BAB
KE TUJUH BELAS :
MA’RIFAT
SEBAGAI TUJUAN KITA, DAN MA’RIFAT
ATAS
‘ILMUL YAQIIN -‘AENAL YAQIIN - HAQQUL YAQIIN
Bahwasanya tujuan kita adalah
Fana untuk mencapai Ma’rifat adapun pengertian Fana menurut pandangan kejiwaan
adalah, ( mentiadakan diri
supayaada ). Dan secra tashauf adalah, leburnya perabaan pada kebaqoan Allah
disana perasaan keinsanan lenyap karena telah diliputi diri dengan Alkhaqu
ta’ala, maka ketika itu antara diri dengan Allah menjadi manunggal dudalam
baqonya tampa ( Hulul ) / berpadu dan tampa ( Istihad ) / bersatu, yaitu dekat,
berpisah tiada dua, namun didalam pengertian sebagai mana yang dikatakan oleh
syekh ‘abdul karimaljaelani katanya.
Innal ‘abda ‘abdu wainnarrobba robbun layashiru ‘abdu robbaan warobbun
‘abdan.
Artinya : bahwa sesungguhnya
Hamba adalah Hamba. Tuhan adalah.Tuhan, tiada mungkin Hamba menjadi Tuhan dan
juga tidak mungkin Tuhan menjadi Hamba.
Selanjutnya beliau berkata :
Wa’alamatu hadzalkasni an yafna awalan sirri rububiyyati tsumma yafna
an ma’allaqoti shifatihi bimutahaqiqi dzatihi.
Arinya : adapun cirinya (Kasfa)
itu ialah : yaitu pfananya seseorang dari pancaran tuhan segala yang mengikuti
shifatnya karena tahqiqinya dzatullah. dalam pada itu berkata pula saidina ‘ali
ibnu tholib karomallahu wajhah .
Wafii fanaii fana fanaii, wafii fanaii wajadti anta.
Artinya : dan didalam
kefanaanku barulah kefaanku .tetapi didalam kefanaanku (Itulah Aku) mendapatkan
engkau alkhaq ta’ala.
Perihal tashauf menerangkan. bahwa pintu fanau itu iyalah :
Dawamu dzikri.
Artinya : berkekalan berdzikir mengingat Allah
Dawamun niyani
Artinya
: berkekalan melupakan selain Allah
Adapun
mengenai Ma’rifat, maka telah berkata abi qohar :
Alma’rifatu ‘ala lisanil
‘ulamai hiyal ‘ilmu fakulla ‘ilmun
ma’rifatun wakullun ma’rifatin’ilmun. Wakullun ‘alimin billahi ‘arifun wakulla
‘arifi ‘alimun.
Artinya : ma’rifat menurut pendapat ‘ulama (
bukan ahli tashauf ) ialah pengetahuan, maka tiap-tiap ‘ilmu itu ma’rifat dan
tiap-tiap ma’rifat itu adalah ‘ilmu dan tiap-tiap orang ‘alim dengan Allah adalah orang ‘arif dan tiap-tiap orang ‘arif
adalah ‘alim (orang yang berilmu)
Selanjutnya beliau memberikan
perincian tentang pengertian Ma;rifat katanya
Faman ‘arofallahu bihi fahuwa ‘arifun ‘alal haqiqoti man ‘arofahu
biddalilii fahuwa mutakalimun waman ‘arofahu bitaqliyaai huwa ‘amiyun.
Artinya : barang siapa
mengenal allah dengan jalan pertolongan allah, orang itu ‘arif akan allah
secara haqiqi (ahli tashauf ) dan barang siapa orang ‘arif dengan secara dalil
saja. maka orang itu tergolong pada ahli (mutakalim) ahli ushuludin. dan barang
siapa yang akan Allah dengan secara taqlid (mengikuti / menuruti perkataan
orang lain tampa
mencari dalil) maka orang itu bodoh.
Selanjutnya seorang masuk
tashauf dari abad ketiga hijriyah yakni : dunun mikriyah. Mengatakan pandangannya tentang
tiga macam tingkat pengetahuan tentang tuhan yaitu :
Pengetahuan umum :
Tuhan itu satu ( ahad ) dengan
perantaraan ucapan ( kalimat
syahadat.)
Tuhan itu satu menurut jalan ‘aqal pikiran ( pengetahuan ‘ulama / shufi )
Tuhan itu satu
dengan pengenalan /
penglihatan ( hati sanubari ).
Maka pengetahuan menurut
pengertian yang (pertama) dan yang (kedua) tersebut (awam) dan ‘ulama
sebenarnya belumlah merupakan pengetahuan (haqiqi) tentang tuhan, maka keduanya
disebut (‘ilmu) dan bukannya (Ma’rifat)
pengertian yang melandasi pengetahuan yang (ketiga) barulah disebut
sebagai Ma’rifat karena telah merupakan pengetahuan (haqiqi) tentang tuhan.
Jelaslah bahwa ma’rifat hanya
terdapat pada qaom shufi yang sanggup Melihat Tuhan denga hati sanubarinya,
yang adalah karunia / anugrah allah kepada qaom shufi yang benar-benar berjuang
dengan hasrat bertemu tuhan, dari sangat cintanya mereka kepada tuhannya,
Ketika dunuun di tanya :
Bima’Aroftu Robbaka?
Artinya : dengan bagimana anda Ma’Rifat / mengenal akan tuhan
anda ?
Qola : ‘aroftu robbi bi robbi walaolaka robbii lama ‘aroftu
robbii.
Artinya : aku mengenal tuhanku dengan tuhanku dan sekiranya
bukan pertolongan tuhanku niscaya aku tidak mengenal tuhanku
Dari kata-kata tersebut
tergambar bahwa Ma’rifat tidak diperoleh begitu saja tetapi adalah pemberian
dari tuhan, oleh karena itu maka Ma’rifat bukanlah hasil pemikiran manusia
tetapi terkandung pada kehendak dan rahmat tuhan, dengan lain perkataan,
bahwasanya Ma’rifat adalah pemberian Allah kepada qaom shufi yang
sanggup mampu menerimanya
Setengah dari pada ahli
shufiyah menerangkan perihal tiga alat untuk memperoleh Ma’rifat yakni tiga
alat dalam tubuh manusia. Yang dipergunakan oleh ahli shufiyah pada umumnya
dalam hubungan mereka dengan tuhan :
1 . Qolbu =====================untuk mengetahui
shifat tuhan
2 . Ruuh ===================== untuk mencintai
tuhan
3 . Sirr
=====================untuk melihat tuhan
Adapun Sirr disini lebih halus
daripada Ruuh dan Ruuh adalah lebih halus dari Qolbu dan Qolbu itu. tidak sama
dengan jantung karena Qolbu adalah alat untuk ( merasa ) dan pula alat untuk
berpikir.
Adapun perbedaan Qolbu dengan
‘Aqal ialah bahwa ‘Aqal tak bisa memperoleh pengetahuan sebenarnya tentang
tuhan sedang Qolbu bisa mengetahui haqeqat dari segala yang ada manakala Allah
melimpahkan Nuur-nya kepada Qolbu insan seolah-olah Siir bertempat di Ruuh dan
Ruuh bertempat di Qolbu dan Sirr timbul serta dapat menerima limpahan rahmat da
Allah kalu Qolbu dan Ruuh itu telah suci benar kosong daripada selain Allah,
maka pada ketika itu tuhan menurunkan cahyanya kepada orang shufi dan
menjadilah yang dilihat orang shufi itupun hanyalah Allah begitulah maka dia
telah sampai ketingkat Ma’ifat
Diantara
beberapa ta’riif tentang Ma’rifat adalah :
Alma’rifat
jazmul qolbi biwuujuudil waajibil maujuudi muttashifan bisaairil kamaalati,
Artinya : ma’rifat itu iyalah
ketetapan Hati mempercayai akan wuujudnya dzat yang waajib Wuujuudnya yang bershifat
dengan segala kesempuraannya
Al’ma’rifatu
syuhuuduhu fiil khairoti wafanaauhu fii haibatin
Artinya : ma’rifat itu nampak
didalam keadaan tercengang dan leburnya kita didalam keadaan pingsan (fana),
sebagaimana digambarkan didalam peristiwa Nabiyullahu Musa memohon agar dapat
melihat Allah.
Qola robbi arinii anzhur
ilaika qola lan taroonii walakinizhur ilaljabali faistqorro makanahu fasaufa
taroonii, falamma tajalla robbuhu liljabali ja’alahu dakka wakharromuusaa
sho’iqon.(Al’Imroon 143) berkata Nabi Musa.
Artinya : hamba dapat melihat
engkau,
Wahai tuhanku nampakanlah dzat
kesempurnaan engkau kepada Hamba Allah
berfirman : kamu sekali-kali tidak sanggup melihat (Aku) tetapi melihatlah kebukit itu, maka
jika ia tetap ditempatnya niscaya engkau dapat melihat (Aku), tetkala tuhannya
nampak bagi bukit itu maka kejadian itu menjadikan bukit itu Hancur luluh dan
Musapun jatuh pingsan. Dari ayat tersebut dapatlah dipetik pengertian melihat
Tuhan itu bukan dengan mata kepala.
Firman
Allah : latudrikuhul
abshoru,
Artinya
: allah itu tidak mungkin dilihat dengan penglihatan mata kepala.
2 . Bahwa
ma’rifat itu sesungguhnya
adalah tembusnya penglihatan
Hati kepada Allah.
Firman
allah ta’ala : qulinzhuruu maadzaa fiissamawaati wal‘ard.
Artinya
: Lihatlah apa yang sebenarnya yang ada
dilangit dan dibumi
3. bahwa senantiasa ruuh itu
terhijab dengan rasa keinsanan / insaniyah maka tiada yang dilihat kecuali yang
nampak juga. Apabila shifat ruhaniyah lebih berkuasa atas shifat keinsanan.
Maka berbalik pandangan (mata) kepala menjadi pandangan (mata hati) artinya :
tiada dilihat oleh mata kecuali apa yang dilihat oleh (hati) dalam pada itu
penglihatan (mata) yang bershifat kebaharuan (muhaddats) lebur dalam
penglihatan (hati) yang bershifat keqodiman, maka tentunya tidak dapat
bercampur baur dengan qodim.
Setengah
daripada ahli tafsir atas ayat :
Waalakininzhur
Ilaljabali fainistaqorro makanahu fasaufa taronii.
Artinya : akan tetapi lhatlah
kebukit itu maka jika ukit tetap ditempatnya, (niscaya engkau dapat melihat aku)
ditapsirkan sebagai mengandung pengertian bahwa tuhan menggantungkan bolehnya
(jaiz) terlihat atas tinggal tetapnya. Bukit itu pada tempatnya, Artinya :
Allah itu mungkin terlihat pada pada dirinya dan apa-apa yang terkandung atas
kemungkinan itu (mungkin hukumnya)
Lalu
atas ayat :
Falammaa tajallaa robbahu liljibali Ja’alahu dakka.
Artinya
: (tetkala tuhannya nampak bagi bukit itu) maka kejadian itu menjadikan bukit
itu (hancur luluh) Ditapsirkan dengan pengertian : maka bila ada kemungkinan
bahwa tuhan itu bisa nampak bagi bukit benda beku itu, bagaimana akan tidak
mungkin nampak bagi rasulnya dan para aulianya yang tidak beku itu.
Dan lagi manakala dekat, bahwa
sesungguhnya Allah berkata –kata dengan Nabi Musa r.a. dan Nabi Musa mendengar
kata-kata Tuhan itu lebih mungkin lagi berarti barang siapa yang sudah mencapai
Ma’rifat, maka lenyaplah diri keinsanan (lebur luluh) keadaan kebaqoan Allah
ta’ala.
Firman allah ta’ala :kullu
man ‘alaiha faani. wayabqo wajhu robbuka dzuljalaali wal ikroom ( Arrohman
26-27 )
Artinya : semua yang Ada dibumi itu akan
binasa. dan akan tetap Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebenaran dan kemuliaan.
Selanjutnya
falsafah Para ahli tashauf :
Man roal haqqo ta’ala ‘annafsihi waman roa nafsahu habiba
‘anillah.
Artinya
: barang siapa yang melihat tuhan niscaya lenyaplah iya dari dirinya dan barang
siapa masih melihat dirinya niscaya terhijab dia dari pada Allah….. justru maka
pengertian Ma’rifat tiada cukup dengan jalan dalil atau dengan aqal pikiran
saja, tetapi Ma’rifat dicapai dengan pertolongan Allah sebagai karunianya.
Ma’rifat atas yaqiin.
Bermula Yaqiin ialah :
2. tindakan bahwa keyaqinan
itu adalah suatu ‘ilmu yang tidak sesatkan angan-angan dan tidak dicampuri
keragu-raguan.
3. bahwa keyaqinan itu adalah
Nuur cahya yang diciptakan oleh Allah didalam
Hati Sanubari Hambanya sehingga dengan bantuan
Yaqinan itu dapat jelas bagian segala perkara yang Ghoib.
Tetkala Shekh al-junaed :
Al’yaqiinu irtifaa’urroibi
fii masyhadil ghoibi. al’yaqiinu huwas tiqrorul ‘ilmil ladzii layanqolibu walaa yahuulu walaa yaghoyyiru fiil qolbi
Artinya : yaqiin itu
menghilangkan keraguan pada ketika jelasnya yang ghoib bahwa yaqiin itu ialah
ketetapan ‘ilmu yang tidak berputar-putar ( berbalik-balik ) dan tidak
terumbang-ambing serta tidak pula
(berubah–rubah), dalam hati.
Tegasnya bahwa yaqiin adalah
Kerajaan Qolbu dan dengan keyaqinan itu menjadilah sempurna iman dan yaqiin itu
pula kunci untuk sampai pada Ma’rifatullah.
walladzina yu’minuna bima
ilaika wamaa unjila min qolbika wabil akhirotihum yuuqinuun. (albaqarah . 4)
Artinya : mereka yang percaya
akan apa-apa yang diturunkan kepadamu (Al-quran) dan apa-apa semua kitab suci.
Yang dari sebelum engkau dan mereka itu tidak
meyaqini akan masa akhirat
Bahwa yaqiin itu adalah iman
tetapi tidaklah tiap-tiap iman itu adalah yaqiin, karena iman itu kadang-kadang
dapat dimasuki Ghoflah / kelalayan padahal yaqiin itu tidak bisa dimasuki
kelalayan.
Telah bersabda Rasulullah
.s.a.w
akhwafu maakhofu ‘alaa
ummatii dhi’ful yaqiin wadhi’ful yaqiin innama yaqunu min ru’yati ahlil
ghoflati wamukholathoti arbabil bitholati walquswati.
Artinya : yang sangat aku
takutkan diantara ketakutan terhadap umatku ialah (lemahnya keyaqinan) bahwa
lemahnya keyaqinan itu adalah kerena terdorong kepada orng–orang yang lupa
agamanya , dan bergaul orang sesat yang bershifat kasar lagi berkepala
betu.
Ma’rifat atas ‘ilmul yaqiin
Firman
Allah ta’Ala :
Kalaa
lauta’lamuuna ‘ilmal yaqiin( Attakasyur
5 )
Artinya : Janganlah begitu,
jika kamu mengetahui ‘ilmu Yaqiin.(mengetahui dengan pengetahuan yang Yaqiin)
Maksudnya pengertian, yang
mereka dalam keadaan mencari kebenaran dengan jalan pikiran dahulu misalnya :
kita kenal Muhammad bin abdullah itu seorang nabi dan Rasulullah, karena
kalimat Syahadat memberi keyaqiinan kepada kita dengan pandangan ‘ilmu bahwa
Syaidina Muhammad itu benar adalah pesuruh Allah, meskipun belum dijumpai
dengan mata kepala jadi pandangan Ma’rufat dibalik tabir (waroul hijabun)
diyaqiini kebenarannya atas dalil-dalil yang dapat diterima oleh ‘aqal pikiran
itulah dalam tarap seperti ini dinamakan Ma’rifat dengan ilmul yaqiin, yang
menurut ahli-ahli tashauf dinamakan.
ma’rifat
dalam tarap : fana-u fiil af’al : aela
fahila illallah .
Artinya
: fana dalam tingkat fana dalam af’al (perbuatan) tajalli dalam af’al tegasnya
: tiada yang berbuat hanyalah Allah.
Ma’rifat atas
ainul yaqiin.
Firman
allah ta’ala :
Tsumma latarowunnaha ‘ainal yaqiin (Attakaasyur 7)
Artinya : lagi
benar-benar kamu akan
melihatnya dengan keyaqinan
mata kepala.
Pengertian ini mengandung
keadaan orang mencari kebenaran dengan demikian
Mata kepala, seumpama kita kenal, Syaidina Muhammad .s.a.w. sebagai
Rasulullah bukan sekedar pehabaran / ucapan
orang saja, tetapi dengan jalan
kita telah membaca Al-quran dan
kitab hasits tentang ajaran Agama Islam yang disampaikan kepada dunia,
yang dengan jalan itu lebih Shobar keyaqiinan kepada kita baik dalam pandangan
Zhohir maupun pandangan Bathiniyah.
Bahwa syaidina Muhammad
.s.a.w. itu sesungguhnya hanyalh Rasulullah bahkan seorang Saidil mursalin.
Inilah Ma’rifat pada tingakat ‘aenul yaqiin oleh para ahli tashauf sebagai
Ma’rifat tarap.
fanau
fiish-shifati . Tajalli fish-shifati aela hayyu illallah. Fana dalam shifat fana
tajalli dalam shifat.
Artinya
: tiada yg hidup (yang kuasa yang berkehendak berkata2 ) melainkan hanyalah
Allah.
Firman allah :
Wamatasyaauna
illa ayyasaa allah ( Al’Insan 30 )
Artinya
: dan tiadalah kehendak kamu melainkan kehendak Allah jua adanya
ma’rifat atas
haqqul yaqiin.
Firman
allah ta’ala :
Innahaadzaa
lahuwah Haqqul yaqiin ( Al-Waaqi’Ah 95 )
Artinya
: sesungguhnya yang disebut ini adalah benar-benar kenyataan yang benar –benar
Haqqul Yaqiin.
Yang ini mengandung pengertian
bahwa kita mengenal ilmunya Nabi.s.a.w. (seperti pada perumpamaan diatas) bukan
saja sekedar sebab mempelajari ajaran Islam tampa perantara lagi, kita Masyahadah
berpandang-pandangan dengannya,
maka Ma’rifat / pengenalan pada tarap ketiga ini dinamakan : Ma’rifat
atas Haqqul Yaqiin, yang oleh para ahli tashauf dinamakan Ma’rifat maka tarap:
fanau
fiidz-dzat tajalli fiidz-dzat, aelamajuda illallah,dalam tarap fana dalam dzat
tajalli dalam dzat,
artinya : tiada yang maujud (
berwujud ) muthlaq hanyalah Allah : maka orang yang telah sampai disini telah mencapai Kamalul Yaqiin,
üMan lam yadzuq lam
ya’rif,
Artinya : barang siapa belum merasa maka ia belum mengenal,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar