BAB KESEMBILAN BELAS
MUROKOBATU –
MASYAHADATU
Sebagaimana telah banyak kita bicarakan
yang maksudnya bahwa dikehendaki dengan takholli (membuang sipat-sipat dan
perangai yang tercela) dan takholli (mensyuburkan menyapa nyata-nyata perangai
yang terpuji) yakni untuk mencapai MA’RIFATULLAH / mengenal Allah, maka
mengenal Allah itu pulalah kunci bagi berhampiri kepada Allah MUQOROBUN
petunjuk –petunjuk AL-QURAN tentang mukorobah diantaranya , firman Allah ta’ala :
Waidza saalaka ‘Ibadii ‘Annii fainnii
’Qoriib Ajiibu da’watuda’i idza da’ani (Al’baqoroh
182)
Artinya : dan apabila hamba-hambaku
bertanya kepadamu tentang AKU, maka (katakanlah) bahwasanya aku
dekat, aku meluruskan permohonanmu orang yang berdo’a apabila ia menyuruhku,
Dan lagi Firmannya : Wanahnu Aqrobu Ilaihi
Minhablilwariid (Qaf 16),
Artinya : dan kami lebih dekat
kepada manusia daripada urat
nadinya (Urat Lehernya )
Lagi Firman Allah : Wahuwa ma’kum ainama
kuntum. ( Alhadiid 4 )
Artinya : dan dzat Allah beserta kamu dimana saja
kamu berada Kamu Dimana.Saja Begitu pula ditunjukan oleh hadits, bahwa
Rasulullah S a w bersabda.
Anta’budullaha ka annaka tarohu,
Artinya : bahwasanya engkau
menyembah Allah seolah2 keadaanmu
melihat dzatnya.
Dan adalagi daripada ubadatubnish
shomoti ada diriwayatkan bahwa Rasulullah s a w bersabda.
Afdholu imanulma’i an ya’lamu annallaha ma’ahu haitsa kaana.
Artinya : yang utama imannya
seseorang bahwa ia mengetahui bahwasanya Allah beserta dia dimana saja dia
berada
Muroqobat :
Artinya : menurut bahasa
adalah ber intai-intaian (rasa menguasa) , sedangkan arti menurut
istilah tashauf adalah : keadaan seoarang MEYAKINI SEPENUH HATI bahawa
Allah selalu melihat dan menguasa I kita yakni Allah Maha mengatahui SELURUH
GERAQ GERIQ KITA bahkan apapun yang terlintas dalam HATI KITA,
Berkata Syekh
Kusyairi:
Almurokobatu ‘Ilmul’abdi Biththila’irrobbi Subhaanahu
Wata’ala:
Artinya : muqorobatu ialah bahwa hamba
tau sepenuhnya Yang Allah itu Melihatnya , dan setengah dari pada Ahli thashauf
berkata .
Man Rokoballahu Fiihawa Thoihi ‘Ashomahullahu
Ta’ala Fii Jawarihi.
Artinya : barang siapa yang
murokobah dengan Allah dalam hatinya maka Allah akan memeliharanya dari berbuat
dosa pada anggauta tubuhnya , dalam suatu qishah terceritakan , bahwa : adalah
seorang guru pada suatu hari sedang menguji beberapa muridnya tentang
muroqobah,
Maka guru ini lalu memberikan pada
tiap-tiap seorang muridnya seekor burung dengan perintah agar tiap murid itu
berpencar menyembelih masing-masing berungnya tetapi dengan catatan mesti
ditempat yang tiada terlihat oleh seorangpun, maka murid itu lalu berpencar
sendiri-sendiri masing-masing mencari tempat yang sunyi dan lagi tersembunyi
setelah beberapa saat kemudian para murid itu berangsur kembali datang kepada
gurunya sambil menyerahkan masing-masing burungnya yang telah mereka potong KECUALI
SEORANG MURID yang termuda membawa burungnya kembali kepada gurunya masih
dalam keadaan HIDUP, maka guru serentak menegur : bagaimana kamu tidak melaksanakan perintah
dengan tidak memotong burung itu ? JAWAB MURID : tuan guru menyuruh
supaya daku memotong burung ini ditempat yang sepi tidak terlihat oleh
siapapun, tetapi saya tidak menemukan tempat demikian KARENA DIMANA SAJA ALLAH MELIHATNYA,
tiada dapat tersembunyi dengan demikian tahulah guru itu bahwa satu ini saja
muridnya yang mengerti betul akan arti MUROQOBAh, yakni dia selalu
merasa intai dan diawasi oleh Allah dimanapun dia berada.
Begitu bahwa orng yang selalu MUROQOBAH
dengan Allah tentu dia tidak suka berbuat dosa lagi dan bershifat lurus
Dzohirnya dan Bathinnya, berlainan dengan orang ? MUNAFIQ yang selalu
takut diawasi dan diintai orang lain, manakalatidak dilihat orang maka
beranilah dia memperbuat dosa ditiap-tiap kesempatan yakni lupa melulu bahwa
Allah MELIHAT DIA.
Sebaliknya orang yang tiada MUROQOBAH
dengan allah ta’ala, maka dia tidak mempunyai pengawal kepada kebenaran karena
pengawalnya adalah SYAITHONIYAH.
Yang menyertainya kepada berbuat
dosa selalu, semagaimana dimaksudkan dengan perkataan seorang syekh al-mursyid
:
Arrojaau Yuharrikuka Ilaatho’ati Walkhaufu
Yab’iduka ‘Anil maa’ashii Walmurqobatu Tuddika Ilaa Thoriqil Haqoiqi,
Artinya : adapun harap
yang baik itu menggerakkan kamu kepada tho’at dan takut (Akan Allah) menjauhkan kamu dari jalannya Ma’siat
dan adapun muroqobah itu membawa kamu kejalan yang benar.
Tingkatan Muroqobah.
Pada pokoknya tingkatan muriqobah itu ada tiga .
·
1 . Muroqobatul Qolbi
ialah kewaspadaan dan pengingatan
kepada HATI agar keluar dari HUDHUR hati serta Allah .
·
2 . Muroqobatur ruuhi
ialah kewaspadaan dan pengingat
kepada RUH agar tetap selalu
merasa berada dalam pengawasan
pengintaian Allah.
·
3
. Muroqobatus sirru
ialah kewaspadaan dan pengingatan
terhadap SIR / rahasia agar tetap selalu tetap meningkatkan ‘amal
ibadahnya dan memperbaiki adabnya . maka beberapa yang dikenakan oleh para
‘ulama tashauf .:
Painnal Bu’dal
‘Abdi Mir Robbihi Innama Huwa Bisui Adzabihi
Artinya : bahwa
sesungguhnya jauhnya seorang hamba dari tuhannya hanya saja karena buruk
adabnya / tingkah lakunya , ; Perhatikan
firman Allah ta’ala didalam
hadits qudsi.
abdij’alni makana hamika akfika kulla hamika
makunta bika faanta fii khalali bu’din
wamakunta bii faanta muhalli qorbi fahtar linafsika
Artinya : hai hambaku
jadikanlah aku tempat perhatianmu niscaya aku penuhi pula perhatianmu itu
dimana aku ada dengan perhatianmu / kemaunmu maka engkau itu berada jauh dari
padaku dan dimana kamu ada karena kehendak aku (Allah) maka engkau itu berada
dekat aku maka pilihlah yang terbaik bagi dirimu itulah muroqobah yang dimaksud
dengan hadits
painnahu Yaroka
Artinya : Maka sesungguhynya
Allah tetap melihat / mengawasi kamu
Masyahadah .
Bahwasanya alat untuk
memproleh MA’RIFAT sebagai maqom TERTINGGI adalah SIIR, maka salasatu perbaikan SIIR
ialah MASYAHADAH dan nurul MASYAHADAH itu didalam QOLBU / HATI, dan tingkatannya adalah :
·
Pertama :
yang membukakan jalan dekat / berhampiri kepada ALLAH dengan tanda-tandanya bahwa seseorang
telah merasaMUROQOBAH ber Intai – intaian dengan ALLAH.
·
Kedua : nampak keadaan ADAMIAH / ketiadaan
maksudnya hilangnya segala yang maujud hayalah lebur kedalam WUJUDULLAH /
bagi Allah sajalah WUJUD yang haqiqi.
·
Ketiga : ternampaknya Dzat Allah yang Maha suci,
maksudnya Seseorang Telah fana sempurna FANAUL
KAMILU yakni telah lebur dirinya dan
yang BAQO hanyalah wujudullah semata-mata
Bahwa terjadinya
masyahadah adalah ketika terjadinya hanya satu WUJUD ( AHAD ) yakni
wujudullah sajalah dan tidak wujud lain disamping Allah.
Kata ahli tashauf : kaannallaha walaa syaiia ma’ahu wahuwal aana
‘alaa maa’alaihi kana
Artinya : adalah
Allah tiada suatupun bersamanya yaitu Allah terhadap keadaan bahwa terjadinya
keadaan yang demikian itu adalah bagi seorang yang telah tahqiq benar-benar
dalam maqom fana, tidak ada pandangan melainkan hanya pandangan akan Allah yang
Maha Esa belaka, maka terjadilah masyahadah, karena wujud haqiqi kekal bagi
Allah semata-mata, lenyap wujud lain pada dzat-Nya, sebenarnya masyahadah itu
biasanya dapat tercapai dengan mujahadah
sungguh-sungguh ber’amal.
Perihal Tasyauf Menggariskan:
Man
jayyana zhohirohu bilmujahadati hasanallahu saroirohu
bilmusyahadati,
Artinya : barang
siapa menghiasi lahirnya dengan mujahadah (kesungguhan) niscaya
Allah memperbaiki SIR / hatinya dengan masyahadah dan lagi
Al’musyhadtu Hudhurul Haqqi,
Artinya : masyahadah
itu adalah kehadiran kepada Allah maksudnya : tingkat masyahadah ini di dahului
dengan almukhadhoroh ( kehadiran hati ) beserta Allah. Hudhurul qolbi Artinya
: menanjak lagi ketingkat Almukasyafah Artinya : terbuka rahasia
. yaitu Lamahjuuba ‘Anna’til ghoibi : Artinya : tiada tertutup dari
shifat-shifat ghoib, setelah itu barulah seseorang dapat mencapai tingkat Almusyahadah,
yang menurut imam junaed rodiallahu anhum ta’rifnya .
Almusyahadatu
Wujudul Haqqi Ma’a Fuqdanihi,
Artinya :
Al-musyahadah itu adalah nampaknya AL-HAQ ta’ala dimana alam perasaan
sudah tiada.
Kemudian dikatakan
juga : ammal musyahadatu fahiya kasyfa hijabil bilhissi ‘annuril qudsi
wakasyfaridaish shauni ‘ani kaoni faanta tusyahidu dzatahu fii ‘alami
‘alakutihi wahuwa yusyahiduka fii’alami mulki . anta tusyahidu rububiyyatahu
wahuwa yusyahidu ‘ubudiyyataka. Wamusyahadahu robbi lil ‘abdi hiya ikhothotu
ilmihi biahwalihi wasrorihi.
Artinya :
Al-musyahadah itu terbukanya Hijab alam
perasan dan pancaran nur yang Maha suci yaitu tersingkapnya Tabir peliharaan
alam wujud ketika itu engkau melihat Dzatullah dan alam malakutnya. dan Allah
pun melihat kamu dalam alam kekuasaan-Nya dan Allah pun melihat kamu dalamalam
kekuasaan-Nya engkau menyaksikan Rahasia ketuhanan-Nya dan Allah pun
menyaksikan kehambaanmu / pengabdianmu. Dan penyaksian tuhan terhadap hambanya
adalah meliputi ilmunya akan ikhwalnya dan
rahasia hatinya,
maksudnya : Allah Maha mengetahui atas segala yang diketahui oleh hambanya, pun
apa-apa yang diperbuat dan yang tergores dalam hati hambanya, bahwasanya
masyahadah itu pun dapat diperoleh
melalui PINTU YAKIN sebagai mana terkandung sabda Rasulullah s a
w
Muutuu
Qoola Antamuutuu.
Artinya
: Rasakanlah mati sebelum engkau mati
Yang dimaksud dengan kata—MATI—dalam
pengartian ini ialah HIDUPNYA HATI, dan tiada sangat KEHIDUPAN HATI
melainkan dengan SANGAT MATINYA NAFSU, jadi arti MATI disini
adalah sangat MATI NAFSU, dan ini dengan merasakannya, sebagai mana
dikatakan oleh syekh abu ma’yam.
Man Lam Yamtu Lam Yarolhaq.
Artinya :
barang siapa merasai mati niscaya ia tidak dapat melihat / menyaksikan
masyahadah dengan Al-haqqu ta’ala .
Dan syekh abu ‘abas berkata :
Layadhula‘alaihi min baababni : min babil
fanail akbari wahuwal maututhobi’iyyu. Wamin babil fana illahi tu’nihi
hadzihits thoifatu,
Artinya : tiada masuk
masyahadah dengan Allah kecuali melalui DUA PINTU salahsatu dari pintu
itu adalah pintu PANAUL AKBAR yaitulah pintu MATI THOBI’I dan
daripada pintu FANA yang mengenakan menurut pengertian ahli tashauf.
Ketahuilah jalan untuk
sampai kepada MASYAHADAH dengan Allah dengan cara melalui PINTU MATI
dalam pengertian MATINYA NAFSU untuk HIDUPNYA HATI dapat ditempuh
pada empat tingkat
( 1 )
MATI THOBO’II ( 2 ) MATI
MA’NAWII
( 3 )
MATI SURI ( 4 ) MATI HISSII
Mati Thobi’ii
Adapun MATI THOBI’I
menurut ahli – ahli thoreqat terjadi dengan kaunia Allah pada sangatseorang
mujahada menjalankan DZIKIR lathoif dalam lathifatul QOLBI, dan MATI
THOBI’I ini merupakan pintu pertama bagi MUSYAHADAH dengan Allah
maka dengan limpah karunia Allah dia FANA / lenyap pendengarannya, yang
dhohir karena nyaringnya telinga BATHIN mendengar kalimatul ‘ulya –Allah
– Allah – Allah pada tingkat ini DZIKIR QOLBU dimulai dengan HATI berdzikir kemudian menjalar kesegala INDRA
serta jalan / bergerak dengan sendirinya lalu ALAM PERASAAN mulai HILANG
itulah MATI THOBI’I, maka pada
sangat – sangat seperti itu AQAL PIKIRAN mulai tidak berjalan
lagi melainkan terjadilah sebagai ILHAM yang tiba-tiba NUR ILAHI
terbit dalam HATI, muhadhoroh hati beserta Allah, maka telinga BATHINNYA
mendengar.
Innanii annallahu lailaha illa anaa
Artinya : dalam tanjakan
– tanjakan bathin inilah seorang selaku yang mujahadah itulah memulai masuk
pada PINTU FANA yang pertama yang disebut sebagai
Fanau fiil af’al . dan . tajallai fiil
af’al.
Dimana gerak
dan diam itu adalah pada Allah.
Qauluhu: Laa faa ‘ila Illallah
Tiada yang
berbuat gerak dan diam hanyalah Allah
Mati Ma’nawii.:
Menurut setengah dari
pada ahli thoreqat, bahwa MATI MA’NAWI ini terjadi dengan karunia Allah
ta’ala pada saat seorang mujahada melakukan DZIKIR didalam LATHIFATUR
RUH, digambarkan pula bahwa terjadinya itu sebagai ILHAM yang
tiba-tiba NUR ILAHI terbit dalam HATI yang ketika itu penglihatan
secara lahir lenyap.
Terganti MATA BATHIN
yang menguasai penglihatan DZIKRULLAH sudah pada tingkat ini semakin
meresap terus pada diri yang mana DZKIR sudah menjalar hawanya di
sekujur tubuh.
Termasuk segala bulu roma serentak BERDZIKIR,
shifat-shifat keinsanan telah lebur diliputi shifat ketuhanan, maka mujahada
tersebut telah memasuki FANAU yang kedua yang dinamakan: FANAU FIISH
SHIFATI, shifat kebaharuan dan kekurangan serta alam perasaan lenyap / fana
dan yang tinggal adalah shifat TUHAN yang maha sempurna lagi ajali.
Mati suri
BAHWA MATI SURI
ini terjadi dengan karunia Allah ta’ala pada saat seorang mujahada melakukan
Dzikir didalam lathifatussir pada Dzikir lathoif, maka pada tingkat ketiga ini
dia telah masuk PINTU MASYAHADAH dengan Allah dan ketika itu segala
keinsanan LENYAP PANA dengan lain perkataan alam wujud gelap dan (ghulmatu)
telah ditelan alam ghoib (alam malakut)
yang penuh dengan nur cahya serta yang BAQO adalah NURULLAH
semata-mata.
nur af’alullah – nur shifatullah – dan nur dzarullah,- nurun ‘ala
nuriin, -firman Allah ta’ala : nurun ‘alanuril yahdillahu linurihi may-yasya
(annur 35)
Artinya : Di cahya diatas
cahya Allah melimpahkan karunianya dengan NUR-NYA kepada siapa-siapa
yang dikehendakinya (laa mahmuda illallah) tiada yang terpuji melainkan
Allah.
Mati Hissii:
Bahwasanya
MATI HISSI terjadi dengan karunia Allah jua pada saat seorang mujahada melakukan Dzikir Lathofatul Khofi pada dzikir lathoif,
yang pada tingkat keempat ini dia telah sampai ketingakat yang lebih tinggi
bagai mencapai maqom MA’RIFAT maka LENYAPLAH / PANA segala shifat
– shifat KEINSANAN yang muhaddats (Baru) terganti shifat-shifat TUHAN
yang QODIM AJALI ketika itu
menanjaklah BATHIN keinsanan lebur kedalam KEBAQOAN ALLAH yang
qodim, manunggal abadi dan MA’BUD dan yang bersangkutan lantas mengalami
yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinganya,
tidak pernah terlintas dalam hati sanubari manusia, tak dapat dishifatkan, akan
tetapi yang bersangkutan mengerti sendirinya. Untuk mencapai keadaan seperti
musyahadah seperti tersebut diatas adalah dengan mujahadah, karena siapa-siapa
menghiasi dirinya DZOHIRNYA dengan mujahadah niscaya Allah mempernaikkan
sirnya / hatinya dengan masyahada MANLAM YADUQ LAM YA’RIF artinya : siapa-siapa
yang belum merasai tentu ia belum mengenalinya.
Selesai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar