BAB : SATU THAREQAT
Telah berkata empunya thoreqat :
Thoreqatuna ‘alaa ‘adadi harfi
naqthijamin, faman lam ya’tina fii zamanina labudda yandim ,
Artinya : thoreqat kami
ini atas bilangan huruf ………………….
Maka barang siapa tidak mendatangi
pada kami dan tiada pula mengambil pada sesama kami, tidak bisa tentu menyesal.
Bermula hikmah
thoreqat naqthojami yaitu : (Dawamul ‘ubudiyyati zhohiron wabathinan ma’a
dawami hudhuril qolbi ma’allahi.
Artinya : berkekalan senantiasa
berkepanjangan tiada berkeputusan memperhambakan diri zhohir
dan bathin beserta berkekalan tiada
berkeputusan hudhur hati serta Allah.
Firman Allah ta’ala :
Wadzkurullaha katsiron la’allakum
tuflihuun ( aljum’ah – 10 )
Artinya : dan ingatlah kepada Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu mendapat kemenangan/ keberuntungan .
Dan didalam hadits qudsi yang
diriwayatkan oleh Asysyaikhonii dan atturmudi dari saidina abu hurairah r.a
telah berfirman Allah ta’ala :
Anaa indadhonni ‘abdiibii wa anaa
ma’ahu hiina yadzkurunii faindzakaronii fiina dzakartuhu fiinafsii
waindzakaronii fiimalain dzakartuhu fii malain khoirin minhu wainiqtaroba
ilayya syibron iqtarobtu ilaihi dziro’an wainiq taroba ilayya dziro’an
iqtarobtu ilaihi ba’aan wainatanii yamtsi ataituhu harwalatan .
Artinya :
aku sesuai dengan persangkaan hambaku dan aku bersama hambaku ketika dia Ingat
kepadaku, jika ia mengingati akan daku didalam dirinya (Hatinya), akupun ingat pula kepadanya didalam diriku dan jika ia
ingat kepadaku dalam lingkungan “ Kholiq “ rame-rame niscaya akupun ingat
kepadanya dalam Kholiq rame-rame
yang lebih baik, jika ia mendekat kepadaku sejengkal akupun mendekat pula
kepadanya sehasta , dan jika ia mendekat kepadaku sehasta niscaya ia mendekati
kepadaku sedepa, dan jika ia datang kepadaku berjalan maka aku mendatanginya
dengan berlari.
Maka ta’rif thoreqat “ Naqthojami “ yakni berkekalan memperhambakan diri
zhohir dan bathin kepada Allah serta berkekalan hudhur Hati beserta Allah itu
membuahkan hikmahtentram Hati – Bersih
Hati – terbuka Hati untuk menerima limpah karunia Allah tiada terlepas dari
petunjuk Allah maka mendapatkan “
Mukasyafah “ dalam arti yang luas dan barang siapa mendapatkannya “ Hikmah
Thoreqat Naqthjami “ dia tentu mendapat keberuntungan yang besar sekali,
sebagaimana firman Allah ta’ala :
Yu’til hikmata man yasyaau, waman yu’tal hikata faqod autiya khairon
kasyiiron (albaqarah–296)
Adapun (Man yasyaau) maksudnya : mereka yang dikehendaki Allah,
itu jelas adalah mereka selalu mengingati Allah dan berhamfiri diri kepada
Allah (Taqarrub) dengan berkekalan tiada berkeputusan hudhur hati serta Allah,
sebagaimana dijelaskan antara lain didalam hadits qudsi tersebut diatas maka
itu jelasnya yang dituju oleh (Fan ilmu thoreqat naqthojami) adalah
meningkatkan maqom Iman dan Taqwa yang sempurna disisi Allah karena ditegaskan
oleh Allah ta’ala didalam firmannya :
Inna akromakum ‘indallahi atqokum innallaha ‘aliimun khobiir ( alhajarat – 13)
Artinya : sesungguhnya yang paling mulia menurut pandangan Allah ialah
orang yang lebih taqwa, sesungguhnya Allah itu Maha Mengetahui dan Mha
Mengerti.
Adapun taqwa kepada Allah berarti juga berakhlaq kemuliaan dan berakhlaq
yang baik / kepunyaan itu berperangai Ihsan dan untuk itu berlakulah Thoreqat,
maksud dan arti Thoreqat menurut ilmu tashauf ilah jalan atau petunjuk dalam
menjalankan (‘Amal Ibadat) sesuai dengan ajaran contoh yang dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW, yang dituruti oleh para shahabat2 beliau lalu para
tabi’in-tabi’ina secara turun-temurun sampaikepada guru-guru / ‘Ulama-‘ulama
dari masa kemasa sambung menyambung hingga pada masa kita sekarang ini.
Perhatikanlah seperti dalam hal : wajib mendirikan shalat yang berwaktu
dalam Qur’an di nyatakan perintah mendirikan shalat, tetapi tidak terdapat ( Penjelasan ) umpamanya :
Zhuhur ………………. 4 ……raka’at
‘Ashar ………………………….4 …raka’at
Maghrib ……………………………………3 ………… raka’at
‘Isya …………………………………………………..4
………..raka’at
Shubuh ……………………………………………2
………..raka’at
Begitupun mengenai,……………………………………………………
Rukun shalat yang 13 (takbiratul ihram – fatihah – ruku’ –
I’tidal – sujud - duduk – dan seterusnya
hingga salam) . hanya saja itu semua adalahpekerjaan yang terdiri dari
apa-apa yang (Di Contohkan)
/ diajarkan oleh Nabi SAW, kepada para sahabat yang meneruskannya kepada
para pengikutnya dan terus menerus sambung menyambung rantai berantai sampai
kepada masa selanjutnya.
Bukannya sekali kali bahwa “ Qur’an “ itu tidak lengkap, akan tetapi
justru karena sangat padatnya ilmu yang terkandung didalamnya, maka
peraturan-peraturan Allah itu pelaksanaannya (Di Contohkan) dan “ Dijelaskan “ oleh Nabi
Besar Muhammad SAW., agar tidak menuruti penangkapan otak orang yang hanya (Dari Membaca) sekilas
saja lalu melakukannya sesuka hatinya.
Memang Qur’an itu menjadi sumber pokok, sedangkan sunah Rasul / Hadits
merupakan penjelasannya yang “ Penting “ dan pelaksanannya berurat nadi “
Perbuatan “ ya’ni “ Thoreqat “ yaitu sebagaimana dimaksud dalam sabda Nabi SAW :
Syare’at itu perkataanku (Peraturan)
Thoreqat itu (perbuatanku) cara pelaksanaannya
Haqeqat itu (Akhlaqku) kenyataannya
Dikatakan juga bahwa thoreqat itu adalah pelaksanaan ‘Ilmu Tashauf,
bersumber dari pokok pangkal Thoreqat Nabi besar Muhammad SAW. Ya’ni ‘amal ‘ibadat kita yang kita
lalukan (Thoreqat yang kita lakukan) adalah petunjuk yang kita terima dari
guru kita, dan guru kita menerima dari ‘Ulama pendahulunya, dan ini dari para
tabi’in – tabi’ina dan ini dari para tabi’ina dan beliau-beliau menerimanya
dari Shahabat yang menerimanya dari Rasulullah SAW.
Dan junjunan kita itu menerimanya dari saidina “Jabrail ‘alihissalam“ dari Haqqullah subhanahu wata’ala, maka itu
mempelajari pan ilmu thoreqat mestilah dengan adanya bingbingan guru yang
jelas2 silsilah nisbanya dan tidak boleh hanya mengambil dari membaca buku /
kitab2 karangan saja sebab telah bersabda Nabi SAW.
Man lasyaikho lahu fasyaikhuhusy syaithonu,
Artinya : barang siapa yang tiada berguru baginya maka gurunya itulah
Syethan.
Telah berkata pula syekh ‘abdul wahab asysya’roni r.a. ketahuilah oleh
kamu wahai para murid ! sesungguhnya barang sipa yang tiada mengetahui akan
turunan leluhurnya Thoreqat Dzikir itu tentu buta mata hatinya, terkadang nanti
mengaku-ngaku keturunan dari lain leluhur yaitu margakan diri pada lain bangsa,
maka tentu dila’nat. dimurkai oleh Allah ta’la, padahal leluhur2 thoreqat itu
lebih luhur lebih bangsawan dan lebih mulia daripada leluhur “ shalib “ dari
bapak dan ibu lebih tinggi daripada seratus tingkat kelebihan, maka barang
siapa yang tidak mengetahui akan tingkat2 nya turun temurunnya thoreqat sejak
dari Rasul SAW. Sampai kepada dirinya itu kosong lagi bingung dan dapat saja tersesat
ditengah jalan.
Begitulah para shufiyah menjalankan thoreqat (sistim2) dan latihan-latuhan / riyadhoh membersihkan jiwa dari
segala shifat yang tecela “ Madzmumah “ dan menanamkan segala
shifat terpuji, menggemarkan kegiyatan-kegiyatan ‘ibadah dan kebajikan –
memperbanyak dzikirullah dengan tulus ikhlash semata-mata untuk memperoleh
keadaan “ Tajalli “ yaitu = bertemu
= dengan Allah ‘Aza wajala,
Justru itu para ahli tashauf / thoreqat lebih banyak berusaha
sungguh-sungguh untuk membaikan “ Akhlaq
nya “ terbanding membaca / mempelajari banyak buku2 yang dikarang orang
karena memperhatikan hadits2 Nabi SAW. Seperti antara lain :
Akmalul mukminiina imaanan ahsanuhum khuluqon ( rowahu ahmad ‘an abi
hurairah )
Artiinya : orang mukmin yang paling sempurna Imannya ialah orang yang
paling baik Akhlqnya.
Hubungan Iman dengan Akhlaq adalah
laksana hubungan pohon dengan buahnya, pohon yang sempurna menghasilkan buah
yang banyak manfaatnya bagi lingkungan sekelilingnya, begitulah orang yang
sempurna Imannya, tentu membuahkan perangai terpuji yaitu “ Budhi pekerti “
yang luhur yang meni’matkan ‘alam sekitarnya, terutama lingkungan hidup manusia
, sebaliknya orang yang buruk Akhlaqnya itu membuktikan bahwa Imannya masih
tipis / kurang atau tiada sama sekali Iman tanpa Akhlaq kemuliaan adalah
Lumpuh, sebaliknya Akhlaq tanpa Iman adalah Buta.
Dan lagi sabda Rasulullah SAW. :
Afdholul iiman anta’lama annallaha ma’aka haitsu makunta ( rowahu
thabroni )
Artinya : Iman yang paling utama ialah engkau mengetahui bahwa Allah
senantiasa menyertai kamu dimana
saja kamu berada.
Iman yang utama ialah percaya dan yaqiin kepada Allah dengan segala
shifat kesempurnaannya, senantiasa ingat dan sadar bahwa allah Maha Mendengar
dan Maha Melihat akan dia dimana dan dalam keadaan bagaimanapun sepenjang waktu
/ masa , orang yang selalu menyadari ini tentu selalu terhindar dari perbuatan
yang buruk.
Allah AWT. Sumber dan pencipta segala kebaikan dan kesempurnaan yang
telah mengutus Saidna Muhammad Rasulullah SAW. Sebagai orang yang paling
baik.(Akhlaqnya) lantaran senantiasa dalam bingbingan Allah ta’ala, sebagaimana
diakui oloeh Nabi SAW. Dalam sabdanya :
Addabanii – robbii faahsana takdiibii ( rowahul ma’ani ‘an abi sa’auri
)
melepaskan diri dari pengaruh
keruhanian dan rasa ketuhanan karena tetarik diri kepada pengaruh2 keduniaan /
kebandaan sehingga menjadi sikap hidup menjauhi agama.
Ma’rifatullah (mengenal tuhan) sebagaimana
berkata Imam Ghazali : bahwa ilmu keruhanian dengan shifat-shifatnya itulah
merupakan kunci (Kaidah) mengenal tuhan.
Bahwasanya
Nabi besar Muhammad SAW. Hidup sebagai seorang shufi dikala sebelum dan sesudah
menjadi Rasul : beliau menyukai menyendiri tafakur dan berkholawat di (Ghuha hira).dis
Ilmu
keruhanian itu adalah kunci untukitulah beliau melatih
diri dan mengasih jiwa bermujahadah, memperhatikan keadaan alam dan susunannya
dan memperhatikan segala-galanya dengan mata hatinya yang dengan demikian maka
pandangan lahir dan bathin menjadi sangat bersih dan suci, sekalipun betul
junjunan kita Muhammad SAW. Itu adalah juga manusia seperti kita juga, tetapi
qolbu beliau sangat istimewa suci bersihnya sehingga dapat lekas menerima dan
merasa apa-apa yang bershifat suci karena itu maka layaqlah beliau menerima (Wahyu) dari Allah yang Maha Suci.
Apabila pengardaan
bershifat merusak dan meruntuhkan, sedangkan keruhanian bershifat memperbaiki
dan membangun.
6.
Kebandaan
membawa kepincangan hidup dan penderitaan, sedangkan keruhanian membawa
kehidupan merata dan kesejahteraan.
Oleh
karena itu tiliklah, bahwasanya Nabi besar Muhammad SAW. Dalam memulai
pembangunan dan penyebaran Islam selalu bersandikan dengan hidup keruhanian,
Firman
Allah ta’ala :
Wakadzalika auhaina ruuhan min
amrina makunta tadri malkitabu walal imanu walakin ja’alnahu nuuron nahdibihi
mannastaau min ‘abadina, wainnaka latahdii ilaa sshiroyhim mustaqiim (surat asyara – 53 )
Artinya
: dan demikianlah kami wahyukan kepadamu (Muhammad) wahyu (Ruuh) dengan
perintah kami, sebelumnya kamu tiadalah mengetahui apakah alkitab / Qur’an dan
tidak pula mengetahui apakah Iman itu, akan tetapi kami jadikan Al-Qur’an itu
cahya yang kami beri petunjuk dengan dia siapa saja yang kami kehendaki
diantara hamba-hamba kami, dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk
kepada jalan yang lurus.
Begitulah
Wahyu yang Pertama-tama beliau terima di Ghuha Hira dari mulai ….IQRO…(bacalah)
sampai-sampai diakhir surat…..AL’LAQ….wasjud
waqtarib….. dan sujudlah dan katakanlah dirimu kepada tuhan tiada lain istinya
daripada ajaran-ajaran / didikkan ruhani yang diperoleh Nabi SAW. Dalam hidup
keruhaniannya.
Setelah
junjunan kita Muhammad SAW. Menjadi Rasul – setelah beliau sering mengasingkan
diri, Kholawat / Zuhud di Guha Hira tetapi beliau meneruskan Mujahadah
mendekatkan diri (Muroqobah) dengan (Kholaqnya), berdzikir – bertaubat / istighfar – shalat-shalat tahajud–bermunajat
kepada Allah dalam tingkat “Musyadah“
dan “Mukasyafah“ yang dengan jalan
ini beliau mencapai Haqeqat ketuhanan.
Nabi
SAW. Memperkuat batnin dengan hidup keruhanian, maka beliau menjadi seorang
yang quat keyaqinan dan keimanannya menguasai segenap jiwanya dengan kekuatan
batnin kuat dalam menderita kesukaran dan aniaya musuh-musuhnya, kuat menahan
lapar dan dahaga, kuat dalam kekuarangan sandang atau pangan atau alat-alat
perlengkapan hidup kuat menahan segala bentuk kesakitan, kuat dalam menguasai
diri, menjadilah seseorang yang paling mulya dalam tindakan, perbuatan dan
ucapan, shabar dan berani dalam segala sifat-sifat yang paling terpuji.
Semenjaka
beliau dimadinah, dengan sengaja beliau mendirikan disamping mesjid madinah
suatu ruangan khushush (Majlis)
sebagai tempat tinggal dan tempat didik ilmu agama bagi para shabat-shahabatnya
yang mengikutinya dalam perjuangan , dan pembangunan Islam, tempat itu
dinamakan: (sufah) (Zawiyah), mula-mulanya ada empat ratus orang
pengikut dan lambat laun menjadi berlipat ganda.
Mereka
itu dinamakan ahli sufah, berbudhi akhlaq halus, sangat kuat Iman keyaqinannya,
tawakal dan ikhlash, hebat kekuatan batninnya.
Rasulullah
pernah berkata kepada abu hurairah r.a . ahli sufah itu adalah tamu-tamu orang
Islam, mereka tidak mempunyai keluarga, tidak mencintai harta banda dan tidak terikat kepada seorang
manusiapun hatinya kecuali kepada Allah dan Rasulnya.
Jaminan
Allah ta’ala adalah bahwa (Rizqi dan
Melimpah) kebandaan pasti di anugrahkan oleh Allah kepada setiap (Mukmin)
yang berpegang pada Thoreqat sunat rasuul tercermin dalam firmannya : Wa anlawis taqomu ‘alaa thoreqoti
laasqainahum maa an ghodaqon ( al-jin – 16
Artinya
: dan bahwasanya jika mereka tetap berjalan lurus diatas thoreqat (jalan Allah)
tentu kami memberi kepada mereka minum air segara (Rizqi yang berlimpah).
Memang
pada zaman permulaan Islam yaitu dimana kunci kekuasaan sudah ditangan Nabi
SAW. Dan qaum muslimin kekayaan datang berlimpah, dan melihat kekayaan yang
melimpah-limpah ketangan qaum muslimin yang datangnya itu banyak
tersangka-sangka maka saidina ‘Umar r.a . sendiri tercengang keheranan, banyak
para shahabat yang dahulunya hidup sederhana atau miskin kini hidup menjadi
orang2 kaya raya seperti : saidina ‘Usman bin ‘Afan, saidina ‘Ash zubair bin
‘awam, ‘Abdurrohman bin ‘Auf dan lain-lain, jelas itu adalah bukti kenyataan
dari firman Allah ta’ala :
Waman
yattaqillaha yaj’allahu makhrojan wayarzuqhu min haitsy layahtasib ( aththolaq
– 2 - 3 )
Artinya
: barang siapa yang bertaqwa kepada Allah tentu diberikan jalan keluar dari
kesusahan dan Allah. Tetap memberikan Rizqi / kekayaan tanpa dapat
disangka-sangka / diperkirakan
datangnya.
Tetapi
ditengah-tengah kekayaan Umat Islam yang melimpah itu, Nabi Besar Muhammad SAW.
Tetap hidup sederhana sebagai hidupnya seorang shufi dalam hidup keruhanian, suatu hari saidina
‘Umar r.a menemui Nabi SAW. Dikamarnya : tidak didapat perhiasan – tidak ada
perabotan selain satu buah bangku yang alasnya terbuat dari jalinan daun kurma
dan didinding yang tergantung hanyalah sebuah guriban tempat air persediaan
untuk berwudhu bagi Nabi SAW.
Maka
terharulah saidina ‘Umar .r.a
sampai-sampai bercucuran air matanya,
Lalu Rasulullah SAW.
Menegurnya : mengapa kira air matamu bercucuran wahai ‘Umar ?
Saidina ‘Umar .ra. menjawab
:, bagaimana saya tidak terharu Ya Rasulullah, hanya begini ini yang kudapati
dikamar tuan ! tidak ada perabotan tidak ada kekayaan padahal sekarang kunci “
Maysriq dan Maghrib “ telah tergenggam ditangan tuan ! dan kekayaan Negara dan
Bangsa telah berlimpah, lalu beliau menjawab : daku ini adalah pesuruh Allah,
wahai ‘Umar, bukankah aku ni seorang maha raja dari Roma atau seorang kaisar
dari Persia,
mereka menuntut dunia dan aku menuntut akhirat.
Diriwayatkan bahwa pada suatu hari datanglah
saidina jabrail . a.s. kepada Nabi Muhammad SAW. Menyampaikan salam tuhan dan
bertanya :, manakah yang anda suka. Ya Muhammad ! menjadi Nabi yang kuasa dan
kaya raya seperti Nabi Sulaiman atau menjadi seorang Nabi fafa lagi miskin
seperti Nabi Ayub ? Rasulullah SAW. Menjawab : aku lebih senang dengan kenyang
sehari lalu lapar sehari, jika kenyang aku bersyukur pada tuhan dan jika lapar
aku Shabar atas cobaan tuhanku.
Demikianlah
hidup keruhanian dalam Islam telah dimulai dari peri kehidupan Nabi Besar
Muhammad SAW. Dan para shahabatnya yang utama dan pun terdapat dalam kehidupan
para Nabi-nabi yang terdahulu.
Para shahabat-shahabat Nabi yang utama dengan mencontoh
kehidupan Nani Besar Muhammad SAW. Telah dapat menggabungkan kehidupan lahir
(Duniawi) dengan hidup keruhanian didalam hidupnya sehari-hari, meskipun beliau-beliau
menjadi Kholifah yang utama seperti : Saidina Abubakar – ‘Umar – ‘Utsman –
‘Alii r.a. dimana segala warna kehidupan itu telah mereka pandangi , dari hidup
keruhanian Hati : memperkuat Iman yakni hidup yang ditegakkan atas kemurnian
jiwa, dan kesucian Hati : seperti memperkokoh Iman – Keyaqinan dan kekuatan
batnin.
Berkat
kehidupan qaum Muslimin mencontoh dari Nabi Besar Muhammad SAW. Mereka berjuang
menegakkan masyarakat dan negara untuk dan dari ketinggian “Agama Allah“ sampai jatuhlah kekuasan-kekuasan penantang-penantang
Islam seperti : “ hancurnya singgasana
Kaisar Roma “ – runtuhnya Mahligai Kaisar dari Persia, lalu terpeganglah anak
kunci Barat dan Timur. Harta kekayaan melimpah, harta banda bertimbun2 – tetapi
itu semua bukanlah tujuan seolah-olah
hanya yang secara kebetulan saja jumpa ditengah perjalanan, sebab tujuan utama
dan yang paling Besar adalah : Ma’rifatullah.
Rasulullah
SAW. Bersabda : Zuhudlah terhadap dunia supaya Tuhan mencintai engkau dan
Zuhudlah pada apa yang ditangan manusia
supaya siapapun cinta akan engkau (diriwayatkan
oleh ibnu maja – Thabroni dan Baihaqi).
Imam
Ghazali berpendapat : bahwa daku yaqiin benar-benar bahwa qaum shufiyah itulah
benar-benar menempuh jalan yang yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dan
yang dikehendaki oleh Allah, lagi beliau berpendapat : bahwa berhampiri diri
kepada Tuhan–merasakan wujudnya Tuhan dan mengenal Tuhan hanya dapat dicapai
dengan menempuh satu Jalan yaitu jalan yang ditempauh oleh Qaum Shufiyah.
Sejarah mulai ramainya :
Thoreqat .
Melemahnya
semangat keruhanian dan jiwa shufi telah menyalakan fitnah yang paling hebat
lantaran harta dan kekayaan yaitu sesudah Khulafai rrosidiin / Shahabat yang
(Empat) dimana terjadi perang saudara dikalangan qaum musliminn sendiri.
Kemudian
kholifah “ mu’awiyah “ berbentuk kerajaan sudah jauh berbeda dan menyimpang
dari ! cara shahabat / kholifah yang empat, kerajaan bani ‘umayah lalu meniru
kebiasaan –kebiasaan kebandaan seperti yang dipake oleh Raja-raja Persi dan
Romawi dan berangsur-angsur hidup keruhanian ditinggalkan kerajaan Islam telah
bertambah diliputi kekayaan harta yang melimpah dan berdirilah orang-orang kaya
yang berkuasa atau orang-orang berkuasa yang kaya raya, maka lalu dapat
perbedaan hidup dan kehidupan yang sangat menyoliok dimasyarakat warga negara,
kekuasaan pemerintah kholifah telah tidak ada batasannya dan kekuasaannya hanya
untuk membela pihak yang berkuasa, sedang kepentingan masyarakat / rakyat
menjadi diabaykan, pada masa itu timbullah pula perlawanan yang digerakkan oleh
tiga kekuatan yakni “ Qaum khawarij “ Qaum Syi’ah “ Qaum Zahid “ kedua
golongan yang pertama semata-mata ingin merebut pemerintahan dari bani ‘Umayah
tersebut, tetapi golongan Zahid bukan karena menginginkan tahta kekuasaan,
tetapi mengingini agar kembali meratanya hidup keruhanian yang dengan itu dapat
tercipta keadilan kesejahtraan yang merata, mereka yakin bahwa dengan hidup
keruhanian itlah akan dapat padam api pitnahan, mengembalikannya perpecahan dan
permusuhan serta terbina perdamaian yang abadii, karena keruhanianlah dapat
menjalin baiknya hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan
Tuhan
Pada
masa itu daulat bani ‘Umayah adalah suatu kerajaan yang paling luas
kekuasaannya terbentang dari sebelah Timur mulai daratan Asia sampai kebarat
yaitu, daratan Erifah di Sepanyol, paling kuat, kaya dan maju, sayang justru
dikala begitu hidup keruhanian Umat Islam tertindih dengan hidup kebandaan dan
kemewahan, kehidupan bertashauf ditinggalkan sehingga akhirnya jatuh dan hancur
juga dalam kekuatan dan kekayaan kemegahan kebandaan, dengan pengalaman dan
nashib yang sama juga daulat Bani ‘Abas / ‘Abasuyah dibaghdad, memang benar
sekali apa yang pernah diramalkan oleh Nabi SAW. Bahwa kamu akan hancur lebur
laksana hancurnya kayu dimakan api-api disebabkan hatimu telah terpaut oleh
dunia / kebandaan : maka pangkal keruntuhanmu ialah karena fitnah yang timbul
dari dalam kalanganmu sendiri.Jatuhnya kerajaan Bani ‘Umayah di Erifah /
Sepanyol dihancurka oleh “ Keristen Katholik “ di erofah dimana umat islam
disan dibasmi habis-habisan, sampai sekarang hampir tidak ada lagi bekasnya
seolah-olah orang tidak dapat percaya bahwa disepanyol itu pernah berpusat
Negara Islam yang tekuat, terkaya dan termaju itu, kehancurannya bukannya
karena lemahnya persenjataan atau lemahnya ekonomi akan tetapi karena lemahnya
jiwa keruhanian maka kekuatan batin mereka pada waktu itu telah pudar hanyut
ditelan arus kebandaan, meskipun dikala itu ada juga ahli tashauf dan filsafat
seperti “ Ibnu Rasyid , Ibnu ‘Arobi dan lain-lain tetapi disitu tidak terdapat
semacam kelompok zawiyah ( Majlis pendidikan ) bagi mendidik orang keruhanian
gina kekuatan batin semacam (Suffah) yang diadakan oleh Rasulullah SAW.
Padamasanya.
Lain
halnya dengan kehancuran kerajaan Islam, ‘Abasiyah dibaghdad oleh “ Hulaqu “
juga dari kekuasaan keristen katolik dibagian timur dimana seolah rata menjadi
tanah Hulaqu berdiri menepuk dada dengan congkaknya diatas ratusan ribu mata
qaum Muslimin seolah-olah bahwa Islam itu telah dibasmi sampai keakar-akarnya
dan tindakan kekejaman Hulaqu itu menurut pandang zhohir Islam disitu sukar
dapat bangkit lagi, yerutama jika dipandang dari segi kekuatan yang tampak
zhohir, akan tetapi kenyataannya tidaklah demikian, mengapa ?
Kekuatan
senjata dapat dilumpuhkan, kekayaan harta banda dapat dirampas sedangkan
kitab-kitab Agama dan Ilmu pengetahuan dapat dibasmi dan dibakar oleh manusia,
tetapi keyakinan Iman yang kuat dalam bathin orang Mukmin tidak dapat
dilumpuhkan, tidak dapat dirampas oleh manusia, inilah satu-satunya yang masih
tesisa : Iman , Keyakinan , dan kekuatan bathin yang masih tertinggal di dada
qaum Muslimin baghdad, terutama para Shufinya, Iman mereka yang masih menyala
didalam Hati mereka di tengah-tengah reruntuhan kehidupan, dapat membangkitkan
kembali sinar kejayaan Islam yang anadi.
Pada
masa itulah thoreqat berkembang dimana-mana negri yang ada pemduduknya Islam,
oleh karenanya berkembang pulalah tempat-tempat pendidikan, tempat-tempat
Ta’lim dan tempat-tempat melakukan latihan-latihan thoreqat pada umumnya
bershifat sederhana tempatnya dan terasing dari keramaian lomba dunia /
kebandaan, seumpama Zawiyah dimasa Nabi SAW. Yang justru tidak terdapat
disepenyol pada zaman Bani ‘Umayah.
Demikianlah
thoreqat pada waktu itu seperti jamur dimusim hujan, pada waktu itulah
tokih-tokoh shufi banyak sekali, mereka bersatu dalam tujuan yakni hendak
manunggal dengan tuhan walaupun dengan cara dan
jalan yang bermacam-macam dan cara dan jalan yang ditempujnya itulah
dinakan “ Thoreqat “ yang namanya dibangsakanlah kepada penemunya.
Sisa-sia
kekuatan itulah masih dimiliki oleh qaum Muslimin yang kemudian bangkit kembali
dengan kekuatan dengan keyakinan Islam sebagaimana bukti-bukti yang masih dapat
kita saksikan di negara-negara Muslim pada masa sekarang termasuk mendunia,
sejarah tidak boleh melupakan jasa-jasanya para Syekh-syekh Mursyid, Guru-guru
thoreqat dan para muridnya, yang berkat penganut-penganut thoreqat itu kini
Islam masih dapat memancarkan sinarnya.
Kekuatan
Iman dan keyakinan yang menguasai jiwa mereka itu dimana Agama Allah dan rasa
ketuhanan benar-benar telah berpungsi
didalam bathinnya, mereka berdu’a dengan selalu beserta tuhannya,
sehingga mereka merasa berkekalan khudhur hatinya serta Allah, maka hatinya
selalu damai dan tenang, sebagaimana tersebut dalam firman Allah ta’ala :
Ala
inna auliallahi lakhaupun ‘alihim walahum yahzanuun ( yunus – 62 ).
Artinya
: bahwa sesungguhnya wali-wali Allah itu tiada takut atas mereka dan tiada pula
rasa ragu duka cita.
Tashauf = Thoreqat adalah pusaka
terpenting keimanan islam.
Acapkali terdengan ejekan atau cemoohan : apa itu
tashauf, apa itu thoreqat, apakah itu sudah ada pada masa Rasulullah SAW ?. apa
itu mukan bid’ah ? dan yang semacam itu pula ada yang menganggap thoreqat itu
sesuatu yang katanya ; diada adakan dan sebagainya.
Terhadap mereka yang melontarkan ejekan demikian
sepetutnyalah kita mengangkat kedua belah tangan berdo’a :
Allahummagh firlirlahum fainnahum laya’lamuuna.
Artinya : Ya Allah, ampunilah mereka itu karena sesungguhnya jelas bahwa
mereka itu tiada berpengetahuan.
Sebagaimana telah kita jelaskan
bahwa hidup keruhanian itu adalah jiwa perikehidupan yang mulya Nabi Besar
Muhammad SAW. Baik dimasa beliau sebelum menjadi Nabi maupun setelah menjadi
Nabi dan Rasul,
Demikian perikehidupan para shahabatnya yang utama mengikuti beliau
Lalu perata yakni dan seterusnya sampai pada masa
kita ini, bahwa hidup keruhanian itulah yang menjadi ilmu tashauf dan thoreqat.
Untuk mengetahui Iman / rukun Iman pelajarilah ilmu ushuludin,
Untuk mengetahui Islam / rukun
Islam pelajarilah ilmu fiqiih,
Untik mengetahui Ihsan / rukun Ihsan pelajarilah ilmu tashauf
Untuk melaksanakan Ihsan
pelajarilah ilmu thoreqat,
Perlu dihilangkan sementara anggapan yang mengira seolah-olah ilmu tashauf
/ thoreqat itu tidak berasal dari Islam, padahal ilmu tashauf / thoreqat itu
adalah pusaka keagamaan Islam.
Keruhanian itu mengukuhkan iman dodalam hati
membina kekuatan batin sehingga menjadi alat kekuatan bagi perjuangan Agama
Islam sepanjang masa dan suasana, lihatlah junjunan kita Nabi Besar Muhammad
SAW, disamping beliau sebagai Rasulullah – pendiri Negara (Negarawan) –
Panglima Perang – Imam peribadatan, manusia Suritauladan – pemberi smangat dan
kasih sayang – Rahmat bagi seluruh ‘Alam, tiada lain sendi-sendi kekuatannya
adalah hidup keruhanian sebagai sendi kekuatan batin yaitu kekuatan penentu
bagi segala ihwal kezhohiran.
Firman Allah ta’ala :
Ulaaika kataba fii quluubihimul imana waayyadahum biruuhi minhum
wayudkhiluhum jannatin tajrii min tahtihal anharukholidinafiiha
rodhiyallahu’anhum warodhu’anhu ulaaika hizbullahi alaa innahizbullahi humul
muflihuun ( almujadakah – 22 ).
Artinya : mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan
dalam hati mereka dan Allah menguatkan mereka dengan Ruuh ( Kekuatan dan
keimanan hati ) yang datang daripada Allah, dan dimasukkannya mereka itu
kedalam syurga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai mereka kekal didalamnya,
Allah ridho atas mereka dan merekapun puas atas limpahan rahmat Allah, mereka
itulah golongan / pasukan Allah, ketahuilah bahwa golongan Allah itulah
golongan yang untung, sebagaimana telah diuraikan bahwa hidup keruhaniannya
Nabi Besar Muhammad SAW. Itulah kemudian menjadi : ‘Ilmu tashauf, tetpai memang
di zaman Nabi SAW, belumlah dimasyhurkan nama : tashuf sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang khushush, pada masa itu belum lagi diuraikan cabang ilmu
seperti : Ilmu fiqiih – ilmu Kalam – Ilmu Hadits – Ilmu Tafsir – dan lain-lain,
setelah kemajuan umat mulai berkembang bersamaan perkembangan zaman dimana
perkembangan ilmupun tumbuh dengan berbagai cabangnya, maka pada abad “ Kedua
Hijriyah “ atau abad kedelapan “ Masehi “ barulah keruhanian itu dilaksanakan
dengan tatacara menjadilah suatu ilmu dinamakan ilmu tashauf, perhatikanlah
suatu hadits yang diriwayatkan dari saidina Abu Hurairah r.a :
‘An abi hurairah r.a qola :
kanan nabiyyu SAW. Barizan yauman linnasi fa atahu rojulun faqola : malimanu ? qola : alimaanu antukmina billahi
wamalaikatihi wabiliqoihi warusulihi watukmina
bilba’si qola : malislamu ? qola : al islam anta’budallahu walatuysrika bihi
syaiian watiqiimashsholata watuaddiyazzakatal mafrudhota watashuuma romadhona,
qola : mal Ihsanu ?
qola : anta’budallaha kannaka tarohu fain lam takun tarohu fainnahu yaroka
( rowahul bukhari ) .
artinya : dari abu
hurairah r.a berkata : pada suatu hari adalah Rasulullah berada di
tengah-tenga
kelomp okok orang-orang banyak, tiba-tiba seorang
laki-laki (Malaikat Jabrail a.s) datang lantas bertanya, apakah Iman itu ?
dijawab oleh Nabi SAW. Iman ialah bahwasanya : engkau percaya adanya Tuhan ,
percaya akan Malaikatnya – Percaya Firman-firmannya Allah – Percaya akan
Rasul-rasul Allah – Percaya akan Hari Kebangkitan , bertanya lagi laki-laki itu
: apakah Islam itu ? Nabi SAW, menjawab Islam ialah Menyembah Allah dan tidak
mempersekutukannya, menegakkan Shalat, menunaikan Zakat yang dipardhukan,
berpuasa dalam bulan Ramadhan, kemudian laki-laki itu bertanya lagi : apakah
Ihsan itu ? Nabi SAW, menjawab : bahwasanya Ihsan itu ialah keadaan engkau
menyembah Allah seakan-akan engkau melaihat Allah, sekiranya engkau tidak dapat
melihatnya, maka Allah melihat akan engkau.
Maka dapat dipahami kesempurnaan agama adalah atas tiga kesimpulan :
yakni : Iman –Islam –Ihsan.
Tentang Iman :
Kita pelajari ilmu ushuludiin atau ilmu kalam, yakni ilmu pokok
kepercayaan dalam Agama, setelah ilmu ushuludiin berkembang menjadilah suatu
cabang ilmu yang dinamakan ilmu Kalam, didalam ilmu kalam ini dibahas mengenai
shifat-shifat Tuhan, dibicarakannya dengan alasan-alasan secara ‘aqal sehat
yang berpancar dari otaq. Maka Imam “ Asy’ari “ seorang ulama besar mengambil
kesimpulan dalam “ shifat duapuluh “, sebelum itu beliau pada mulanya berpaham
“ Mu’tazilah “, dan setelah beliau meninggalkan paham “ Mu’tazilah “ maka
beliau menyusun pula “ ‘Aqoid ketuhanan ” menentang paham Mu’tazilah tersebut,
sehingga kemudian pahamnya Imam Asy’ari ini menjadi maqom ahli sunah waljama’ah
, pelajaran shifat duapuluh itulah yang selama ini merupakan pula pelajaran
ketuhanan kita dan menjadi ‘Aqidah /
kepercayaan beragama, yang secara beraqidah atau dalam cara kita berupaya
mengenal Tuhan dengan jalan penyelidikan ‘Aqal Fikiran semata-mata, tetapi ilmu
untuk mencapai Haqeqat ketuhanan ialah ilmu yang terpancar dalam Hati, tegasnya
: ilmu adalah “ Pelita “ diatas otaq dan “ Agama “ adalah Pelita didalam Hati.
Tentang Islam :
Kita pelajari ilmu fiqiih sebagai ilmu ketho’atan, ialah suatu
cabang ‘ilmu untuk memfahamkan syare’at atau peratura-peraturan berupa perintah
atau larangan atas dasar Al Qur’an dan sunah Rasul yang merupakan sumber-sumber
hukum dalam Islam, didalamnya terdapat ketentuan-ketentuan hukum ‘Ibadat, hukum
Mu’amalah (Perdata), hukum Janayat (Pidana), hukum Rumahtangga (Nikah – Tholaq
– Ruju’), hukum Faraid, hukum wajib – Haram – Makruh – Sunah – Mubah – dan
lain-lain yang semuanya itu merupakan ‘Amalan zhohir, maka ‘Ilmu fiqih
digolongkan sebagai ‘Ilmu Zhohir.
Tentang
ihsan :
Yaitu kunci daripada semuanya kita pelajari ‘Ilmu tashauf sebagai ‘Ilmu
Bathin, maka golongan tashauf dengan ‘ilmu ……. .bermusyahadah atau
menyaksikan tuhan, tidak dengan jalan penyelidikan ‘Aqal Fikiran tetapi dengan
jalan merasakan atau menyaksikan mata dan sir rahasia hati, bagi mereka
pengetahuan tentang tuhan dan ‘Alam wujud ini adalah suatu pengetahuan atau
Ilham yang dilimpah karuniakan oleh Allah ‘Aza wajala kedalam jiwa kita sebagai
rahmat Allah ta’ala dikala dan manakala manusia terlepas dari godaan hawa nafsu
dan memusatkan ingatan semata-mata kepada “ Dzat “ – terangkanlah tabir rahasia
dengan karunia rahmat Allah – Dzat yang wajib wujud – terangkan;ah tabir
rahasia malakut dan tetkala itu jelaslah Haqeqat ketuhanan yang selama ini terrahasia dengan idzin Allah , tetkala itu
‘Aqal pikliran tiada berjalan lagi melainkan tiba-tiba derajat yang paling
tinggi : jauh di atas ukuran kata-kata.
Maka batas pengertian ‘ilmu filsafat ( ‘ilmu kalam ) dengan ‘ilmu
tashauf kiranya dapat dipahamkan dari suatu kisah pertemuan antara Abu ‘Ali
Ibnu Sina, seorang tokoh filsafat ( ‘ilmu kalam ) disatu pihak, dengan Abu
Sa’id seorang tokoh ‘ilmu tashaauf dilain pihak, lalu setelah mereka satu
dengan lain sudah berpisah, adalah orang yang bertanya kepada Ibnu Sinaa :
bagaimana kesan tuan tentang Abu Sa’id ?
jawabnya : saya ketahui apa yang Abu Sa’id saksikan / rasakan. – setelah itu
pergi bertanya pula orang itu kepada Abu Sa’id : bagaimana kesan tuan tentang
ibnu Sinaa ? jawabnya : saya merasakan apa yang ibnu Sina ketahui.
Berlainan sekali dengan mereka dari kalangan
ahli-ahli ‘ilmu kalam dan filsafat juga ahli-ahli ‘ilmu fiqih yang acapkali
berbantahan berselisih antara mereka, maka rata-rata qaum shufi itu bersikap
damai dan tidak ada pertengkaran memperebutkan faham pengertian di kalangannya,
karena qaum shufi itu lebih menyibukkan dirinya dengan dzikirullah / mengingat
Allah, terpaut hatinya hanya kepada Allah, begitulah jaminan Allah memberi
ketentraman hati bagi orang-orang yang selalu mengingat Allah sebagaimana
firmannya :
Alladziina amanuu watathma’inna
quluubuhum bidzikrillai, alabidzikrillahi tathma’inul qoluub, alladziina amanuu
wa’amilushsholihati thuubaa lahu wahusnulma’aab ( arra’du – 28 – 29 ).
Artinya : yaitu orang-orang yang beriman menjadi tentramlah hati-hati
mereka dengan mengingat Allah, camkanlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah
hati menjadi tentram, orang-orang yang beriman dan beramal shalih (banyak beramal
yang sunat) bagi mereka itu kebahagiaan dan tempat kembali yang
baik.
Dengan berkata ketentraman hati itulah golongan shufi tidak kecil hati
tidak penakut, tetap pendirian tiada ragu-ragu dan tiada pula duka cita
berkesusahan, hidupnya sederhana – tidak mengejar-ngejar kebutuhan, tidak
berlebih-lebihan, mereka selalu bersyukur kepada Allah, senang dalam hidup apa
adanya, shabar kuat menahan kesakitan dalam menjalankan perintah –perintah
Agama dan dalam hal menerima berbagai cobaan dan ujian dari Allah ta’ala
mengutamakan keikhlashan ber’amal dan ber’ibadat kepada Allah karena bukan
karena mengharap imbalan pahala / syorga meskipun dikalangan qaum shufi ini dapat
bermacam-macam thoreqat (sistem) dzikrullah dan kifayah-kifayah ‘amal tidaklah
terdapat pertikaian menyolok antara thoreqat yang satu dengan yang lainnya,
oleh karena mereka sama (satu) dalam upaya mensuci bersihkan hati, hingga
mereka yang bermacam-macam thoreqat itu sama-sama hatinya selalu tentram tidak
ada rasa dimusuhi atau memusuhi dan yang ada hanyalah kesatuan satunya tujuan
mereka yakni : dengan thoreqat masing-masingnya hendak mencapai Haqeqat
ketuhanan.
Maka sungguh tiadalah wajar kalau golongan shufiyah / thoreqat ini sampai
dicurigai : orang-orang yang membahayakan keamanan atau yang mematikan semangat
kerja atau dihembus-hembuskan sebagai golongan sesat atau apakah lagi
sebutan-sebutan yang buruk.
Syekh junaid .k.s tokoh ‘ilmu tashauf
berkata : bahwa semua thoreqat / tashauf itu akan tidak berhasil jika
tidak menuruti sepanjang ajaran Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai sumber
thoreqat.
Pada waktu menerangkan tujuan shufi maka syekh junaid al-baghdadi berkata
: kami tidak mengambil tashauf / thoreqat ini dari pikiran atau pendapat orang,
tetapi kami ambil dari menahan lapar dan meninggalkan terpautnya kecintaan
kepada dunia, meninggalkan kebiasaan kami sehari-hari untuk mengikuti segala
yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang,
penjelasan arti tashauf oleh para ahlinya dalam arti pada bahasa (Lughoh)
dan pada arti ta’rif (Difinisi). Arti pada bahasa Shufa – Shofwan – Shufwu
- yang artinya : bersih dan jernih dan keikhlashan berkasih sayang, maka arti
tashauf menurut kata bahasa adalah Membersihkan Menjertihkan Hati dari segala
budi pekerti dan shifat-shifat yang kotor menggemarkan Akhlash ber’amal dan
perangai kasih sayang .
maka albasyir salaseorang ali shufi memberi arti :
Ashshufi man shafa qolbuhu.
Artinya :
orang shufi itu orang yang bersih suci hatinya.
Dan arti thashauf / thoreqat pada ta’rif adalah :
Dawamul’ubudiyyati zhohiron wabathinan ma’a dawami hudhurilqolbi
ma’allahi.
Artinya : berkekalan memperhambakan diri zhohir bathin kepada Allah serta
berkekalan tiada berkeputusan hudhur hati (Ingat)
beserta Allah.
Abu Muhammad Jurairi berkata : tashauf adalah masuk kedalam budi dengan
menuruti contoh yang ditinggalkan oleh Nabi SAW, dan dengan meninggalkan budi
yang rendah.
Syekh Jakariya Al-anshorri berkata : tashauf adalah ‘ilmu yang
menerangkan ha-hal tentang cara-cara mensucibersihkan jiwa, tentang cara
memperbaikkan Akhlaq dan tentang cara pembinaan kesejahtraan zhohir batin untuk
mencapai kebahagiaan yang abadi.
Ada juga
yang berkata : tashauf / thoreqat ialah membersihkan jiwa dari pengaruh benda
atau ‘ilmu supaya mudah menuju pada Allah ‘aza wajala,
Dan masih ada beberapa pendapat lagi yang maksudnya serupa atas dasar
tujuan itulah lahirlah suatu tatacara dalam bentuk pendidikan budi pekerti yang
tersusun atas dasar pendidikan tiga tingkat.
Pertama :
Takholli yakni membersihkan diri zhohir batin dari
shifat-shifat yang tercela dan menjauhi ma’shiat zhohir batin,
Kedua :
Tahalli yakni mengisi dan mehiasi diri zhohir
bathin dengan shifat-shifat yang terpuji dan dengan tho’at dan taqwa zhohir dan
bathin,
Ketiga :
Tajalli yakni tiada berputus meresakan akan rasa
ketuhanan yang sampai mencapai haqeqat kenyataan Allah wahdah, tiada pandang
hanya tunggal pandangnya kepada Allah dzat alwajibul wujud, tiada ingat akan
segala sesuatu melainkan hanya ingat kepada Allah jua, tiada dirasakan
sesuatunya hanya rasa akan Esanya Allah ta’ala jua.
Dalam hubungan inilah maka ‘ Dzunnuuni q.s .
seorang ahli tashauf yang terkemuka, ketika ditanyakan kepadanya : dengan jalan
apakah tuan mengenal Tuhan ? maka dijawab oleh beliau dengan suatu hadits :
‘Aroftu robbii birobbii.
Artinya :
Aku mengenal tuhanku dengan tuhanku, kalaulah bukan dengan tuhanku
tidaklah aku akan mengenal tuhanku, dan pada lain kesempatan belaiau berkata :
Man lam yadzuq lam ya’rif.
Artinya : barangsiapa yang belum pernah merasainya
tentu belumlah dia mengenalnya.
Kiranya dapat disimpulkan bahwa ‘ilmu untuk
mencapai haqeqat ketuhanan bukanlah dengan jalan ‘ilmu yang dipikirkan oleh
otaq semata-mata melainkan adalah ‘ilmu yang terpancar dalam lubuk hati.
Perhatikan oleh kita , bahwa :
1.
seseorang mungkin belajar rukun iman dengan ushuludiin
atau ‘ilmu kalam sehingga dia tahu dan percaya bahwa Allah itu ada ( Wujud )
akan tetapi mengetahui saja Shifat Wujud wajib bagi Allah tiada cukup untuk
menerbitkan rasa takut kepada Allah, apabila dia belum dapat membuktikan
keimanannya itu dengan mengetahui kewajiban apakah yang dia mesti perbuat
selaku hamba Allah.
2.
‘Ilmu yang mempelajrkan kewajiban-kewajiban dalam
membuktikan keimanan kepada Allah itu ialah : ‘Ilmu fiqih yang membentangkan
hukum –hukum dalam Islam, utamanya rukun islam, tetapi mengetahui saja
kewajiban dan hukum tidaklah cukup untuk dapat menerbitkan rasa takut / taqwa
kepada Allah dan patuh mengerjakan segala suruhan serta meninggalkan segala
larangan bila tidak adanya pengawasan atas jiwa.
3.
‘Ilmu yang mempelajarkan pengawasan atas jiwa itu ialah
tashauf / thoreqat, rasa takut kepada Allah terbit dari hati yang bersih dari kotoran-kotoran
hawa nafsu, karena tashauf bekerja mengawasi jiwa dan membersihkannya dari
kotoran-kotoran hawa nafsu sehingga rasa taqwa terbitlah dari hati yang suci
dan selalu merasa dekat kepada Allah, karenanya terbitlah cinta kepada Allah,
lalu dawam / berkekalan mengingat Allah yang dicintainya, seolah-olah manunggal
hamba dengan tuhannya, berarti : ushuludin – fiqih – dan tashauf adalah
kesatuan ‘ilmu bagi mencapai kesempurnaan yang dikehendaki oleh Agama yaitu :
Iman, Islam, Ihsan, dan sepertinya Iman dan Islam, itu dengan ‘amal Ihsan.
Berarti : huikum ditentukan dengan fiqih dan
pengawasan atas jiwa dengan tashauf, perpaduan fiqih dan tashauf adalah
perangkat terpadunya “ otaq dan hati “ yang merupakan derajat dalam islam.
Maka ‘ilmu itu selalu bertumbuh, berkembang dan
bercabang-cabang seiring kemajuan zaman, dimana ‘ilmu pengetahuan dari abad
keabad berkembang semakin banyak cabang-cabangnya. Hanyalah mereka yang membeku
otaqnya masih tidak dapat mengerti tentang timbulnya cabang-cabang ‘ilmu itu,
sebab dewasa ini masih acapkali terdengar suara sumbang mengejek : bagaimana
mesti ada itu tashauf ? bagaimana itu mesti ada thoreqat ? bukanlah cukup
Qur’an dan Hadits saja ? bahkan ada yang lebih sengit lagi katanya : apa yang selain Qur’an dan Hadits itulah
bid’ah, khurfata dan sesat. Pendapat demikian adalah pendapat mereka-mereka
yang mempersempit keluasan ‘ilmu yang terkandung dalam Qur’an dan Hadits
sebagai sumber dari segala cabang-cabang ‘ilmu dan ‘ilmu-‘ilmu cabang. Mereka
itu tidak mengerti, bahwa bahkan bukan saja ‘ilmu fiqih – ‘ilmu ushuludin –
‘ilmu tafsir – dan ‘ilmu tashauf / thoreqat itu dilahirkan dari Qur’an dan
Hadits, bahkan segala ‘ilmu seperti : ‘ilmu pasti – ‘ilmu mekanik dan lain-lain
‘ilmupun terlahir dari Qur’an dan Hadits, misalnya saja : ilmu alam sebagai
pokok ilmu bercabanglah ilmu kimia – ilmu pertanian – ilmu pertambangan dan
banyak lagi, kalau di ibaratkan ada peraturan ilmu alam, bahwa manakala “ Shoda
Kustik “ dilarutkan dengan minyak kelapa maka jadilah dia sabun, itulah ilmu
yang melaksanakan peraturan ilmu alam adalah ilmu kimia sebagai suatu cabang
dari ilmu alam dan dia tidak keluar dari pokok / induknya.
Begitulah gambaran untuk menjelaskan ‘ilmu tashauf
atau threqat sebagai ilmu pelaksanaan dari ajaran Qur’an dan hadits itu adalah
pokok / sumber ‘ilmu agama islam dan
qaum muslimin dalam menghadapi arus kemajuan yang pesat itu semakin dihadapkan
pada persolah–persoalan baru dan tiap persoalan baru selalu dapat dipecahkan
dengan cabang-cabang dan ranting-ranting ‘ilmu yang dapat dipetik dari
penafsiran ayat-ayat Qur’an yang luas.
Bukankah jangan dilupakan penegasan Allah subhanahu
wata’ala didalam firmannya :
Qul laukanalbahru midadan
likalimaati robbii lanafidalbahru qobla antanfada kalimatu robbii walauji’na
bimitslihi madadan ( Kahfi – 109 ).
Artinya : katakanlah ! jikalau sekiranya seluruh
lautan menjadi tinta untuk dipakai menuliskan kalimah-kalimah ( ‘Ilmu2 )
tuhanku sesungguhnya habislah lautan tinta itu sebelum selesai habislah ditulis
kalimah-kalimah tuhanku, meskipun Allah datangkan tambahan lautan tinta
sebanyak itu lagi.
Maka
janganlah orang yang mengaku dirinya islam terlalu lantang mengatakan : ini
tidak ada di Qur’an , itu tidak terdapat di Qur’an , kasihan mereka yang tidak
percaya akan Luasnya Qur’an, karena tidak tahu sudah banyak bicara, orang-orang
beginilah yang akan bingung manakala dikatakan : jangankan ‘ilmu thoreqat,
bahkan ‘ilmu membuat sambalpun ada induknya didalam Qur’an.
Firman Allah ta’ala :
Alam taro annallaha anzala minasysyamaai maa an
faahrojna bihi tsamarotin mukhtalifan alwanuha waminaljibali judadubidhun
wahumrun mukhtalipun alwanuha wafarobiibu sudun , waminannasi waddawabi
walan’am mukhtalifun alwanuhu kadzalika , innamaa ykhysllaha min’ibadihl
‘ulamauu innallaha ‘aziizun ghofuur. ( alfathor – 27-28 )
Artinya :
tidakkah kalian memperhatikan bahwa Allah menurunkan hujan dari langit
lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah buahan yang beraneka macam jenisnya –
dan diantara gunung –gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka
macam warnanya – dan adapula yang hitam pekat, dan demikian pula diantara
manusia, binatang –binatang lepas dan binatang ternak adalah bermacam-macam
jenis dan warnanya, sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara
hamba-hambanya hanyalah ‘Ulama (Ahli
‘Ilmu) sesungguhnya Allah maha kuasa lagi maha pengampun.
Lihatlah betapa didalam ayat tersebut terpendam
‘ilmu Cuaca–‘ilmu pengairan – Pertanian –(bertani) –‘ilmu Pegunungan / Kehutanan – ilmu Cahya dan Angkasa – ‘ilmu
Hayati – ‘ilmu Hewan – ‘ilmu Peternakan
dan lain-lain yang terus berkembang,
Dan adapun ‘Ulama yang dimaksud dalam ayat tersebut
….. hanya yang takut ….. kepada Allah diantara mereka (Hamba-hambanya) hanyalah
‘Ulama, kiranya itulah ulama-ulama ahli muqorrob (berhampiri
diri) kepada Allah, karena mereka melihat segala sesuatu itu berkata :
Maroaitu syaian illa roaitu fiihi
robban. = Artinya : daku tidak melihat pada sesuatu melainkan daku melihat
tihan pada sesuatu itu,
Para muqarrobiin itu menempuh jalan thoreqat dengan
menjalankan latihan-latihan jiwa / riadhoh , membersihkan jiwanya dari
shifat-shifat yang tercela (Madzmumah) dan
mengisi jiwanya dengan se
robu ilaihi min hablilwarid
( Q–16) ,=Artinya : kami (Allah) lebih dekat kepadanya terbanding urat
lehernya.
Salasatu
dasar perhatian mereka ialah firman Allah ta’ala dalam hadits qudsi :
kunta khoziinatan, khofiyatan, ahbabtu anu’rofa
fakholaqtul kholqo fata’aroftu ilaihim fa’arofuunii.=Artinya : adalah kami
satu perbendaharaan yang tersembunyi, kami kehendaki supaya kami dikenal, maka
aku jadikan makhluq maka dengan pengenalanku kepada para makhluq itu lalu
mereka mengenal kami.
Para ahli shufiyah
memperhatikan bahwa kehidupan dan alam penuhlah dengan Rahasia-rahasia yang
tersembunyi yang tertutup oleh hijab atau dinding aling-aling yang diantara
dinding aling-aling itu ialah Hawa Nafsu kita sendiri, tetapi rahasia itu
mungkin terbuka dan hijab mungkin tersingkap sehingga kita dapat melihat dan
merasai atau berhubungan langsung dengan yang Maha Rahasia asal
kita sudi menempuh jalannya
dan jalan itulah yang dinamakan thoreqat, oleh karena itu maka thoreqat
termasuk ‘Ilmu Mukasyafah, yang memancarkan nur cahaya kedalam hati
murid-muridnya sehingga dengan nur itulah terbuka baginya segala sesuatu yang
ghoib daripada ucapan0ucapan Nabinya SAW, (Hadits) langsung) dan
rahasia-rahasianya tuhannya, ‘ilmu
Mukasyafah tidak dapat dipelajari tetapi diperoleh dengan “ Riyadhoh dan
Mujahadah “ sebagai kunci pembuka bagasi petunjuk Hidayatullah, sesuai dengan
firman Allah ta’ala :
Walladziina jahaduu fiiha lanuhdiyannahum
subulana, wainnallah lama’almukhsiniin
(al’ankabut–69),=
Artinya : dan mereka yang berjihad (bersungguh-sungguh berjuang) untuk
Allah, sungguh akan Allah tunjukkan kepada mereka jalan-jalan (thoreqat) kami, dan sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang yang memperbuat kebajikan . Tamat
Wallahu’alam bish-shawab
Artinya : adalah kami satu perbendaharaan yang
tersembunyi, kami kehendaki supaya kami dikenal, maka aku jadikan makhluq maka
dengan pengenalanku kepada para makhluq itu lalu mereka mengenal kami.
tamat