Perihala Niat
Perhatikanlah firman Allah SWT:
×êbûnÆCÛ|ÖbûnÆCÓC×sL
÷Ûüé ûùjÆC øç÷Æ Dú¡ùÇügøÕ øÓC ÷jøMü±÷C üØ÷C
øOünùÕøCëûùÙùC üÈø¾
Qul innii umirtu an a’budallaaha mukhlishan lahud-diin (Az-Zumar 11)
Artinya :
Katakanlah: Sesungguhnya aku diperintahkan menyembah Allah dengan ikhlash
beragama karena-Nya semata-mata.
Camkanlah sabda Nabi Muhammad saw.:
×êbûnÆCÛ|ÖbûnÆCÓC×sL
è|Ý÷ÙD÷Õ \îùnüÕC ùûÈøÃùÆ ÷DÖû÷ÙùC÷Ü
ùODû÷êûùÚÆDùLøÅD÷Öü±÷ËüCDÖû÷ÙùC
ë÷ÆùC øçøP÷nüYùæ÷ºùçùÆüÝør÷mùÓCë÷ÆùC
øçøP÷nüYùåüR÷ÙD÷ üÛ÷Ö÷º
D÷æøMüêù¡øé
D÷êüÙøjùÆ øçøP÷nüYùå ÷ØD÷ üÛ÷Õ÷Ü ùçùÆüÝør÷m÷Ü ùÓC
çüê@@@÷ÆùC ÷n@÷XD÷Õ ë|ÆùC øç@øP÷nüYùæ÷º
D÷æøcùÃýÚ÷é \õ÷C÷nüÕùÜ÷C
Innamal-a’malaalu binniyyati, wainnamaa
likullimri-in maanawaa, faman kanaat hijratuhu illalaahi warasuulihi
fahijratuhu ilallaahi warasuulihi, waman kaanat hijratuhu lidunyaa yushiibuha
awimra-atin yankihuha fahijratuhu illaa maa haajara ilaih.
Artinya:
Sesungguhnya segala amal perbuatan itu (bergantung) dengan niat. Dan setiap
orang akan memperoleh hasil sesuai dengan niat yang dibuhulnya. Maka siapa yang
hijrah karena Allah dan Rasulnya, hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan
siapa yang hijrah karena kepentingan dunia atau karena perempuan yang hendak
dinikahinya, maka hijrahnya memperoleh sekedar apa yang di inginkannya.”'''''''''''''''
Ayat di atas
mengandung keterangan, bahwa Nabi Muhammad saw diperintahkan Allah untuk
menyampaikan kepada manusia supaya hanya mengabdi diri atau beribadah
kepada-Nya semata.sedangkan hadits berikutnya mengandung petunjuk, bahwa nilai
amal seseorang itu bergantung kepada “Niat” yang dibuhulnya.
Ucapan
Rasulullah sebagaimana tersebut mempunyai latar belakang historis, yakni
tatkala terjadi “peristiwa hijrah”. Berhijrahlah beliau meninggalkan kota Mekkah ke Madinah
demi demi perjuangan Lillah.
Alkisah,
tersisiplah suatu peristiwa di dalamnya, adalah seorang pemuda yang menyintai
seorang pemui bernama Ummu Qjies yang sehari-hari ipanggil dngan nama “Qielah”.
Ia telah bertekad untuk ikut serta hijrah bersama Nabi saw, sedang sang pemuda
hasrat bermula untuk tetap tinggal di Mekkah. Namun kiranya dalam suasana :api asmara ” itu sang pemudi
pernah memajukan syarat, ia bersedia inikahi kelak apabila telah tiba di
Madinah. Akhirnya pemuda itu pin turut hijrah pula. Tak lama kemudian ssuah
sampai di Madinah keduanya menikahlah.
Dikalangan
para shahabat peristiwa yang romantis itu sudahlah menjadi rahasia umum,
sehingga paa suatu waktu di antara shahabat bertanya kepada Nabi Muhammad saw,
“apakah hijrah yang bermotif demikian itu berpahala atau tidak?’’ beliau
menjawab sebagaimana teks hadits
tersebut di atas.
Atas dasar
kisah ini jelaslah,”niat” adalah intrumen kejiwaan yang melahirkan
bentuk-bentuk amal sesuai dengan petikan hati, keridhaan Allahkah yang
dituntutnya? Atau sekedar kepuasan dari
yang hendak dicapainya?
Jadi dengan
keterangan-keterangan ini jelaslah sudah, bahwa yang dikehendaki dengan petikan
atau getaran hati bukanlah berbentuk bunyi atau “lafazh”, seperti orang yang
berkehendak mengerjakan shalat mesti mengucapkan “ushallii fardhas-shubhi
rak’ataini…….” Atau orang hendak berpuasa malam harinya mesti mengucapkan
“nawaitu shauma ghadi, dan seterusnya, dan seterusnya…………..
Mengeraskan
atau melafazkan seperti itu, namanya proklamasi isi hati, bukan niat.
Ma’na “Niat”
Maka sesuai
dengan asalnya, niat terambil dari kata “Niyyatun”
artinya menurut lughah (bahasa):
sengaja, kehendak hati (Iradat), tujuan
hati (Qashad)
Niat menurut istilah Ulama Syafi’iyah, ialah:
“Menyengaja berbuat sesuatu disertai dengan pelaksanaan.”
Perhatikanlah contoh-contoh di bawah ini
:
Apabila
seseorang mendengar adzan, kmudian teringatlah ia akan datangnya waktu ‘Ashar
(misalnya), sadarlah bahwa panggilan Tuhan untuk shalat mesti ditunaikan.
Kemudian segeralah ia pergi ke tempat air untuk bersuci; ia mencuci tangan,
berkumur-kumur, membasuh muka, kedua tangan, mengusap kepala, membasuh kedua
kaki, dan seterusnya, bertasyahud……..teranglah adanya bahwa orang tersebut kita
namakan telah “berwudhu”.
Selanjutnya
orang tersebut berganti pakaian yang bersih, kemudian mengambil dan
menghamparkan sajadah, berdirilah menghadap kiblat…….terang pulalah bahwa ia
adalah orang yang mau shalat, bukan yang mau sepakbola/volley /lain-lannya.”
Dengan inbi
terang dan gamblang, bahwa “Kemauan
Hati, atau kesadaran diri” akan melakukan sesuatu perbuatan (shalat umpamanya), itulah “niat” namanya.
Tamat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar