BAB : KELIMA BELAS : WAROTSATUL ANBIYAI
Telah bersabda rasulullah :
Innal ‘ulamaa warotsatul anbiyaa
lam yuritsu dinaro wala
dihaman innama waritsul ‘ilmu
min akhodahu, akhodahu bikhodzin
wafirin ( rowahu bokhari muslim )
Artinya : bahwasesungguhnya ( ‘Ulama ahli ‘ilmu
orang yang ber’ilmu ) itu mendapat waris pusaka – pusaka dari pada para nabi,
sedangkan para nabi itu tiadalah menurunkan waris berupa (Emas dan Perak) hanya
satu beliau sekalian mewariskan ‘ilmu-‘ilmu bagi orang yang mengambilnya yakni
orang yang mempelajari dan mengamalkan sebagian terbesar dari pada pusaka waris
itu, masyhudnya : bahwa orang yang mendapat waris itu ialah mereka ber’ilmu
dengan Shah Islamnya dan shah Ikhsannya. adapun dikata Haji Islamnya ialah
orang yang benar-benar menjalankan segala hukum syare’at Islam dan yang dikata
shah Ikhsannya ialah yang bathinnya sepenuhnya berpegang dengan Thoreqatnya
yakni benar mengikuti sunah Rasulullah .s .a .w. yang dinamakan (Istiqomah)
dengan syare’at Alquran, sebagai mana ditegaskan diterangkan didalam firman Allah ta’ala
Laqod kana lakum
fiirasulillahi huswatun hasanah liman kana yarjullaha walyaumal akhiro
dzakarullahukasyiron.
Artinya : sesungguhnya bagi kamu pada diri
Rasulullah itu suri tauladan yang baik ( ikatan
yang utama ) yaitu bagi
orang-orang yang mengharap Keridhoan Rahmatullah serta keselamatan dihari
kemudian yang mereka itu senantiasa pula mengingat Allah.
.
Dan firman Allah
: qul inkuntum tuhibbunallah fattabi’uni
yuhbibkumullah wayaghfirkum dzunubakum
(Alimran. 13)
Artinya : katakanlah olehmu (Muhammad)
jika kalian mencintai (Allah) maka ikutilah daku ini niscaya kalian dikasihi Allah dan Allah
mengampuni dosa-dosa kalian.
Maka itu yang dapat menerima warits
pusaka dari pada rasulullah, ialah mereka yang benar-benar berakhlaq mencontoh
pada akhlaq Rasulullah yakni perilaku Tasyauf semata-mata ( telah kita uraikan pada bab-bab yang lalu ),
Tulus = Ikhlas. Karena mencintai Allah dan mengingat Allah terus menerus dalam segala
Hal keadaan, dengan perkataan ialah mereka yang bikan saja ahli didalam ilmu
dzohir bahkan pun ahli pula didalam ilmu bathin (
Ilmu Ma’rifat )
Menurut pendapat setengah dari pada ahli
Shufiyah manakala murid yang Shidiq (menjalankan
takholli–tahali) dengan
sebenarnya Ikhlas mengerjakan warid-warid Bathiniah, maka dia dapat menerima
empat fusaka sebagai warits dari Rasulullah .s .a .w. yakni fusaka Bathin, yaitu ada empat macam.
1 . Har
2 . Istighroq
3 . Natijah
4 . Bashith
Pertama murid itu mendapat (Har )
Artinya : hangat dengan sebab mengerjakan
dzikrullah
Kedua : murid itu mendapat ( Istighroq )
Artinya : karam dalam mengerjakan
dzikrullah
Ketiga : murid itu mendapat ( Natijah )
Artinya : terbuka berbagai pandangan mata
Hatinya didalam mengerjakan dzikrullah,
Keempat : murid itu mendapat ( Basyith )
Artinya : terhampiri pengenalan yang
berkekalan dan senantiasa kekal didalam mengerjakan dzikrullah,
Telah berkata saidina syekh ‘Abdulqodir zaelani r.a Dzarrotun min’amalil qulub khairu kaamsyalil jibali min ‘amalil jawarihi
Artinya : satu
butiran debu ‘amal hati itu terlebih baik dari pada seumpama segunung ‘amal
anggaota tubuh bangsa dhohir.
Perhatikanlah pula firman Allah :
Innama yuwafath-thobiruna ajrohum bighoiri hisab,
Artinya :
bahwasanya mereka yang shobar (Amal hati) disempurnakan pahalanya tampa terbilang besarnya.
dan telah berkata syekh ‘abdul wahab sya’roni
dengan mengutif dari pembicaraan syekh ibrohim almatlubi. Seorang waliyullah
yang besar dalam negri mesir yaitu :
Wa’kum : annahu layashinu ila hadrotil lillahiyatil illa
bidzikri
Artinya
: dan ketahuilah olehmu bahwasanya tiada
dapat sampai seseorang
sampai kekhadhirot tuhan
hanyalah / melainkan dengan berbanyak-banyak dzikrullah,
Maka itu
dengan lain perkataan, bahwasanya dengan melajimkan / mendawamkan dzikrullah
seseorang mendapat warits atau pusaka (bathiniah) dari Nabi s.a.w yang empat macam
tersebut tadi yaitu :
1. Har–artinya
: hangat / panas diwaktu mengerjakan dzikrullah (dzikir
bathiniah
Maksudnya merasa seolah-olah ia akan
hancur (luluh) badannya pada waktu mengrjakan dzikrullah didalam lathifah
yang tujuh pun tubuh terasa letih atau lemah, maka tetkala itu hendaklah orang
yang mendapat (Har) ini menghentikan mandi dan minum air
dingi sekurang-kurangnya (40 menit) supaya jangan padam akan (Nuur
Dzikrullahi) itulah sebabnya
bahwa thoreqat annaqsabandiyah ila khororiyah maksudnya : thoreqat pengikis
pembakar bagi mengikis dan membakar shifat-shifat yang (madmumah)
artinya : yang tercela,
2. Istighroq –
artinya : fana yakni karam didalam mengerjakan dzikrullah dengan (dzikir
bathiniah yaitu karam didalam ‘alam syahadah maka ada
beberapa macam yaitu menurut annasyir yang empat :
1.
Narun ========artinya
=======================api
2.
Maun ========artinya
==========================air
3.
Rihun ========artinya
============================angin
4.
Turobun ======artinya
================================tanah
Adapun ‘anashir
===Nar ===api maksudnya
bahwa orang yang mengerjakan dzikrullah itu terkadang mengalami perasaan Panas
atau Ingat yang tiada dapat dihinggakan
sebagai yang dishifatkan dengan ‘anashir==Nar== api oleh karena itu jangan merasa susah atau berkeluh kesah.
Adapun ‘anashir===Maun====air maksudnya bahwa orang yang mengerjakan
dzikrullah itu terkadang mengalami perasaan Dingin kadangkala bersangetan dingin
seolah-olah sampai seperti menjadi kaku / beku tubuhnya, itulah apa yang
dishifatkan
dengan ‘anashir =Air ===maun.
Adapun ‘anashir===Rihun===angin maksudnya bahwa orang yang mengerjakan dzikrullah (dzikir bathiniyah) itu terkadang mengalami perasaan Ringan
melayang seolah-olah hendak terbang keangkasa (‘alam
musyahadah menuju ‘alam malakut), maka tidak bisa dishifatkan bagaimana rasanya kemana atau dimanakah
dia. Itulah yang dishifatkan dengan =‘anashir =
Rihun ===angin.=
Adapun ‘anashir===turobun===tanah maksudnya bahwa orang yang mengerjakan
dzikrullah (dzikir bathiniyah) itu terkadang mengalami perasaan Berat badannya yaitu jauh lebih berat dari biasanya maka terasa sangat beratnya dia
bergerak. maka itulah yang dishifatkan dengan =‘anashir
= turobun===tanah =
Ketahuilah sebagaimana telah nasyhur didalam riwayat bahwa
tetkala junjunan kitaketika berada didalam (Gua
hira dijabal nur) sedang
demikian tercengang didalam dzikrullah bathiniyahnya lalu mendapat (Wahyu yang
pertamakalinya) maka beliau
sedang mendapat (Istighroq) ‘anashir air yakni rasa dingin yang
hebat sehingga beliau memintai kepada istrinya yaitu Siti khodijah .r.a untuk
menyelimutinya. maka jukalau seseorang mengerjakan dzikrullah dengan
sesungguhnya lalu dia mendapat perasaan-perasaan pengalaman-pengalaman (zhohir maupun bathiniyah) sebagaimana halnya (Istighroq)
itu maka dia telah mendapat (Fadhal Allah) limpah karunia Allah
1. Natijah = artinya : Syamrahnya = buahnya = yang didapat didalam mengerjakan
dzikrullah ( dzikir akhfiyan ) seumpama mengalami diantaranya
seolah-olah ibarat ia melihat dengan penglihatan bathiniyahnya seakan-akan
terbit.
Matahari
= dan =Bulan = atau = Bintang = semacam bercahya-cahya cemerlang gilang
gemilang pada sekalian badannya / tubuh jasmanunya yang mana cahya itu lain
dari pada yang lain tidak dapat dishifatkan, sebab disitulah ketika itulah Terbukanya
dinding yang meng Hijab yang
belum pernah dilihat dan belum pernah didengar sebelumnya bahkan belum pernah
dirasainya .
2 . Bashit=artinya:
luas=bagi orang yang
mengerjakan dzikrullah akhfiyan jenis tersembunyi yakni terhampiri
kepadanya Ni’mat karunia Allah ta’ala yang muthlaq
seumpama telah kenal dengan
yang maha mempunyai segala–galanya tentu mudahsaja mendapat segala sesuatu,
karena orang yang Ma’rifat / telah mengenal Allah
menjadilah baginya Thobe’at kebiasaan mengerjakan Dzikrullah baik
diwaktu duduk atau berdiri maupun - berbaring
bahkan kata setengah ulama sampe diwaktu tidurnya
sekalipun senantiasa berkekalan berkepanjangan tiada berkeputusan mengingat Allah maka
dikata bahwa orang yang bekekalan berkepanjangan tiada berkeputusan menjalankan
Dzikrullah itu, maka darahnya
yang setetes dan dagingnya yang segumpal
tulangnya yang delapan karat dan seluruh bulunya serta sekalian uratnya bergerak dengan sendirinya serempak membaca dengan sendirinya dzikrullah = Allah = Allah = Allah langsung tampa dorongan atau bantuan anggota Zhohir lagi, maka orang yang telah
sampai
sedemikian adanya Zhohirnya hamba ---akan tetapi Bathinnya Allah sajalah yang mengetahui segala haqeqat.
Hwallahu ya’lamu sirrokum
wajahrokum
Artinya :
hanyalah Allah yang mengetahui Rahasia
kalian maupun yang dinyatakan /
diterbukakan kalian.
Demikianlah keterangan mengenai
pusaka yang empat sebagai warits dari pada rasulullah .s.a.w yang terus turun
temurun sehingga jaman akhir yang dapa tdiperoleh bagi siapa saja yang
benar-benar menjalankan – mengerjakan dzikrullah yakni warid-warid bathiniyah
dengan memohon ( sharatnya = rukunnya = dan
adabnya ) seperti dengan
mengikuti peraturan –peraturan yang telah diturunkan oleh ahlinya didalam
thoreqat annaqsabandiyah, maka bagi orang yang telah beroleah limpah karunia
Allah itu dengan mengerjakan dzikrullah dari tajalli dzat Allah .s.w.t pada
masa itu hilanglah seakan ibarat dan terhapuslah sekalian isyarah yang empat
dan laksana Kaku lidahnya dan Pingsanlah
hatinya lalu cemerlanglah
padanya cahya Maqom ikhsan : qola rasulullah.s.a.w
Lima’allahi waqtun yas’uni fihimalaku muqorobun nabiyyun
mursalun
Artinya : untuk aku beserta Allah suatu
waktu yang tiada sampai padaku didalam waktu itu Malaikat yang
Muqorobun dan tiada pula oleh Nabi-nabi yang menjadi Rasul
Dan
keterangan pusaka yang empat tersebut hendaknya para murid mengukur diri
memeriksa dan meneliti pada diri masing-masing sudah sampai dimanakah tingkatan
masing-masing atau sudah samapai ditingkatan kedudukan yang mana lalu sekiranya
belum merasai / belum mendapa tsalasatu dari pusaka yang empat macam itu
janganlah berkecil hati hanya, pertinggi kesungguhan mengerjakan tugas
kewajiban beribadah kepada Allah dan melajimkan dzikrullah serta mau selalu
memeriksa dan meneliti diri sendiri kalau-kalau masih ada kekurangan pada
syaratnya : = shidiq = ikhlas = beradab
Pon
demikian para pemimpin yang sedanga memimpin murid-muridnya perlu sekali
mepahamkan dengan teliti apa-apa dari laporan dan pengalaman zhohirnya maipun
bathinnya dari pada para murid itu, sudah sampai dimanakah tingkatan tiap2
muridnya itu.
Maka
sebenarnya tidak sembarangan yang dekat :
Al’ulamau warotsatul
anbiya .
bahasa
ulama ( ilmunya ) adalah pewaris para Nabi. tentu mesti ada ciri-ciri
bukti.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar