereka melihat.

Ketiga : pendapat qaom shufi dan ahli sunah waljama’ah. Bahwa tuhan dapat dilihat didunia dan diakhirat. dan mereka membagi pengertian mata penglihatan itu dengan

Mata jasad = Mata hati = Mata nyawa,

Maka mereka berkata :
Allah dapat dilihat baik dengan Mata terbuka maupun dengan Mata dipejamkan dikala Berdiri  atau  Duduk  atau  Berbaring

Perhatikan beberapa hadits diantaranya :

‘Anibni abbsin qola : Kama roa muhammadun robbahu .

Artinya : dari pada ini abbas berkata : Nabi muhammad melihat tuhan.

Wakanal khasanu yahlifu billahilladzi lailaha illa hwua laqod roa muhammadun robbahu.

Artinya : dan adalah hasan mengangkat sumpah demi Allah yang tida tuhan melainkan dia, sesungguhnya Nabi Muhammad s.a.w. telah melihat Tuhan. berdasarkan hadit tersebut.

wa ila hadza idzahabasy syaikhuna abulkhasanil as’ari wajama’atun min ashhabihi .anna Muhammadan .s.a.w  Roallahu bibashorihi wa’Aina ro’sihi .

Artinya : dan kepada hadits tersebut telah menjadi pegangan shekh abu hasan ‘asy’ari dan jama’ah dari pada shohabatnya bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad.s.a.w. itu telah melihat  Allah  dengan   penglihatan   jiwanya   dan  penglihatan  kedua   mata  kepalanya.

Selanjutnya shekh kurtubi berkata :
Idzru’tuhu ta’ala fiddunya jaezatun ‘aqlan. idzlaolam jaezatunlakan sualu musa mustajilan wamuhalun anyajhala nabiyyu mayajuzu ‘alallahi wama layajizu ballam yas alun illa jaizu ghoiro musta’iin

Artinya : sesungguhnya tentang seolah-olah melihat tuhan dudunia adalah ( jaiz ) wenang / boleh diterima oleh aqal karena sekiranya tidak boleh maka sesungguhnya permintaan Nabiyyullah Musa a.s. untuk melihat tuhan itu mustahil dan adalah mustahil bahwa sesungguhnya Nabi mengetahui apa-apa yang boleh / Jaiz : bahkan tentunya Nabiyullahu Musa a.s. tidak akan memintai kepada Allah kecuali apa-apa yang boleh Jaiz bukannya yang Mustahil.

Pon ibnu qosim berkata :  Inna suala   musa ru’yata    yadullu ‘ala imkaniha  annal ‘aqili fadhlun ‘aninnabiyyi layatlubal mahala.

Artinya : bahwa sesungguhnya perintah Nabi Musa  untuk  Melihat Allah  itu menunjukan  akan  mungkinnya  hal yang   demikian  itu, karena   sesungguhnya  siapapun    orang  yang ber’aqal terlebih2 ini salaseorang Nabiyullah tidak akan memintai hal-hal yang mustahil.

Kemudian saidina shekh ‘abdul kariim aljaelani memberikan penafsiran atas firman Allah yang berbunyi :

bismillahirrohmanirrohiim . Lan Taroonii

Artinya  : tiadalah engkau dapat melihat Aku wahai Musa (al’araf 43)

Dengan penafsiran seolah-olah firman itu maksudnya :


Yaa musa liannaka innakunta maujudan faanna mafquudun ‘anka wain wajadtani faanta mafquudun haditsi anyasbuta ‘inda zhuhuril qodiim

Artinya : wahai Musa. Selama engkau dalam wujud keinsananmu maka Aku  (Allah) tiada dari padamu. dan manakala Kamu dapati Aku  (Allah) maka ketika itu Kamu tiada, dan tiada mungkin    bagi yang   baru   tetap adanya  ketika  terbitnya Maha qodiim.

Dan adalah diriwayatkan dari pada Jabiribni ‘abdillahi aljabli, katanya :
Kunna julusan ‘indannabiyyi s.a.w. fanadhoro ilal qomari lailata arba’ata yasyaro faqola : innakum sataruuna robbakum ‘ayanan kama tarona hadza.

Artinya : kami sedang duduk bersama Rasulullah .s.a.w maka ketika itu beliau melihat kearah bulan purnama empat belas suro beliau bersabda : bahwa sesungguhnya kamu sekalian akan melihat tuhan secara kenyataan sebagai mana yang engkau lihat ini bulan furnama.

Dan lagi diriwayatkan dari a‘dibni haatim, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda.

Maminkum min akhadin illa sayukalimuhu robbuhu laisa bainahu wabainahu tarjumaanu wala hijabun wahjubuhu,

Artinya : tiada seorangpun dari kamu melainkan akan berkata-kata dengan tuhan dalam keadaan tiada batas antara dirinya dengan tuhan sebagai penterjemah dan tiada pula hijab / tabir yang menutupinya,

Maka ibnu tamiyah menetapkan kesimpulannya dal;am bentuk qoidah :

Wamin haisun nadhoru anna kulla maujudin yashihun anyuro.

Artinya : dan dari hal persoalan melihat sesungguhnya tiap-tiap yang maijud adalah Shah dilihat berdasarkan qoidah ini apalagi Allah adalah ( Dzat wajibil wujud ) adanya wajib, wajib iman adanya, dengan sendirinya memberi kemungkinan akan dapat dilihat. Allah itu Dzat yang Maha Besar tiada yang menyerupai dalam kemahaesaan maka mustahil kenyataan dzatnya dan ditutupi oleh suatu hijab karena segala macam hijab itu hanyalah makhluq belaka,

 Karena berkata ahli-ahli shufi Allah itu maha nampak yang menampakan segala sesuatu yang ternampak, sebagai mana digariskan oleh syekh ahmad bin muhammad al-iskandar didalam kitabnya Al-hakiim

Kaifa yatashowwaru an yahjibuhu syaiun wahuwa wahidulladzi laisa ma’ahu syaiin

Artinya :   bagaimana mungkin akan dihijab oleh sesuatu padahal  Dzat Allah adalah Esa (tunggal) dan tidak ada besertanya dari segala sesuatu apapun.
Kaefa   yatashowwaru  an  yahjubuhu  syaiin    wahuwa    adhiru  min  kulli  syaiin.

Artinya :  bagaimana mungkin   dihijab   oleh  sesuatu padahal Dzat Allah itu justru lebih jelas nampak termbanding segala sesuatu,
bismllahirrohmanirrohiim : Wahuwalladzi zhoharu bikulli syaii

Artinya : dan Dzat Allah yang nampak nyata / pada segala sesuatu. Maka dengan kefahaman inilah qaom ahli tashauf senantiasa dirinya beserta Allah,
karena mengenal Allah – melihat Allah – mencintai Allah.

tamat

Tidak ada komentar: