Rabu, 08 Januari 2014

DOA DAN DZIKIR



Allah سبحانه و تعالى berfirman:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُواْ لِي وَلاَ تَكْفُرُونِ
 
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan pengampunan). Dan bersyukurlah kepada-Ku, serta jangan ingkar (pada nikmat-nikmat-Ku).” (QS. Al-Baqarah: 152)
 
وَاذْكُر رَّبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُن مِّنَ الْغَافِلِينَ
 
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksaan-Nya), serta tidak mengeraskan suara, di pagi dan sore hari. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raaf: 205)
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً
 
“Hai, orang-orang yang beriman, berdzikirlah yang banyak kepada Allah (dengan menyebut nama-Nya).” (QS. Al-Ahzaab: 41)
 
وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيراً وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً
 
“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, maka Allah menyediakan untuk mereka pengampunan dan pahala yang agung.” (QS. Al-Ahzaab: 35)
Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:


أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ قَالُوا بَلَى قَالَ ذِكْرُ اللَّهِ تَعَالَى
 
“Maukah kamu, aku tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci di sisi Rajamu (Allah), dan paling mengangkat derajatmu; lebih baik bagimu dari infaq emas atau perak, dan lebih baik bagimu daripada bertemu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu?” Para sahabat yang hadir berkata: “Mau (wahai Rasulullah)!” Beliau bersabda: “Dzikir kepada Allah Yang Mahatinggi.” [1]
 
مَثَلُ الَّذِي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالَّذِي لَا يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
 
“Perumpamaan orang yang ingat akan Rabb-nya dengan orang yang tidak ingat Rabbnya laksana orang yang hidup dengan orang yang mati.[2]
 
يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
 
“Allah تعالى berfirman: ‘Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku, Aku bersamanya (dengan ilmu dan rahmat) bila dia ingat Aku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia menyebut nama-Ku dalam suatu perkumpulan, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih baik dari mereka. Bila dia,mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika dia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.”[3]
 
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُسْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَجُلًا قَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَيَّ فَأَخْبِرْنِي بِشَيْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ: لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللهِ
 
Dari Abdullah bin Burs رضي الله عنه, dia berkata: Bahwa ada seorang lelaki berkata: ‘Wahai, Rasulullah! Sesungguhnya syari’at Islam telah banyak bagiku, oleh karena itu, beritahulah aku sesuatu buat pegangan.’ Beliau bersabda: ‘Tidak hentinya lidahmu basah karena dzikir kepada Allah (lidahmu selalu mengucapkannya).”[4]
 
مَنْ قَرَأَ حَرْفاً مِنْ كِتَابَ اللَّهِ فلَهُ حَسَنَةٌ، وَالْـحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِـهَا لَا أَقُولُ: الـم حَرْفٌ، وَلَكِنْ: أَلِفٌ حَرْفٌ، وَلَامٌ حَرْفٌ، ومِيَمٌ حَرْفٌ
 
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’an, akan mendapatkan suatu kebaikan. Sedang satu kebaikan akan dilipatkan sepuluh semisalnya. Aku tidak berkata: Alif laam miim, satu huruf. Akan tetapi Alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf.”[5]
 
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ فِي الصُّفَّةِ فَقَالَ: أَيُّكُمْ يُحِبُّ أَنْ يَغْدُوَ كُلَّ يَوْمٍ إِلَى بُطْحَانَ أَوْ إِلَى الْعَقِيقِ فَيَأْتِيَ مِنْهُ بِنَاقَتَيْنِ كَوْمَاوَيْنِ فِي غَيْرِ إِثْمٍ وَلَا قَطْعِ رَحِمٍ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ نُحِبُّ ذَلِكَ قَالَ أَفَلَا يَغْدُو أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَسْجِدِ فَيَعْلَمُ أَوْ يَقْرَأُ آيَتَيْنِ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ خَيْرٌ لَهُ مِنْ نَاقَتَيْنِ وَثَلَاثٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ ثَلَاثٍ وَأَرْبَعٌ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَرْبَعٍ وَمِنْ أَعْدَادِهِنَّ مِنْ الْإِبِلِ
Dari Uqbah bin Amir رضي الله عنه, dia berkata: “Rasulullah صلى الله عليه وسلم keluar, sedang kami di serambi masjid (Madinah). Lalu beliau bersabda: ‘Siapakah di antara kamu yang senang berangkat pagi pada tiap hari ke Buthhan atau al-Aqiq, lalu kembali dengan membawa dua unta yang besar punuknya, tanpa mengerjakan dosa atau memutus silaturrahmi?’ Kami (yang hadir) berkata: ‘Ya kami senang, wahai Rasulullah!’ Lalu beliau bersabda: ‘Apakah seseorang di antara kamu tidak berangkat pagi ke masjid, lalu memahami atau membaca dua ayat al-Qur’an, hal itu lebih baik baginya dari pada dua unta. Dan (bila memahami atau membaca) tiga (ayat) akan lebih baik daripada memperoleh tiga (unta). Dan (bila memahami atau mengajar) empat ayat akan lebih baik baginya daripada memperoleh empat (unta), dan demikian dari seluruh bilangan unta.”[6]
 
مَنْ قَعَدَ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةٌ، وَمَنِ اضْطَجَعَ مَضْجَعًا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ فِيْهِ كَانَتْ عَلَيْهِ مِنَ اللهِ تِرَةٌ
 
Barangsiapa yang duduk di suatu tempat, lalu tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, pastilah dia mendapatkan hukuman dari Allah dan barangsiapa yang berbaring dalam suatu tempat lalu tidak berdzikir kepada Allah, pastilah mendapatkan hukuman dari Allah.” [7]
 
مَا جَلَسَ قَوْمٌ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوا اللهَ فِيْهِ، وَلَمْ يُصَلُّوْا عَلَى نَبِيِّهِمْ إِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ تِرَةٌ، فَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهـُمْ
 
“Apabila suatu kaum duduk di majelis, lantas tidak berdzikir kepada Allah dan tidak membaca shalawat kepada Nabinya, pastilah ia menjadi kekurangan dan penyesalan mereka, maka jika Allah menghendaki bisa menyiksa mereka dan jika menghendaki mengampuni mereka.”[8]
 
مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ فِيْهِ إِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً
“Setiap kaum yang bangkit dari suatu majelis, yang mereka tidak berdzikir kepada Allah di dalamnya, maka selesainya majelis itu seperti bangkai keledai dan hal itu menjadi penyesalan mereka (di hari Kiamat).”[9]

[1] HR. At-Tirmidzi no. 3377, Ibnu Majah 2/1245. Lihat pula Shahih Tirmidzi 3/139 dan Shahih Ibnu Majah 2/316
[2]
HR. Al-Bukhari dalam Fathul Baari 11/208. Imam Muslim meriwayatkan dengan lafazh sebagai berikut:
 
مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِي يُذْكَرُ اللهُ فِيْهِ وَالْبَيْتِ الَّذِي لاَ يُذْكَرُ الله فِيْهِ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
 
“Perumpamaan rumah yang digunakan untuk dzikir kepada Allah dengan rumah yang tidak digunakan untuk dzikir, laksana orang hidup dengan orang yang mati.” (Shahiih Muslim 1/539).

KEUTAMAAN DZIKIR PENERANG KUBUR

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Berikut adalah keutamaan-keutamaan dzikir yang disarikan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya Al Wabilush Shoyyib. Moga semakin memotivasi untuk tidak lalai dari dzikir, apalagi dzikir yang banyak disebut kalam Allah yaitu majelis ilmu yang mengkaji Al Kitab dan Sunnah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Pertama, mengusir setan.
Kedua, mendatangkan ridho Ar Rahman.
Ketiga, menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.
Keempat, hati menjadi gembira dan lapang.
Kelima, menguatkan hati dan badan.
Keenam, menerangi hati dan wajah.
Ketujuh, mendatangkan rizki.
Kedelapan, orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.
Kesembilan, mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.
Kesepuluh, mendekatkan diri pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.
Kesebelas, mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam setiap keadaan.
Keduabelas, seseorang akan semakin dekat  pada Allah sesuai dengan kadar dzikrnya pada Alalh ‘azza wa jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan semakin jauh dari-Nya.
Ketigabelas, semakin bertambah ma’rifah (mengenal Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada Allah.
Keempatbelas, mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir, akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah.
Kelimabelas, meraih apa yang Allah sebut dalam ayat,


فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

Ingatlah pada-Ku, maka Aku akan melihat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152). Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.
Keenambelas, hati akan semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,


الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟
Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”
Ketujuhbelas, hati dan ruh semakin kuat. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.
Kedelapanbelas, dzikir menjadikan hati semakin kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati adalah disebabkan karena lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dzikir, taubat dan istighfar.
Kesembilanbelas, menghapus dosa karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan.
Keduapuluh, menghilangkan kerisauan. Kerisauan ini dapat dihilangkan dengan dzikir pada Allah.
Keduapuluh satu, ketika seorang hamba rajin mengingat Allah, maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh.
Keduapuluh dua, jika seseorang mengenal Allah dalam  keadaa lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan sempit.
Keduapuluh tiga, menyelematkan seseorang dari adzab neraka.
Keduapuluh empat, dzikir menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat.
Keduapuluh lima, dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil.
Keduapuluh enam, majelis dzikir adalah majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis setan.
Keduapuluh tujuh, orang yang berzikir begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya.
Keduapuluh delapan, dzikir akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat.
Keduapuluh sembilan, karena tangisan orang yang berdzikir, maka Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di hari kiamat yang amat panas.
Ketigapuluh, sibuknya seseorang pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada peminta-minta.
Ketigapuluh satu,  dzikir adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.
Ketigapuluh dua, dzikir adalah tanaman surga.
Ketigapuluh tiga, pemberian dan keutamaan yang diberikan pada orang yang berdzikir, tidak diberikan pada amalan lainnya.
Ketigapuluh empat, senantiasa berdzikir pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,


وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19)
Ketigapuluh lima, dzikir mudah menggerakkan hamba.
Ketigapuluh enam, dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit.

Faedah dzikir lainnya insya Allah akan kami lanjutkan pada kesempatan lainnya. Allahumma yassir wa a’in.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Sumber: Al Wabilush Shoyyib, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Dar ‘Alam Al Fawaid, 94-114

KEUTAMAAN KEUTAMAN DZIKIR




Suatu hari para fakir miskin dari kalangan sahabat mendatangi rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, mereka berkata , Wahai Rasulullah,orang-orang kaya telah mendahului kami dengan membawa derajat-derajat yang tinggi dan kenikmatan yang abadi.”Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bertanya, Kenapa demikian? Para sahabat tadi melanjutkan, “orang-orang kaya tersebut shalat sebagaimana kami juga sholat, mereka puasa sebagaiman kami juga berpuasa, tapi mereka bersedekah dan kami tidak bisa bersedekah, mereka membebaskan budak dan kami tidak bisa.”
Demikianlah keluhan para shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam, mereka merasa sedih ketika mendapati ada orang lain yang lebih baik amalannya. Perlombaan ke negeri akhirat.oleh karena itu jadilah mereka sebaik baik umat.maka pantas saja kalau Allah subahanahu wa ta’ala menjadikan cara keimanan mereka standar dalam mengukur kebenaran dari kebatilan.
Allah ta’la berfirman :
فَإِنۡ آمَنُواْ بِمِثلِ مَآ آمَنتُم بِهِۦ فَقَدِ ٱهتَدَواْ‌ۖ وَّإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّمَا هُمۡ فِى شِقَاقٍ۬‌ۖ فَسَيَكفيكهم ٱللَّهُ‌ۚ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلعَلِيمُ
Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian (para shahabat) telah beriman kepadanya, sesungguh mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(Al Baqarah:137)
Al Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- berkata, ayat ini memposisikan keimanan para shahabat Nabi sebagai standar dan ukuran dalam membedakan petunjuk dari kesesatan dan kebenaran kebatilan . Maka apabila para ahli kitab beriman seperti keimanan mereka (para shahabat) berarti mereka telah mendapatkan hidayah mutlak yang sempurna. Dan apabila mereka berpaling dari beriman seperti keimanan para shahabat maka mereka telah jatuh pada kebinasaan yang jauh.” Lihat Juga An Nisaa’:115
Lalu Rasullah shalallhu ‘alaihi wasallam berkata menerangkan mereka, “inginkah kalian aku ajarkan sesuatu dengannya kalian bisa menyusul orang-orang yang mendahului kalian dan kalian bisa meninggalkan orang-orang yang dibelakang kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih baik dari kalian, kecuali mereka yang juga mencontoh amalan kalian?”
Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam tahu betul bahwa perlombaan sebenarnya adalah ini.persis seperti yang Allah subahanahu wa ta’ala firmankan:
وَسَارِعُوٓاْ إِلَىٰ مَغۡفِرَةٍ۬ مِّن رَّبِّكمۡ وَجَنَّةٍ عَرۡضُهَا ٱلسَّمَـٰوَٲتُ وَٱلأَرۡضُ أُعِدَّتۡ للمُتَّقِينَ
Dan beregeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan Bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa.(Al-Imran:133)
Bukan berlomba-lomba dalam dunia yang jelas-jelas tercela dalam agama,
Ketahuilah, Bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga tentang banyaknya harta dan anak,seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan Allah serta keridlaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”(al-Hadiid:20)
Lalu para shahabat tersebut dengan antusias menjawab, “tentu ya rasulullah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Bertasbih, bertakbir dan bertahmid lah kalian pada setiap kali selesai shalat wajib sebanyak 33 kali. (HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah).
Alangkah besarnya fadhilah berdzikir kepada Allah subahanahu wa ta’ala, dengan tasbih (ucapan subahanallah) , Takbir (ucapan Allahu Akbar), Tahmid (ucapan Alhamdulillah) yang dibaca seorang hamba seperti yang dituntunkan Nabi-Nya ia akan mendapatkan keutamaan-keutamaan diatas.Demikianlah dzikir kepada Allah subahanahu wa ta’ala, bahkan Allah subahanahu wata’ala mengancam orang-orang yang hatinya lalai dari berdzikir mengingat Allah subahanahu wa ta’ala dalam firmanNya:
أَفَمَن شَرَحَ ٱللَّهُ صَدۡرَهُ ۥ لِلإِسلا مِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ۬ مِّن رَّبِّهِۦ‌ۚ فَوَيلٌ۬ لِّلقَـٰسِيَةِ قُلُوُبهم مِّن ذِكرِ ٱللَّهِ‌ۚ أُولئكَ فِى ضَٰلالٍ۬ مُّبِينٍ
 
Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya (untuk) menerima agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membantu hatinya) Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang membantu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”(Az-Zummar:22)
Dan diantara Fadilah-Fadilah dzikir yang lain adalah seperti yang disebutkan dalam banyak dalil al Qur’an mauopun hadits-hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam :
1. Dzikir merupakan penangkal ampuh dari godaan-godaan syaithan.
Allah subahanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ ٱلشَّيطَـٰنِ نَزۡغٌ۬ فَٱستَعِذۡ بِٱللَّهِ‌ۖ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلعَلِيمُ
Dan Jika Syaithan mengganggumu dengan suatu ganguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Fushilat:36)
Dan hadits-hadits dlam hal ini banyak, diantaranya adalah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shalat dalam Shahihnya, Bahwa Suhail bin Abi Shalih bercerita, “Suatu hari Bapakku mengutusku pergi kekabilah Bani Haritsah maka akupun pergi bersama seseorang teman.Tiba-tiba terdengar suara memanggil-manggil nama temanku dari balik sebuah tembok. Dan ketika temanku melihat ke balik tembok tempat suara tadi berasal, ia tidak mendapati seseorangpun disana. Maka sepulangnya kami kerumah aku ceritakan kejadian ini kepada bapakku, dan dia berkata:” seandainya akau tahu bahwa kamu akan mengalami kejadian ini tentu aku tidak akan mengutusmu, tapi apabila kamu mendengar suara maka kumandangkanlah adzan, karena aku mendengar Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu membawakan hadits dari nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: “ Sesungguhnya syaithan apabila terdengar panggilan shalat (adzan) lari tungang langgang.
2. Dzikir seorang hamba akan memenuhi timbangan kebaikannya di akhirat.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“(Ucapan) Alhamdulillah memenuhi timbangan dan (ucapan) Subahanallah wal hamdulillah keduanya memenuhi antara langit dan Bumi.”( HR. Muslim dari Abu Malik Al Asy’ary radhiyallahu ‘anhu)
3. Allah subahanahu wa ta’ala mencintai orang yang berdzikir kepada-Nya.
Allah subahanahu wa ta’ala berfirman:
فَٱذۡكُرُونِىٓ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشكُرُواْ لِى وَلا تَكُفرُونِ
 
Berzikirlah kalian kepada-Ku niscaya Akau akan mengingat-ingat kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Ku (atas berbagai nikmat yang Aku berikan kepad kalian) serta janganlah kalian mengikarinya. (al-Baqarah:152)
dan disebukan didalam hadits abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Ada dua kalimat yang ringan bagi lisan dan berat ditimbangan dan dicintai oleh ar-Rahman yaitu: Subahanallah wabihamdih, Subahanallahil ‘Adzim.”(Bukhari-Muslim)
4. Dzikir kepada Allah subahanahu wa ta’ala menggugurkan dosa-dosa.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
Barang siapa yang membaca “Subahanallahi wabihamdih seratur kali dalam sehari , akan digugurkan dosa-dosanya walaupun sebanyak buih dilautan.” (Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu)
5. Dengan Dzkir Allah subahanahu wa ta’ala akan tambahkan rezeki dan keturunan seseorang. Allah subahanahu wata’ala berfirman: 
فَقُلتُ ٱستَغفرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُ ۥ كَانَ غَفَّارً۬ا 
يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيكُم مِّدۡرَارً۬ا 
وَيُمۡدِدۡكُم بِأَموَٲلٍ۬ وَبَنِينَ وَيَجعَل لَّكُمۡ جَنَّا تٍ۬ وَيَجعَل لَّكُمۡ أَنهاٰرً۬ا 
Maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakan harta dan anak-anakmu, dan menggandakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Nuh:10-12)
Dan Fadilah-fadilah lainnya yang teramat banyak yang tidak mungkin disebutkan semuanya pada kesempatan yang singkat ini.
Dan dzikir kepada Allah subahanahu wa ta’ala apabila ditinjau dari sisi hukumnya, 
Dzikir terbagi menjadi dua macam:
Pertama : Dzikir yang diwajibkan
Shalat misalnya merupakan termasuk dari dzikir-dzikir yang wajib, karena didalamnya terkandung dzikir-dzikir kepada Allah subahanahu wa ta’ala seperi membaca al Qur’an.
Kedua: Dzikir yang tathawwu’ ( yang Mustahab)
Seperti bacaan tasbih (subahanallah), tahlil (laa ilaaha ilallah), Takbir (Allahu Akbar).
Sedangkan apabila ditinjau dari sisi bentuknya.dzikrullah terbagi menjadi dua macam:
Pertama : dzikir anggota badan
Seperti dengan ucapan dan anggota badan. Cara ini dapat dilakukan oleh seseorang mukmin maupun munafiq
Kedua: Dzikir dengan hati. Dimana hati seseorang senantiasa ingat kepada Allah subahanahu wa ta’ala, senatiasa merasa diawasi Allah subahanahu wa ta’ala, sehingga dia berupaya untuk menjalankan perintah-perintah-Nya. Dia Esa-kan Allah subahanahu wa ta’ala dan tidak menyekutukan-nya. Dia menjalankan sunnah atau ajaran Nabi-Nya dan meninggalkan larangannya. Dia senantiasa ta’at kepada-Nya dan jauh dari maksiat. Maka dzikir ini tidak bisa dilakukan kecuali oleh seorang Mukmin. Wallahu a’lam bishawab.

KEUTAMAAN BERDZIKIR



Rumah orang yang berdzikir kepada Allah adalah rumah manusia hidup, dan rumah orang yang tidak berdzikir adalah seperti rumah orang mati, atau kuburan.

Dzikir merambah aspek yang luas dalam diri insan. Karena dengan dzikir, seseorang pada hakekatnya sedang berhubungan dengan Allah. Dzikir juga merupakan makanan pokok bagi hati setiap mu'min, yang jika dilupakan maka hati insan akan berubah menjadi kuburan. Dzikir juga diibaratkan seperti bangunan-bangunan suatu negri; yang tanpa dzikir, seolah sebuah negri hancur porak poranda bangunannya. Dzikir juga merupakan senjata bagi musafir untuk menumpas para perompak jalanan. Dzikirpun merupakan alat yang handal untuk memadamkan kobaran api yang membakar dan membumi hanguskan rumah insan. Demikianlah diungkapkan dalam "Tahdzib Madarijis Salikin".
Rasulullah SAW juga pernah menggambarkan perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah seperti orang yang hidup, sementara orang yang tidak berdzikir kepada Allah sebagai orang yang mati:  
عَنْ أَبِي مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الذِّي يَذْكُرُ رَبَّهُ وَالذِّي لاَ يَذْكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
"Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidak berdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati." (HR. Bukhari)
Bahkan dalam riwayat lain, Rasulullah SAW juga mengumpamakannya dengan rumah. Rumah orang yang berdzikir kepada Allah adalah rumah manusia hidup, dan rumah orang yang tidak berdzikir adalah seperti rumah orang mati, atau kuburan.
Seorang mu'min yang senantiasa mengajak orang lain untuk kembali kepada Allah, akan sangat memerlukan porsi dzikrullah yang melebihi daripada porsi seorang muslim biasa. Karena pada hakekatnya, ia ingin kembali menghidupkan hati mereka yang telah mati. Namun bagaimana mungkin ia dapat mengemban amanah tersebut, manakala hatinya sendiri redup remang-remang, atau bahkan juga turut mati dan porak poranda.
URGENSI DZIKIR DALAM KEBERSIHAN HATI SEORANG DA'I
Dari sini dapat diambil satu kesimpulan bahwa tidak mungkin memisahkan dzikir dengan hati. Karena pemisahan seperti ini pada hakekatnya sama seperti pemisahan ruh dan jasad dalam diri insan. Seorang manusia sudah bukan manusia lagi manakala ruhnya sudah hengkang dari jasadnya. Dengan dzikir ini pulalah, Allah gambarkan dalam Al-Qur'an, bahwa hati dapat menjadi tenang dan tentram (13:28)
الذِّيْنَ آمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan dzikir kepada Allah. Ingatlah bahwa hanya dengan dzikrullah hati menjadi tenang."
Ketenangan bukanlah sebuah kata yang tiada makna dan hampa. Namun ketenangan memiliki dimensi yang sangat luas, yaitu mencakup kebahagian di dunia dan di akhirat. Allah SWT ketika memanggil seorang hamba untuk kembali ke haribaan-Nya guna mendapatkan keridhaan-Nya, menggunakan istilah ini:
"Wahai jiwa-jiwa yang tenang. Kembalilah kamu pada Rabmu dalam kondisi ridha dan diridhai. Maka masuklah kamu dalam golongan hamba-hamba-Ku. Dan masuklah kamu dalam surga-Ku." (Al-Fajr, 27-30)
Ketenagan hati juga berkaitan erat dengan kebersihan hati. Hati yang tidak bersih, tidak dapat menjadikan diri insan menjadi tenang. Bahkan penulis melihat bahwa kebersihan hatilah yang menjadi pondasi tegaknya bangunan ketenangan hati. Dan disinilah dzikir dapat mengantisipasi hati menjadi bersih, sebagaimana dzikir juga dapat menjadikan hati menjadi tenang. Dan ini pulalah letak urgensitas dzikir dalam hati seorang da'i.
Adalah suatu hal yang teramat tabu bagi seorang da'i, meninggalkan dzikir dalam setiap detik yang dilaluinya. Karena dzikir memiliki banyak keistimewaan yang teramat penting guna menjadi bekalan da'wah yang akan mereka lalui. Salah seorang salafuna saleh ada yang mengatakan, "Lisan yang tidak berdzikir adalah seperti mata yang buta, seperti telinga yang tuli dan seperti tangan yang lumpuh. Hati merupakan pintu besar Allah yang senantiasa terbuka antara hamba dan Rabnya, selama hamba tersebut tidak menguncinya sendiri." Adalah Syekh Hasan al-Basri, mengungkapkan dalam sebuah kata mutiara yang sangat indah:
تَفَقَّدُوْا الْحَلاَوَةَ فيِ ثَلاَثَةِ أَشْيَاءٍ : فِي الصَّلاَةِ، وَفِي الذِّكْرِ وَفِي قِرَاءَةِ الْقُرْآنِ، فَإِنْ وَجَدْتُمْ.... وَإِلاَّ فَاعْلَمُوْا أَنَّ اْلبَابَ مُغْلَقٌ
"Raihlah keindahan dalam tiga hal; dalam shalat, dalam dzikir dan dalam tilawatul Qur'an, dan kalian akan mendapatkannya.... Jika tidak maka ketahuilah, bahwa pintu telah tertutup."
Inilah pentingnya dzikir bagi kebersihan hati seorang da'i. Dengan dzikir, seorang hamba akan mampu menundukkan syaitan, sebagaimana syaitan menundukkan manusia yang lupa dan lalai. Dengan dzikir pulalah, amal shaleh menjadi hidup. Dan tanpa dzikir, amal shaleh seperti jasad yang tidak memiliki ruh. Akankan aktifitas da'wah yang dilakukan da'i menjadi seperti jasad tanpa ruh?
DZIKIR ANTARA HATI DAN LISAN
Dzikir merupakan ibadah hati dan lisan, yang tidak mengenal batasan waktu. Bahkan Allah menyifati ulil albab, adalah mereka-mereka yang senantiasa menyebut Rabnya, baik dalam keadaan berdiri, duduk bahkan juga berbaring. Oleh karenanya dzikir bukan hanya ibadah yang bersifat lisaniah, namun juga qolbiah. Imam Nawawi menyatakan bahwa yang afdhal adalah dilakukan bersamaan di lisan dan di hati. Sekiranyapun harus salah satunya, maka dzikir hatilah yang lebih afdhal. Meskipun demikian, menghadirkan maknanya dalam hati, memahami maksudnya merupakan suatu hal yang harus diupayakan dalam dzikir. Imam Nawawi menyatakan:
المُرَادُ مِنَ الذِّكْرِ حُضُوْرُ الْقَلْبِ ، فَيَنْبَغِيْ أَنْ يَكُوْنَ هُوَ مَقْصُوْدُ الذَّاِكرِ فَيَحْرُصُ عَلَى تَحْصِيْلِهِ ، وَيَتَدَبَّرَ مَا يَذْكُرُهُ ، وَيَتَعَقَّلَ مَعْنَاهُ...
Yang dimaksud dengan dzikir adalah menghadirkan hati. Seyogyanya hal ini menjadi tujuan dzikir, hingga seseorang berusaha merealisasikannya dengan mentadaburi apa yang didzikirkandan memahmi makna yang dikandungnya..."
Dari sinilah muncul perbedaan pendapat mengenai dzikir dengan suara keras, atau dengan suara pelan. Masing-masing dari kedua pendapat ini memiliki dalil yang kuat. Dan cukuplah untuk menegahi hal ini, firman Allah dalam sebuah ayat:
قُلِ ادْعُوْا اللهَ أَوِ ادْعُوْا الرَّحْمَنَ أَيًّا مَا تَدْعُوْا فَلَهُ اْلأَسْمَاءُ الْحُسْنَى وَلاَ تَجْهَرْ بِصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَاوَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيْلاً
" Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu" (Al-Isra', 17:110)
Meskipun teks ayat di atas dimaksudkan pada bacaan shalat, namun ada juga riwayat lain yang menunjukkan bahwa dzikir dan doa juga termasuk yang dimaksudkannya juga.
قال ابن جرير: حدثنا يعقوب حدثنا ابن علية عن سلمة بن علقمة عن محمد بن سيرين قال: نبئت أن أبا بكر كان إذا صلى فقرأ خفض صوته وأن عمر كان يرفع صوته فقيل لأبي بكر لم تصنع هذا؟ قال أناجي ربي عز وجل وقد علم حاجتي فقيل أحسنت. وقيل لعمر لم تصنع هذا؟ قال أطرد الشيطان وأوقظ الوسنان قيل أحسنت فلما نزلت "ولا تجهر بصلاتك ولا تخافت بها وابتغ بين ذلك سبيلا" قيل لأبي بكر ارفع شيئا وقيل لعمر اخفض شيئا
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Sirin, "bahwa Abu Bakar senantiasa mengecilkan suaranya dalam shalat, sedangkan Umar mengeraskan suaranya. Hingga suatu ketika Abu Bakar ditanya mengenai pelannya suara, beliau menjawab, "Aku bermunajat kepada Rabku, dan Allah telah mengetahui keperluanku." Sementara Umar menjawab, "Aku mengeraskannya untuk mengusir syaitan dan menghancurkan berhala." Maka tatkala turun ayat ini, dikatakan kepada Abu Bakar agar mengeraskan sedikit suaranya dan kepada Umar agar dikecilkan sedikit suaranya."
وَقَالَ أَشْعَثُ بْنُ سِوَارٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ: نَزَلَتْ فِي الدُّعَاءِ وَهَكَذَا رَوَى الثَّوْرِيُّ وَمَالِكٌ عَنْ هِشَامٍ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أََبِيْهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّهَا نَزَلَتْ فِي الدُّعَاءِ
"Asy'ast berkata dari Ikrimah dari ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun pada permasalahan doa. Demikian juga Imam Sufyan al-Tsauri dan Malik meriwyatkan dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah ra, bahwa ayat ini turun pada permasalahan doa."
Dan doa merupakan bagian dari dzikir. Kemudian terlepas dari "jahr" dan "sir", yang paling penting adalah bagaimana hati dan lisan tidak pernah kering dari dzikrullah.
KEUTAMAAN HALAQOTU DZIKR
Selain dapat dilakukan secara "sirr" maupun "jahr", dzikir pun dapat dilakukan secara fardi dan jama'i. Rasulullah SAW juga menjelaskan mengenai keutamaan dzikir secara jama'i, yang dilakukan dalam halaqoh-halaqoh dzikir. Imam Nawawi dalam Riyadhus Shalihin juga mencantumkan bab khusus tentang keutamaan halaqoh dzikir (Bab ke 247), sebagaimana Imam Muslim juga mencantumkan dalam Shahehnya bab fadhl Majalis Dzikr. Bahkan jika diperhatikan dan ditadaburi, dalam Al-Qur'an pun Allah secara tersirat memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk senantiasa komitmen dengan halaqoh dzikir:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الذِّيْنَ يَدْعُوْنَ رَبَّهُمْ بْالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَهُ وَلاَ تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيْدُ زِيْنَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَاوَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ
هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
"Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengkuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (Al-Kahfi, 18:28)
Adapun dalam hadits, terdapat beberapa riwayat yang mengungkapkan keutamaan majalis dzikr, diantaranya adalah:
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ ،قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ"
"Dari Abu Sa'id al-Khudzri ra, Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah sekelompok orang duduk dan berdzikir kepada Allah, melainkan mereka akan dikelilingi para malaikat, mendapatkan limpahan rahmat, diberikan ketenangan hati, dan Allah pun akan memuji mereka pada orang yang ada di dekat-Nya." (HR. Muslim)
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW mengatakan:
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ :سَيَعْلَمُ أَهْلُ الْجَمْعِ مِنْ أَهْلِ الْكِرَمِ، فَقِيْلَ مَنْ أَهْلُ الْكِرَمِ يَا رَسُوْلُ اللهِ؟، قَالَ مَجَالِسُ الذِّكْرِ فِيْ الْمَسَاجِدِ. (رواه أحمد)
"Dari Abu Sa'id al-Khudzri ra, Rasulullah SAW bersabda, "Allah SWT berfirman pada hari kiamat, 'orang-orang yang berkumpul akan mengetahui siapakah mereka yang termasuk ahlul karam (orang yang mulia)', seorang sahabat bertanya, siapakah ahlul kiram ya Rasulullah SAW?, beliau menjawab, "majlis-majlis dzikir di masid-masjid." (HR. Ahmad)
Dalam hadits lain disebutkan:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوْا، قَالُوْا وَمَا رِياَضُ الْجَنَّةِ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟،قَالَ حَلَقُ الذِّكْرِ، فَإِنَّ لِلَّهِ تَعَالىَ سَيَّارَاتٌ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ يَطْلُبُوْنَ حَلَقَ الذِّكْرِ ، فَإِذَا أَتَوْا عَلَيْهِمْ حَفُّوْا بِهِمْ. (رواه أحمد والترمذي والبيهقي)
Dari ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda, "Apabila kalian melalui taman-taman surga, maka kelilingilah ia." Sahabat bertanya, "apakah taman-taman surga wahai Rasulullah SAW?", beliau menjawab, "yaitu halaqoh-halaqoh dzikir, karena sesungguhnya Allah memiliki pasukan-pasukan dari malaikat, yangmencari halaqoh-halaqoh dzikir, yang apabila mereka menjumpainya, mareka akan mengelilinginya." (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Baihaqi)
MENTADABURI AYAT-AYAT DZIKIR
Setidaknya terdapat sepuluh gambaran, yang Allah sebutkan dalam Al-Qur'an, dengan kaitannya pada penyebutan dzikir. Kesepuluh hal tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sebagai perintah, sebagaimana yang Allah gambarkan dalam surat AL-Ahzab 41-44:
ياأيها الذين ءامنوا اذكروا الله ذكرا كثيرا. وسبحوه بكرة وأصيلا. هو الذي يصلي عليكم وملائكته ليخرجكم من الظلمات إلى النور وكان بالمؤمنين رحيما. تحيتهم يوم يلقونه سلام وأعد لهم أجرا كريما
"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mu'min itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: "salam"; dan Dia menyediakan pahala yang mulia bagi mereka." (Al-Ahzab, 33:41-44)
2. Larangan melupakan dzikir; sebagaimana yang Allah gambarkan dalam surat Al'A'raf 204:
(ولا تكن من الغافلين)
"Dan janganlah kamu termasuk golongan mereka-mereka yang melupkan Allah (tidak berdzikir)"(Al-A'raf, 7:204)
Kemudian juga dalam surat Al-Hasyr, 59:19 :
(ولا تكون كالذين نسوا الله فأنساهم أنفسهم، أولئك هم الفاسقون)
"Dan janganlah kamu menjadi termasuk orang-orang yang melupakan Allah, maka Allah pun akan melupakan mereka."
3. Mendapatkan pujian dan surga bagi para pendzikir..Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al-Ahzab, 33:35:
إن المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات والقانتين والقانتات والصادقين والصادقات والصابرين والصابرات والخاشعين والخاشعات والمتصدقين والمتصدقات والصائمين والصائمات والحافظين فروجهم والحافظات والذاكرين الله كثيرا والذاكرات أعد الله لهم مغفرة وأجرا عظيما
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta`atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu`, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunandan pahala yang besar."
4. Memiliki kaitan erat dengan kemenangan.Sebagaimanayang Allah firmankan dalam surat al-Anfal, 8:45 :
(واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلحون)
"...Dan berdzikirlah kalaian yang banyak kepada Allah, semoga kalian beruntung."
5. Kerugian orang yang lalai berdzikir. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al-Munafiqun, 63:9 :
(يا أيها الذين آمنوا لا تلهكم أموالكم ولا أولادكم عن ذكر الله ومن يفعل ذلك فأولئك هم الخاسرون)
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
6. Allah menyebut mereka-mereka yang menyebut-Nya. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat al-Baqarah, 2: 152 :
(فاذكروني أذكركم واشكروا لي ولا تكفرون) 
"Maka sebutlah Aku, niscaya Aku akan menyebut kalian, dan bersyukurlah kalian kepada-Ku dan janganlah kufur."
7. Dzikir sebagai suatu hal yang teramat besar. Sebagaimana yang Allah firmankan dalamn surat Al-Ankabut, 29:45:
(ولذكر الله أكبر)
"Dan sesungguhnya mengingat Allah itu lebih besar (dari pada ibadah-ibadah lain)
8. Sebagai khatimah setiap amal shaleh. Sebagaimana yang Allah gambarkan sebagai penutup ibadah shalat, (Al-Jum'ah, 62:10):
فإذا قضيت الصلاة فانتشروا في الأرض وابتغوا من فضل الله واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلحون
"Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung."
9. Hanya orang-orang yang berdzikirlah, yang dapat mengambil faedah ayat-ayat Allah. Sebagaimana yang Allah gambarkan dalam surat Ali Imran, 3: 190-191:
إن في خلق السموات والأرض واختلاف الليل والنهار لآيات لأولي الألباب. الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق السموات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau,maka peliharalah kami dari siksa neraka."
10. Allah menggandengkan dzikir dengan amalan-amalan shaleh lainnya, seperti dengan jihad. Sebagaimana yang Allah gambarkan dalam surat Al-Anfal, 8: 45:
(يا أيها الذين آمنوا إذا لقيتم فئة فاثبتوا واذكروا الله كثيرا لعلكم تفلحون)
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung."
JALAN MENUJU DZIKIR YANG SHAHIH
Tinggallah sekarang memahami bagaimana dzikir yang benar. Dzikir yang benar adalah dzikir yang ikhlas hanya mengharapkan ridha Allah semata. Bahkan keikhlasan ini juga sampai pada derajat, tidak boleh meninggalkannya karena takut riya'. Karena meninggalkan pekerjaan karena takut riya' adalah riya', sebagaimana dikemukakan Fudhail bin Iyadh:
قَالَ الْفُضَيْلُ بْنُ عِيَاضٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، "تَرْكُ الْعَمَلَ لِأَجْلِ النَّاسِ رِيَاءٌ، وَالْعَمَلُ لأَجْلِ النَّاسِ شِرْكُ، وَاْلإِخْلاَصُ أَنْ يُعَافِيْكَ اللهُ مِنْهُمَا
Fudahil bin Iyadh mengatakan, "Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya', dan beramal karena manusia adalah syirik. Adapun ikhlas adalah Allah melepaskanmu dari kedua hal di atas.
Selain keikhlasan, tentu saja dibutuhkan kesesuaian dengan tuntunan yang diajarkan Rasulullah SAW. Doa dan dzikir yang ma'tsur lebih utama dari doa yang tidak ma'tsur. Meskipun demikian, segala bentuk dzikir yang memuji Allah, memohon ampunannya atau bentuk-bentuk lainnya adalah dapat dilakukan, kendatipun tidak menggunakan lafal bahasa Arab sekalipun. Hal yang terpenting adalah agar senantiasa berdzikir dalam segala waktu dan kondisi. Di rumah, di masjid, di kendaraan, di jalanan, di tempat kerja, terlebih-lebih di medan da'wah...
Dua hal di atas merupakan hal yang paling pokok dalam melakukan dzikir. Dalam Al-Adzkar, Imam Nawawi menyarankan agar orang yang seyogyanya memperhatikan adab-adab dalam melakukan dzikir. Terutama ketika seseorang sedang berada dalam rumahnya, atau di suatu tempat yang layak. Diantara adab-adab tersebut adalah: hendaknya menghadap kiblat, posisi duduk yang menggambarkan kekhusyu'an dan ketakutan kepada Allah, menundukkan kepala, kemudian tempat yang digunakan untuk berdzikir hendaknya bersih dan sunyi, lebih afdhal juga jika seseorang dalam keadaan suci. Adapun jika berada pada suasana diluar masjid dan rumah, maka paling tidak keikhlasan, dan ketundukkan diri pada Allah SWT.
Dzikir adalah suatu hal yang paling indah dalam kehidupan fana ini. Oleh karenanya, sesungguhnya tidak ada alasan apapun, yang membolehkan seorang muslim meninggalkan dzikir. Justru semakin seorang muslim tenggelam dalam kelezatan dzikir, semakin pula ia rindu dan rindu pada Dzat yang di sebutnya dalam dzikirnya. Dan jika seorang hamba rindu pada Khlaiqnya, maka Sang Khaliq pun akan rindu padanya. Rasulullah SAW mengatakan, "barang siapa yang merindukan pertemuan dengan Allah, maka Allahpun merindukan pertemuan dengan-Nya.... Ya Allah, jadikanlah kami sebagai hamba-hamba-Mu yang senantiasa Engkau rindukan.... Amiiin.
Wallahu A'lam bis Shawab

KEUTAMAAN DZIKIR ANJURAN MENGERJAKANYA

 
 
Allah Ta’ala berfirman: “Dan sesungguhnya berdzikir kepada Allah itu adalah lebih besar -keutamaannya-.” (al-’Ankabut: 45)
Allah Ta’ala juga berfirman: “Maka berdzikirlah engkau semua kepadaKu, tentu Aku akan ingat padamu semua.” (al-Baqarah: 152)
Allah Ta’ala berfirman pula: “Dan berdzikirlah kepada Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan takut dan bukan dengan suara keras, di waktu pagi dan petang dan janganlah engkau termasuk orang-orang yang lalai” (al-A’raf: 205)
Allah Ta’ala berfirman lagi: “Dan berdzikirlah engkau semua kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya, supaya engkau semua berbahagia.” (al-Jumu’ah: 10)
Allah Ta’ala juga berfirman: “Sesungguhnya orang-orang Islam, lelaki dan perempuan,” sampai kepada firman Allah Ta’ala: “Dan orang-orang’yang berdzikir kepada Allah, lelaki dan perempuan dengan sebanyak-banyaknya, maka Allah menyediakan kepada mereka itu pengampunan serta pahala yang besar.” (al-Ahzab: 35)
Allah Ta’ala berfirman lagi: “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya dan Maha Sucikanlah Allah itu di waktu pagi dan sore,” sampai akhir ayat. (al-Ahzab: 41-42)
Ayat-ayat dalam bab ini banyak sekali dan dapat dimaklumi.
1405. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Ada dua kalimat yang ringan pada lisan -yakni mudah diucapkan, tetapi berat sekali dalam timbangan -di akhirat-, dicintai oleh Allah Maria Pengasih, yaitu Subhanallah wa bihamdih dan Subhanallahil ‘azhim.” Artinya: Maha Suci Allah dan dengan mengucapkan puji-pujian padaNya dan Maha Suci Allah yang Maha Agung. (Muttafaq ‘alaih)
1406. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya kalau saya mengucapkan: Subhanallah walhamdu lillah wa la ilaha illallah wallahu akbar -yg artinya: Maha Suci Allah, segenap puji bagi Allah, tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah adalah Maha Besar-, maka itu adalah lebih saya sukai daripada apa saja yang matahari terbit atasnya -yakni lebih disukai dari dunia dan seisinya ini.” (Riwayat Muslim)
1407. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa mengucapkan: La ilaha illallah wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadir -yg artinya: Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. BagiNya adalah semua kerajaan dan puji-pujian dan Allah adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu-, dalam sehari seratus kali, maka ia memperoleh pahala yang menyamai dengan memerdekakan sepuluh orang hamba sahaya, juga untuknya dicatatlah sebanyak seratus kebaikan dan dihapuskanlah dari dirinya sebanyak seratus keburukan, juga ia dapat memperoleh perjagaan dari godaan syaitan pada harinya itu sampai waktu sore. Tiada seorangpun yang dapat memperoleh sesuatu yang lebih utama dari apa yang dilakukan oleh orang di atas itu, melainkan seorang yang mengerjakan lebih banyak dari itu.” Beliau s.a.w. selanjutnya bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan: Subhanallah wa bihamdih -Maha Suci Allah dan dengan mengucapkan puji-pujian padaNya-, dalam sehari sebanyak seratus kali, maka dihapuskanlah dari dirinya semua kesalahan-kesalahannya (dosa-dosa kecil), sekalipun kesalahan-kesalahannya itu banyaknya seperti buih lautan.” (Muttafaq ‘alaih)
1408. Dari Abu Ayyub al-Anshari r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Barangsiapa mengucapkan: La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadir -artinya lihat hadits no.1407-, sebanyak sepuluh kali, maka ia adalah sebagaimana seorang yang memerdekakan empat jiwa dari keturunan Ismail.” (Muttafaq ‘alaih)
1409. Dari Abu Zar r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saya: “Tidakkah engkau semua suka kalau saya beritahukan kepadamu perihal ucapan yang paling dicintai oleh Allah? Sesungguhnya ucapan yang paling dicintai oleh Allah ialah Subhanallah wa bihamdih.” (Riwayat Muslim)
1410. Dari Abu Malik al-Asy’ari r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Bersuci itu adalah separuh keimanan, bacaan Alhamdulillah itu adalah memenuhi beratnya timbangan -di akhirat, sedang Subhanallah dan Alhamdulillah itu memenuhi apa yang ada diantara langit dan bumi.” (Riwayat Muslim)
1411. Dari Sa’ad bin Abu Waqqash r.a., katanya: “Ada seorang A’rab -penghuni pedalaman negeri Arab- datang kepada Rasulullah s.a.w., lalu berkata: “Ajarkanlah kepada saya sesuatu ucapan yang baik saya ucapkan!” Beliau s.a.w. bersabda: “Katakanlah: La ilaha illallah wahdahu la syarikalah, Allahu Akbar kabira, walhamdu lillahi katsira, wa subhanallahi rabbil ‘alamin wa la haula wa la quwwata illa billahil ‘azizil hakim.” Artinya: Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. Allah adalah Maha Besar dengan sebesar-besarnya, segala puji bagi Allah dengan sebanyak-banyaknya, Maha Suci Allah yang menguasai seluruh alam dan tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah yang Maha Mulia lagi Bijaksana. Orang A’rab tadi lalu berkata: “Itu semua adalah untuk memuji Tuhanku. Lalu manakah yang untuk kepentinganku?” Beliau s.a.w. bersabda: “Katakanlah: Allahummaghfir li warhamni wahdini warzuqni” -Ya Allah, berilah pengampunan pada saya, berilah kerahmatan, juga petunjuk dan rezeki kepada saya. (Riwayat Muslim)
1412. Dari Tsauban r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. itu apabila selesai dari shalatnya, beliau s.a.w. lalu mengucapkan istighfar -yakni ucapan Astaghfirullah, artinya: Saya mohon ampun kepada Allah-, sebanyak tiga kali, kemudian mengucapkan: Allahumma antas salam, wa minkas salam, tabarakta ya dzaljalali wal-ikram.” Ya Allah, Engkau adalah Maha Menyelamatkan, daripadaMulah datangnya keselamatan, Engkau Maha Tinggi, hai Zat yang memiliki keperkasaan dan kemuliaan. Kepada al-Auza’i ditanyakan -Beliau adalah salah seorang yang meriwayatkan Hadis-: “Bagaimanakah ucapan istighfar itu?” Ia menjawab: “Orang yang beristighfar itu supaya mengucapkan: Astaghfirullah, astaghfirullah.” (Riwayat Muslim)
1413. Dari Almughirah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. itu apabila selesai dari shalat dan telah bersalam, lalu mengucapkan: La ilaha illalahu wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadir -artinya lihat hadits no.1407-. Allahumma la mani’a lima a’thaita wa la mu’thia lima mana’ta wa la yanfa’u dzaljaddi minkal jaddu -Ya Allah, tiada yang kuasa menolak terhadap apa saja yang Engkau berikan dan tiada yang kuasa memberi terhadap apa saja yang Engkau tolak dan tiada akan memberikan kemanfaatan kekayaan itu kepada orang yang me-milikinya daripada siksaMu. (Muttafaq ‘alaih)
1414. Dari Abdullah bin az-Zubair radhiallahu ‘Anhuma bahwasanya ia mengucapkan setiap selesai mengerjakan shalat dan bersalam: La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadir. Lahaula wa la quwwata illabillah. La ilaha illallahu wa la na’budu illa iyyahu, lahun ni’mati wa lahuts tsana-ul hasan. La ilaha illallahu mukhlishina lahuddina walau karihal kafirun. -Artinya: “Tiada Tuhan melainkan Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. BagiNya adalah semua kerajaan dan puji-pujian dan Allah adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah. Tiada Tuhan melainkan Allah dan kita tidak menyembah selain daripadaNya. BagiNyalah segala kenikmatan dan keutamaan dan bagiNya pula puji-pujian yang baik. Tiada Tuhan melainkan Allah, kita berikhlas hati menjalankan agama untukNya, sekalipun orang-orang kafir membencinya”-. Abdullah bin az-Zubair berkata: “Rasulullah s.a.w. biasa membaca dengan bacaan yang tersebut di atas itu sehabis setiap bershalat.” (Riwayat Muslim)
1415. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya kaum fakir dari golongan para sahabat Muhajirin mendatangi Rasulullah s.a.w. lalu berkata: “Orang-orang yang memiliki harta banyak itu sama pergi -yakni meninggal dunia- dengan membawa derajat yang tinggi-tinggi dan kenikmatan yang kekal. Sebabnya ialah karena mereka bershalat sebagaimana kita bershalat, mereka berpuasa sebagaimana kita berpuasa, lagi mereka mempunyai kelebihan dari harta-harta mereka dan dapat mereka gunakan untuk beribadah haji, berumrah, berjihad serta bersedekah.” Beliau s.a.w. lalu bersabda: “Tidakkah engkau semua suka kalau saya ajarkan kepadamu semua sesuatu yang dengannya itu engkau semua dapat mencapai pahala orang yang telah mendahuluimu dan dapat mendahului orang yang sesudahmu. Juga tiada seorangpun yang lebih utama pahalanya daripadamu semua, selain orang yang mengerjakan sebagaimana yang engkau kerjakan itu?” Mereka menjawab: “Baiklah, ya Rasulullah.” Beliau s.a.w. bersabda: “Hendaklah engkau semua membaca tasbih, tahmid dan takbir sehabis shalat -wajib- sebanyak tiga puluh tiga kali masing-masing.” Abu Shalih yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Hurairah, ketika ditanya bagaimana cara menyebutkan tasbih, tahmid dan takbir itu, lalu menjawab: “Orang yang berdzikir itu supaya mengucapkan: “Subhanallah, Alhamdulillah dan Allahu Akbar -Maha Suci Allah dan segenap puji bagi Allah dan Allah adalah Maha Besar-.” Sehingga jumlah semuanya itu ada tiga puluh tiga kali. (Muttafaq ‘alaih) Imam Muslim menambahkan dalam riwayatnya: “Lalu kembalilah kaum fakir dari golongan sahabat Muhajirin itu kepada Rasulullah s.a.w. lalu mereka berkata: “Saudara-saudara kita yakni orang-orang yang berharta sudah sama mendengar apa yang kita kerjakan ini, kemudian merekapun mengerjakan seperti itu pula.” Rasulullah s.a.w. lalu bersabda: “Yang sedemikian itu adalah keutamaan Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendaki.” Addutsur adalah jamaknya datsrun dengan fathahnya dal dan saknahnya tsa’ yang bertitik tiga, artinya ialah harta yang banyak.
1416. Dari Abu Hurairah r.a. pula dari Rasulullah s.a.w. bersabda : “Barangsiapa yang membaca Subhanallah sehabis tiap bershalat -wajib- sebanyak tiga puluh tiga kali dan membaca Alhamdudillah sebanyak tiga puluh tiga kali dan pula membaca Allahu Akbar sebanyak tiga puluh tiga kali dan untuk menyempurnakan keseratusnya ia membaca: La ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qadir -artinya lihatlah dalam hadits no.1407-, maka diampunkanlah untuknya semua kesalahan-kesalahannya, sekalipun banyaknya itu seperti buih lautan.” (Riwayat Muslim)
1417. Dari Ka’ab bin ‘Ujrah r.a. dari Rasulullah s.a.w. sabdanya: “Beberapa penghujung yang tidak akan rugilah orang yang mengucapkannya atau yang mengerjakannya sehabis setiap shalat yang diwajibkan, yaitu tiga puluh tiga kali bacaan tasbih, tiga puluh tiga kali bacaan tahmid dan tiga puluh empat kali bacaan takbir.” (Riwayat Muslim)
1418. Dari Sa’ad bin Abu Waqqash r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. itu berta’awwudz -yakni berdoa untuk mohon perlindungan- pada setiap selesai shalat dengan kalimat-kalimat ini -yang artinya- “Ya Allah, saya mohon perlindungan kepadaMu daripada licik dan kikir, saya mohon perlindungan pula padaMu kalau saya sampai dikembalikan kepada serendah-rendahnya usia -yakni usia terlampau tua-, juga saya mohon perlindungan padaMu daripada fitnah dunia serta saya mohon perlindungan padaMu daripada fitnah kubur.” (Riwayat Bukhari)
1419. Dari Mu’az r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengambil tangannya dan berkata: “Hai Mu’az, demi Allah, sesungguhnya saya ini mencintaimu.” Beliau s.a.w. lalu melanjutkan sabdanya: “Saya berwasiat padamu, hai Mu’az, janganlah sekali-kali engkau meninggalkan setiap selesai bershalat mengucapkan -yang artinya: “Ya Allah, berilah saya pertolongan untuk tetap berdzikir kepadaMu, serta bersyukur kepadaMu dan beribadah secara baik kepadaMu.” Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dengan isnad shahih
1420. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Jikalau seorang diantara engkau semua bertasyahhud -yaitu mengucapkan bacaan Attahiyyat dan seterusnya-, maka pada penghabisannya hendaklah mohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara. Maka supaya ia mengucapkan -yang artinya: “Ya Allah, sesungguhnya saya mohon perlindungan kepadaMu daripada siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah di waktu hidup dan setelah mati dan pula dari kejahatan fitnahnya Dajjal yang mengembara.” (Riwayat Muslim)
1421. Dari Ali r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. itu apabila berdiri mengerjakan shalat, maka salah satu dari yang terakhir sekali beliau ucapkan antara tasyahhud dan salam, yaitu bacaan -yang artinya: “Ya Allah, ampunilah dosa-dosa saya yang lampau dan yang akan datang, juga yang saya sembunyikan serta yang saya tampakkan, bahkan juga yang saya perlebih-lebihkan dan dosa yang Engkau adalah lebih mengetahui daripada saya sendiri. Engkau adalah Maha Mendahulukan serta Maha Mengakhirkan, tiada Tuhan melainkan Engkau.” (Riwayat Muslim)
1422. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Nabi s.a.w. itu memperbanyak dalam mengucapkan ketika ruku’ dan sujudnya, yaitu Subhanakallahumma rabbana wa bihamdikallahummaghfirli -Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kita dan dengan mengucapkan puji-pujian padaMu, ya Allah berilah pengampunan padaku.” (Muttafaq ‘alaih)
1423. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengucapkan dalam ruku’ dan sujudnya: “Subbuhun quddusun Rabbul malaikati warruh – Maha Suci dan Maha Bersih, yaitu Tuhan semua malaikat serta Jibril.” (Riwayat Muslim)
1424. Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Adapun ketika ruku’ maka Maha Agungkanlah Tuhan di dalamnya, sedang ketika sujud, maka giatlah dalam berdoa, sebab nyata engkau semua akan dikabulkan doamu semua itu.” (Riwayat Muslim)
1425. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sedekat-dekat keadaan seorang hamba dari Tuhannya ialah di waktu ia sedang bersujud, maka perbanyakkanlah berdoa dalam sujud itu.” (Riwayat Muslim)
1426. Dari Abu Hurairah r.a. pula bahwasanya Rasulullah s.a.w. mengucapkan dalam sujudnya: Allahummaghfir li dzanbi kullahu, diqqabu wa jillahu wa awwalahu wa akhirahu wa ‘alaniatahu wa sirrabu – ya Allah, berilah pengampunan padaku akan semua dosaku, yang kecil dan yang besar, yang permulaan dan yang penghabisan, yang terang-terangan dan yang rahasia.” (Riwayat Muslim)
1427. Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Pada suatu malam saya kehilangan Nabi s.a.w., lalu saya selidiki, tiba-tiba beliau s.a.w. sedang melakukan ruku’ atau sujud dan di situ beliau mengucapkan: Subhanaka wa bihamdika la ilaha illa anta -Maha Suci Engkau dan dengan mengucapkan puji-pujian padaMu, tiada Tuhan melainkan Engkau.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Lalu jatuhlah tanganku -Aisyah- pada kedua tapak kakinya yang bagian dalam dan beliau sedang ada di dalam masjid, sedang kedua tapak kaki itu didirikan. Diwaktu itu beliau s.a.w. mengucapkan -yang artinya: Ya Allah, sesungguhnya saya mohon perlindungan dengan keridhaanMu daripada kemurkaanMu dan dengan pengampunanMu dari siksaanMu. Juga saya mohon perlindungan padaMu, saya tidak menghitung-hitungkan pujian atasMu. Engkau adalah sebagaimana yang Engkau pujikan pada diriMu sendiri. (Riwayat Muslim)
1428. Dari Sa’ad bin Abu Waqqash r.a., katanya: “Kita semua berada di sisi Rasulullah s.a.w., lalu beliau bersabda: “Adakah seorang diantara engkau semua itu tidak kuasa mencari seribu kebaikan dalam setiap harinya?” Kemudian ada seorang dari golongan yang duduk-duduk di waktu itu bertanya pada beliau s.a.w.: “Bagaimanakah caranya mencari seribu kebaikan itu?” Beliau s.a.w. menjawab: “Hendaknya orang -yang ingin mendapat seribu kebaikan dalam sehari itu- tadi membaca tasbih seratus kali, maka untuknya dicatatlah sebanyak seribu kebaikan atau dihapuskanlah dari dirinya seribu kesalahan.” (Riwayat Muslim) Al-Humaidi berkata: “Demikianlah yang disebutkan dalam kitab Muslim yakni dengan kata-kata: “Au yuhaththu” -artinya: atau dihapuskan. Al-Barqani berkata: “Hadis ini diriwayatkan oleh Syu’bah dan juga Abu ‘Awanah dan Yahya al-Qaththan dari Musa yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari arahnya itu. Mereka mengatakan: Wa yuhaththu -artinya: dan dihapuskan, tanpa kata: “Alfin -yakni seribu.”
1429. Dari Abu Zar r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Atas setiap ruas tulang dari seorang diantara engkau semua itu pada setiap paginya harus ada masing-masing sedekahnya. Maka setiap sekali bacaan tasbih adalah sedekah, setiap sekali bacaan tahmid adalah sedekah, setiap sekali bacaan tahlil adalah sedekah, setiap sekali bacaan takbir adalah sedekah, memerintahkan kepada kebaikan juga sedekah, mencegah dari kemungkaran juga sedekah dan keseluruhannya itu dapat dicukupi oleh dua rakaat yang dikerjakan oleh seorang itu dari shalat Dhuha.” (Riwayat Muslim)
1430. Dari Ummul mu’minin yaitu Juwairiyah binti al-Harits radhiallahu ‘anha bahwasanya Nabi s.a.w. keluar dari rumahnya pada pagi hari ketika bershalat Subuh. Waktu itu Juwairiyah ada di dalam masjidnya. Kemudian beliau s.a.w. kembali setelah melakukan shalat Dhuha, sedangkan Juwairiyah duduk. Kemudian beliau s.a.w. bersabda: “Engkau masih tetap dalam keadaan di waktu tadi saya tinggalkan.” Juwairiyah menjawab: “Ya.” Nabi s.a.w. lalu bersabda: “Saya telah mengucapkan setelah meninggalkan engkau tadi empat macam kalimat, sebanyak tiga kali, andaikata kalimat-kalimat itu ditimbang dengan kalimat-kalimat yang engkau ucapkan sejak hari ini tadi, niscaya kalimat-kalimat yang saya ucapkan itu menang daripada yang engkau ucapkan. Kalimat-kalimat itu ialah: “Subhanallah wa bihamdihi ‘adada khalqihi wa ridba nafsihi wa zinata ‘arsyihi wa midada kalimatibi -Maha Suci Allah dan dengan mengucapkan puji-pujian padaNya, sebanyak hitungan makhluk-Nya, sesuai dengan keridhaan ZatNya, seberat timbangan ‘arasyNya dan sepanjang beberapa kalimatNya.” (Riwayat Muslim) Dalam riwayat Imam Muslim lainnya disebutkan: Subhanallah ‘adada khalqihi. Subhanalfah ridha nafsihi. Subhanallah zinata ‘arsyihi. Subbanallah midada kalimatihi.” Dalam riwayat Imam Tirmidzi disebutkan: Nabi s.a.w. bersabda: “Tidakkah engkau suka kalau saya ajari beberapa kalimat yang baik engkau membacanya, yaitu: Subhanallah ‘adada khalqihi, tiga kali; Subhanallah ridha nafsihi, tiga kali; Subhanatlah zinata ‘arsyihi, tiga kali; Subhanallah midada kalimatihi, tiga kali.”
1431. Dari Abu Musa al-Asy’ari r.a. dari Nabi s.a.w,, sabdanya: “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhannya dan orang yang tidak berdzikir kepadaNya ialah seperti orang yang hidup dan orang yang mati.” Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu sabda Nabi s.a.w. “Perumpamaan rumah yang di dalamnya digunakan untuk berdzikir kepada Allah dan rumah yang tidak digunakan untuk berdzikir kepada Allah adalah seperti benda yang hidup dan benda yang mati.”
1432. Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: “Allah Ta’ala berfirman -dalam hadits qudsi: “Aku adalah menurut sangkaan -keyakinan- hambaKu kepadaKu. Aku adalah beserta hambaKu itu apabila ia berdzikir -ingat- kepadaKu. Maka jikalau ia berdzikir kepadaKu dalam dirinya, maka Akupun ingat padanya dalam diriKu dan jikalau ia berdzikir kepadaKu di kalangan orang banyak, maka Aku ingat pada orang itu di kalangan makhluk yang lebih baik dari mereka itu -yakni di kalangan para malaikat.” (Muttafaq ‘alaih)
1433. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Telah dahululah orang-orang yang menyendiri.” Para sahabat bertanya: “Siapakah orang-orang yang menyendiri itu, ya Rasulullah?” Beliau s.a.w. menjawab: “Mereka itu ialah yang sama berdzikir kepada Allah dengan sebanyak-banyaknya, baik lelaki ataupun perempuan.” (Riwayat Muslim) Maksudnya: Menyendiri dalam ingatnya kepada Allah di waktu orang-orang lain tidak mengingat kepadaNya. Inilah yang lebih dahulu memperoleh keridhaan Allah Ta’ala. Diriwayatkan Almufarridun dengan tasydidnya ra’ dan ada yang meriwayatkan dengan takhfifnya -yakni ra’nya tanpa syaddah lalu dibaca mufridun. Tetapi yang masyhur yang dikatakan oleh Jumhur Ulama ialah dengan tasydid.
1434. Dari Jabir r.a., katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Seutama-utama dzikir ialah lafaz ‘La ilaha illallah’.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
1435. Dari Abdullah bin Busr r.a. bahwasanya ada seorang lelaki berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya syariat-syariat Islam sudah banyak -yakni hukum-hukumnya sudah lengkap- atas diriku, maka beritahukanlah kepada saya akan sesuatu yang saya dapat berpegang padanya.” Beliau s.a.w. bersabda: “Supaya lisanmu itu senantiasa basah dengan berdzikir kepada Allah.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
1436. Dari Jabir r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: “Barangsiapa mengucapkan: Subhanallah wa bihamdih, maka ditanamlah untuknya sebatang pohon kurma dalam syurga.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
1437. Dari Ibnu Mas’ud r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Saya bertemu Nabi Ibrahim a.s., pada malam saya di isra’ kan, lalu beliau berkata: “Hai Muhammad, sampaikanlah salam saya kepada umatmu dan beritahukanlah kepada mereka bahwasanya syurga itu bagus tanahnya, tawar airnya dan bahwasanya ia adalah merupakan tanah datar yang rata dan benih tanaman syurga itu ialah: ‘Subhanallah walhamdulillah wa la ilaha illallah wallahu akbar’.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
1438. Dari Abuddarda’ r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidakkah engkau semua suka kalau saya beritahukan kepadamu semua akan sebaik-baik amalanmu, juga seindah-indahnya bagi Tuhan yang Maha Merajaimu semua, serta yang tertinggi dalam derajat-derajatmu semua, bahkan lebih baik untukmu semua daripada menafkahkan emas dan perak, juga lebih baik untukmu semua daripada engkau semua bertemu dengan musuhmu lalu engkau tebas leher-leher mereka itu dan merekapun menebas leher-lehermu semua?” Para sahabat berkata: “Baiklah.” Beliau s.a.w. lalu bersabda: “Yaitu berdzikir kepada Allah Ta’ala.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Imam Hakim, Abu Abdillah mengatakan bahwa isnad hadits ini adalah shahih.
1439. Dari Sa’ad bin Abu Waqqash r.a. bahwasanya ia bersama Rasulullah s.a.w. masuk ke tempat seorang wanita dan di mukanya ada beberapa biji atau beberapa kerikil -batu-batu kecil- yang digunakan untuk menghitung tasbihnya, lalu beliau s.a.w. bersabda: “Tidakkah engkau suka kalau saya memberitahukan padamu tentang sesuatu yang lebih mudah untukmu daripada ini dan bahkan lebih utama?” Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: “Yaitu suatu bacaan -yang artinya: Maha Suci Allah sebanyak hitungan apa-apa yang diciptakan olehNya di langit. Maha Suci Allah sebanyak hitungan apa-apa yang diciptakan olehNya di bumi. Juga Maha Suci Allah sebanyak hitungan apa-apa yang ada diantara langit dan bumi. Maha Suci Allah sebanyak hitungan apa-apa yang diciptakan olehNya. Allah adalah Maha Besar sebanyak seperti itu pula. Segenap puji bagi Allah sebanyak seperti itu pula. Tiada Tuhan melainkan Allah sebanyak seperti itu pula dan tiada daya serta tiada kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah sebanyak seperti itu pula.” Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan.
1440. Dari Abu Musa al-Asy’ari r.a., katanya: “Rasulullah sa..w. bersabda kepadaku: “Tidakkah engkau suka kalau saya tunjukkan kepadamu pada sesuatu gedung simpanan dari beberapa gedung simpanan syurga?” Saya -Abu Musa- berkata: “Baiklah, ya Rasulullah.” Beliau s.a.w. lalu bersabda: “Yaitu ucapan: La haula wala quwwata illa billah -Tiada daya dan tiada kekuatan, melainkan dengan pertolongan Allah.” (Muttafaq ‘alaih)